script src='http://elmubarok.googlecode.com/files/floating1.js' type='text/javascript'/>

http://ikkibondenkkesmas.blogspot.com/2010/03/about-me.html

Kata Rasullullah ada tiga amalan yang jika dikerjakan maka Amalnya akan mengalir meskipun yang mengamalkannya telah meninggalal dunia diantaranya adalah ILMU BERMANFAAT YANG DIAJARKAN.

Monday 2 February 2009

FILARIASIS

Postingan kali ini bersumber dari E-Book dengan Judul Manual Pemberantasan Penyakit Menular, by James Chin, MD, MPH Editor dan Dr, I Nyoman Kandun, MPH Edisi Ke 17 tahun 2000

FILARIASIS ICD-9 125; ICD-10 B74
Istilah filariasis digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh berbagai jenis nematoda dari keluarga Filarioidea. Namun istilah ini hanya digunakan untuk filaria yang hidup dalam kelenjar limfe seperti tercantum di bawah ini. Sedangkan untuk jenis yang lain merujuk kepada bab penyakit yang spesifik yang diuraikan tersendiri.
Filariasis yang disebabkan oleh Wuchereria bancrofti – ICD-9 125.0; ICD-10 B74.0
(Filariasis bancrofti)
Filariasis yang disebabkan oleh Brugia malayi – ICD-9 125.1; ICD-10 B74.1
(Filariasis malayi, Filariasis brugia) 206
Filariasis yang disebabkan oleh Brugia timori – ICD-9 125.6; ICD-10 B74.2
(Filariasis timorean)
1. Identifikasi
Filariasis bancrofti
Adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing nematoda Wuchereria bancrofti yang biasanya tinggal di sistem limfatik (saluran dan kelenjar limfa) dari penderita. Cacing betina menghasilkan mikrofilaria yang dapat mencapai aliran darah dalam 6-12 bulan setelah infeksi. Ada jenis filarial yang menunjukkan perbedaan biologis yaitu : pertama dimana mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari (periodisitas nokturnal) dengan konsentrasi maksimal pada pukul 22.00 hingga 02.00, kedua dimana mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi terus-menerus namun konsentrasi maksimalnya terjadi pada siang hari (diurnal). Bentuk yang kedua endemis di Pasifik Selatan dan di daerah pedesaan muncul sebagai fokus kecil di Asia Tenggara dimana vektornya adalah nyamuk Aedes yang menggigit siang hari.
Spektrum manifestasi klinis pada daerah endemis filariasis adalah:
- Mereka yang terpajan namun tetap asimtomatik dan parasitnya negatif
- Mereka yang asimtomatik dengan mikrofilaremia
- Mereka yang mengalami demam berulang, limfadenitis dan limfangitis retrograde dengan atau tanpa mikrofilaria.
- Mereka dengan tanda-tanda klinis kronis seperti timbulnya hidrokel, kiluria dan elephantiasis pada anggota badan, payudara dan alat kelamin dengan mikrofilaremia konsentrasi rendah atau tidak terdeteksi sama sekali
- Mereka dengan sindrom “tropical pulmonary esosinophilia”, dan mereka dengan serangan asma nokturnal paroksismal, mereka dengan penyakit paru-paru interstitial kronis, mereka dengan demam ringan yang berulang serta mereka yang menunjukkan peningkatan eosinofilia dan adanya mikrofilaria degeneratif dalam jaringan dan bukan dalam aliran darah (occult filariasis).

Filariasis Brugia
Disebabkan oleh cacing nematoda Brugia malayi dan Brugia timori. Bentuk periodik nokturnal dari Brugia malayi ditemukan pada masyarakat pedesaan yang tinggal di daerah persawahan terbuka yang sebagian besar ditemukan di Asia Tenggara. Bentuk subperiodik dapat menginfeksi manusia, kera serta hewan karnivora baik hewan peliharaan ataupun binatang liar di hutan-hutan Indonesia dan Malaysia. Manifestasi klinis sama dengan filariasis bancrofti, kecuali bedanya ada pada serangan akut berupa demam filarial, dengan adenitis dan limfangitis retrograde yang lebih parah, sementara kiluria biasanya jarang terjadi dan elephantiasis biasanya mengenai ekstremitas bagian bawah (lengan bawah, kaki bagian bawah) paling banyak ditemui di bagian kaki di bawah lutut. Limfedema pada payudara dan hidrokel jarang ditemukan. 207
Infeksi Brugia Timori
Ditemukan di Pulau Timor dan di bagian tenggara kepulauan Indonesia. Manifestasi klinis sama dengan infeksi yang terjadi pada Brugia malayi.
Manifestasi klinis filariasis timbul tanpa ditemukannya mikrofilaria dalam darah (occult filariasis). Dari ribuan penderita dikalangan tentara Amerika yang diperiksa selama perang Dunia II, mikrofilaria ditemukan hanya pada 10 –15 orang penderita dengan pemeriksaan darah berulang-ulang. Pada sebagian dari penderita tersebut, infeksi ditandai dengan eosinofilia yang sangat jelas terkadang disertai dengan gejala pada paru berupa sindroma “tropical pulmonary eosinophilia”.
Mikrofilaria dengan mudah dapat dideteksi pada waktu mikrofilaremia maksimal. Mikrofilaria hidup dapat dilihat dengan mikroskop kekuatan rendah pada tetesan darah tepi (darah jari) pada slide atau pada darah yang sudah dihemolisa di dalam bilik hitung.
Pengecatan dengan giemsa untuk sediaan darah tebal maupun darah tipis dapat dipakai untuk mengidentifikasi spesies dari mikrofilaria. Mikrofilaria dapat dikonsentrasikan dengan cara filtrasi melalui filter “Nucleopore (dengan ukuran lubang 2-5 µm) dengan adapter Swinney dan teknik Knott (sedimentasi dengan sentrifugasi 2 cc darah yang dicampur dengan 10 cc formalin 2%) atau dengan “Quantitative Buffy Coat (QBC)” acridine orange dengan teknik tabung mikrohematokrit.
2. Penyebab Penyakit
Cacing panjang halus seperti benang yaitu :
- Wuchereria bancrofti
- Brugia malayi
- Brugia timori.

3. Penyebaran Penyakit
Wuchereria bancrofti endemis di sebagian besar wilayah di dunia di daerah dengan kelembaban yang cukup tinggi termasuk Amerika Latin(fokus-fokus penyebaran yang tersebar di Suriname, Guyana, Haiti, Republik Dominika dan Costa Rica), Afrika, Asia dan Kepulauan Pasifik. Umum ditemukan di daerah perkotaan dengan kondisi ideal untuk perkembangbiakan nyamuk.
Secara umum periodisitas nokturnal dari daerah endemis Wuchereria di wilayah Pasifik yang ditemukan di sebelah barat 140º bujur timur sedangkan dengan subperiodisitas diurnal ditemukan di wilayah yang terletak di sebelah timur daerah 180º bujur timur.
Brugia malayi endemis di daerah pedesaan di India, Asia Tenggara, daerah pantai utara China dan Korea Selatan.
Brugia timori keberadaannya di daerah pedesaan di Kepulauan Timor, Flores, Alor dan Roti di Tenggara Indonesia.
4. Reservoir
Reservoir adalah manusia yang darahnya mengandung mikrofilaria W. bancrofti, Brugia malayi (periodik) dan Brugia timori. 208
Di Malaysia, Tenggara Thailand, Philipina dan Indonesia, hewan seperti kucing, musang (Viverra tangalunga) dan kera dapat menjadi reservoir untuk Brugia malayi subperiodik.
5. Cara Penularan
Melalui gigitan nyamuk yang mengandung larva infektif.
W. bancrofti ditularkan melalui berbagai spesies nyamuk, yang paling dominan adalah Culex quinquefasciatus, Anopheles gambiae, An. funestus, Aedes polynesiensis, An. scapularis dan Ae. pseudoscutellaris.
Brugia malayi ditularkan oleh spesies yang bervariasi dari Mansonia, Anopheles dan Aedes.
Brugia timori ditularkan oleh An. barbirostris. Didalam tubuh nyamuk betina, mikrofilaria yang terisap waktu menghisap darah akan melakukan penetrasi pada dinding lambung dan berkembang dalam otot thorax hingga menjadi larva filariform infektif, kemudian berpindah ke proboscis. Saat nyamuk menghisap darah, larva filariform infektif akan ikut terbawa dan masuk melalui lubang bekas tusukan nyamuk di kulit. Larva infektif tersebut akan bergerak mengikuti saluran limfa dimana kemudian akan mengalami perubahan bentuk sebanyak dua kali sebelum menjadi cacing dewasa.
6. Masa Inkubasi
Manifestasi inflamasi alergik mungkin timbul lebih cepat yaitu sebulan setelah terjadi infeksi, mikrofilaria mungkin belum pada darah hingga 3-6 bulan pada B. malayi dan 6-12 bulan pada W. bancrofti.
7. Masa Penularan
Tidak langsung menular dari orang ke orang. Manusia dapat menularkan melalui nyamuk pada saat mikrofilaria berada pada darah tepi, mikrofilaria akan terus ada selama 5-10 tahun atau lebih sejak infeksi awal. Nyamuk akan menjadi infektif sekitar 12-14 hari setelah menghisap darah yang terinfeksi.
8. Kerentanan dan Kekebalan
Semua orang mungkin rentan terhadap infeksi namun ada perbedaan yang bermakna secara geografis terhadap jenis dan beratnya infeksi. Infeksi ulang yang terjadi di daerah endemis dapat mengakibatkan manifestasi lebih berat seperti elephantiasis.
9. Cara-cara Pemberantasan
A. Cara Pencegahan
1. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis mengenai cara penularan dan cara pengendalian vektor (nyamuk).
2. Mengidentifikasi vektor dengan mendeteksi adanya larva infektif dalam nyamuk dengan menggunakan umpan manusia; mengidentifikasi waktu dan tempat menggigit nyamuk serta tempat perkembangbiakannya. Jika penularan terjadi oleh nyamuk yang menggigit pada malam hari di dalam rumah maka tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan penyemprotan, menggunakan pestisida residual, memasang kawat kasa, tidur dengan menggunakan kelambu (lebih baik yang sudah dicelup dengan insektisida piretroid), memakai obat gosok
209

anti nyamuk (repellents) dan membersihkan tempat perindukan nyamuk seperti kakus yang terbuka, ban-ban bekas, batok kelapa dan membunuh larva dengan larvasida. Jika ditemukan Mansonia sebagai vektor pada suatu daerah, tindakan yang dilakukan adalah dengan membersihkan kolam-kolam dari tumbuhan air (Pistia) yang menjadi sumber oksigen bagi larva tersebut.
3. Pengendalian vektor jangka panjang mungkin memerlukan perubahan konstruksi rumah dan termasuk pemasangan kawat kasa serta pengendalian lingkungan untuk memusnahkan tempat perindukan nyamuk.
4. Lakukan pengobatan misalnya dengan menggunakan diethylcarbamazine (DEC, Banocide®, Hetrazan®, Notezine®); Pengobatan ini terbukti lebih efektif bila diikuti dengan pengobatan setiap bulan menggunakan DEC dosis rendah (25-50 mg/kg BB) selama 1-2 tahun atau konsumsi garam yang diberi DEC (0,2-0,4 mg/g garam) selama 6 bulan sampai dengan 2 tahun. Namun pada beberapa kasus timbulnya reaksi samping dapat mengurangi partisipasi masyarakat, khususnya di daerah endemis onchocerciasis (lihat Onchorcerciasis, reaksi Marzotti). Ivermectin dan Albendazole juga telah digunakan; saat ini, pengobatan dosis tunggal setahun sekali dengan kombinasi obat ini akan lebih efektif.

B. Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan Sekitarnya
1. Laporkan kepada instansi kesehatan yang berwenang: di daerah endemis tertentu di kebanyakan negara, bukan merupakan penyakit yang wajib dilaporkan, Kelas 3 C (lihat pelaporan tentang penyakit menular). Laporan penderita disertai dengan informasi tentang ditemukannya mikrofilaria memberikan gambaran luasnya wilayah transmisi di suatu daerah.
2. Isolasi: tidak dilakukan. Kalau memungkinkan penderita dengan mikrofilaria harus dilindungi dari gigitan nyamuk untuk mengurangi penularan.
3. Desinfeksi serentak: tidak ada.
4. Karantina: tidak ada.
5. Pemberian imunisasi: tidak ada.
6. Penyelidikan kontak dengan sumber infeksi: dilakukan sebagai bagian dari gerakan yang melibatkan masyarakat (lihat 9 A dan 9 C).
7. Pengobatan spesifik: Pemberian diethylcarbamazine (DEC, Banocide®, Hetrazan®, Notezine®) dan Ivermectin hasilnya membuat sebagian atau seluruh mikrofilaria hilang dari darah, namun tidak membunuh seluruh cacing dewasa. Mikrofilaria dalam jumlah sedikit mungkin saja muncul kembali setelah pengobatan. Dengan demikian pengobatan biasanya harus diulangi lagi dalam interval setahun. Mikrofilaria dalam jumlah sedikit hanya dapat dideteksi dengan teknik konsentrasi. DEC, umumnya menimbulkan reaksi umum akut dalam 24 jam pertama dari pengobatan sebagai akibat dari degenerasi dan matinya mikrofilaria; reaksi ini biasanya di atasi dengan Parasetamol, anti histamine atau kortikosteroid. Limfadenitis dan limfangitis lokal mungkin juga terjadi karena matinya cacing dewasa. Antibiotik pada stadium awal infeksi dapat mencegah terjadinya gejala sisa pada sistem limfa yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
210
C. Penanggulangan Wabah
Pengendalian vektor adalah upaya yang paling utama. Di daerah dengan tingkat endemisitas tinggi, penting sekali mengetahui dengan tepat bionomik dari vektor nyamuk, prevalensi dan insidensi penyakit, dan faktor lingkungan yang berperan dalam penularan di setiap daerah. Bahkan dengan upaya pengendalian vektor yang tidak lengkappun dengan menggunakan obat anti nyamuk masih dapat mengurangi insiden dan penyebaran penyakit. Hasil yang diperoleh sangat lambat karena masa inkubasi yang panjang.
D. Implikasi menjadi bencana: tidak ada.
E Tindakan Internasional: tidak ada.

INTOKSIKASI MAKANAN AKIBAT CLOSTRIDIUM PERFRINGENS
ICD-9 005.2; ICD-10 A05.2
(Keracunan makanan akibat C. welchii, Enteritis necroticans, Pigbel)
1. Identifikasi
Gangguan pencernaan yang ditandai dengan gejala kolik tiba-tiba, diikuti dengan diare, biasanya timbul rasa mual, tetapi jarang terjadi muntah dan demam. Pada umumnya penyakit ini ringan dan berlangsung dalam waktu yang singkat, 1 hari atau kurang, dan jarang berakibat fatal pada orang yang sehat. KLB penyakit ini dengan gejala yang berat dengan CFR yang tinggi disebabkan oleh necrotizing enteritis pernah dilaporkan terjadi pada akhir perang dunia II di Jerman dan di Papua Nugini.
Pada saat terjadi KLB, diagnosa ditegakkan dengan ditemukannya Clostridium perfringens pada biakan kuman anaerob semikuantitatif dari sampel makanan (sebanyak 105 kuman/gram atau lebih) atau dari sampel tinja penderita (sebanyak 106 kuman/gram atau lebih) sebagai klinis dan epidemiologis. Diagnosa dapat juga ditegakkan dengan ditemukannya enterotoksin pada tinja penderita. Bila dilakukan serotyping, maka serotipe yang sama dapat ditemukan pada spesimen yang berbeda; pemeriksaan serotyping ini hanya dilakukan secara berkala di Inggris dan di Jepang.
2. Penyebab Infeksi
Clostridium perfringens (C. welchii) tipe A dapat menyebabkan KLB keracunan makanan yang khas (termasuk dapat menimbulkan gas gangrene); sedangkan tipe C dapat menyebabkan enteritis necroticans. Penyakit timbul diakibatkan oleh toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut.
3. Distribusi Penyakit
Penyebaran penyakit ini sangat luas dan lebih sering terjadi di negara-negara dimana masyarakatnya mempunyai kebiasaan menyiapkan makanan dengan cara-cara yang dapat meningkatkan perkembangbiakan clostridia.
4. Reservoir
Tanah, berperan sebagai reservoir saluran pencernaan orang-orang sehat dan binatang (lembu, babi, ayam dan ikan), juga dapat berperan sebagai reservoir.
5. Cara-cara Penularan
Cara penularan adalah karena menelan makanan yang terkontaminasi oleh tanah dan tinja dimana makanan tersebut sebelumnya disimpan dengan cara yang memungkinkan kuman berkembangbiak. Hampir semua KLB yang terjadi dikaitkan dengan proses pemasakan 217
6. Masa Inkubasi
Masa inkubasi berkisar antara 6-24 jam, biasanya 10-12 jam.
7. Masa Penularan: Tidak ada.
8. Kerentanan dan Kekebalan
Hampir semua orang rentan terhadap penyakit ini. Dari studi yang dilakukan pada para sukarelawan, tidak ditemkan adanya kekebalan setelah berulangkali terpajan.
9. Cara-cara Pemberantasan
A. Cara-cara Pencegahan
1) Berikan penyuluhan kepada penjamah makanan tentang risiko terjadinya keracunan pada proses penyiapan dan penyediaan makanan berskala besar, khususnya makanan berbahan baku daging. Bila memungkinkan, sajikan makanan tersebut selagi masih panas setelah dimasak.
2) Sajikan daging selagi masih panas segera setelah dimasak, atau masukkan segera kedalam pendingin yang dirancang secara tepat atau disimpan didalam lemari es sampai dengan waktu penyajian, bila perlu panaskan kembali makanan tersebut secara sempurna (dengan suhu minimal 70°C/158°F, dianjurkan lebih baik pada suhu 75°/167°F atau lebih). Jangan memasak daging dan daging ayam setengah matang kemudian dipanaskan kembali pada hari berikutnya, kecuali daging tersebut telah disimpan pada temperatur yang aman. Potongan daging dengan ukuran besar hendaknya langsung dimasak; untuk proses pendinginan secara cepat makanan yang telah masak, pisahkan kaldu dan hidangan sejenis pada tempat yang leter (dangkal) dan masukan segera kedalam alat pendingin cepat.
B, C dan D. Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan sekitar, Penanggulangan Wabah dan Dampak Bencana: Lihat Intoksikasi makanan akibat Staphylococcus (lihat bagian I, 9 B, 9C dan 9D di atas.
E. Tindakan Internasional: Tidak ada.
makanan dari daging (pemanasan dan pemanasan kembali) yang kurang benar, misalnya kaldu daging, daging cincang, saus yang dibuat dari daging sapi, kalkun dan ayam. Spora dapat bertahan hidup pada suhu memasak normal. Spora dapat tumbuh dan berkembang biak pada saat proses pendinginan, atau pada saat penyimpanan makanan pada suhu kamar dan atau pada saat pemanasan yang tidak sempurna. KLB biasanya dapat dilacak berkaitan dengan usaha katering, restoran, kafetaria dan sekolah-sekolah yang tidak mempunyai fasilitas pendingin yang memadai untuk pelayanan berskala besar. Diperlukan adanya Kontaminasi bakteri yang cukup berat (yaitu lebih dari 105 organisme per gram makanan) untuk dapat menimbulkan gejala klinis. 218





 

No comments:

Post a Comment