script src='http://elmubarok.googlecode.com/files/floating1.js' type='text/javascript'/>

http://ikkibondenkkesmas.blogspot.com/2010/03/about-me.html

Kata Rasullullah ada tiga amalan yang jika dikerjakan maka Amalnya akan mengalir meskipun yang mengamalkannya telah meninggalal dunia diantaranya adalah ILMU BERMANFAAT YANG DIAJARKAN.

Monday, 2 February 2009

RABIES

Postingan kali ini bersumber dari E-Book dengan Judul Manual Pemberantasan Penyakit Menular, by James Chin, MD, MPH Editor dan Dr, I Nyoman Kandun, MPH Edisi Ke 17 tahun 2000

RABIES                                                                                                  ICD-9 071; ICD-10 A82 (Hydrophobia, Lyssa) 

1. Identifikasi Suatu penyakit encephalomyelitis viral akut dan fatal; serangan biasanya dimulai dengan perasaan ketakutan, sakit kepala, demam, malaise, perubahan perasaan sensoris, pada bekas gigitan binatang. Gejala yang sering muncul adalah eksitabilitas dan aerophobia. Penyakit ini berlanjut kearah terjadinya paresis atau paralisis, kejang otot-otot menelan menjurus kepada perasaan takut terhadap air (hydrophobia), diikuti dengan delirium dan kejang. Tanpa intervensi medis, basanya berlangsung 2-6 hari dan kadang-kadang lebih, 428 kematian biasanya karena paralisis pernafasan. Diagnosa ditegakkan dengan teknik pewarnaan FA yang spesifik terhadap jaringan otak atau dengan isolasi virus pada tikus atau sistem pembiakan sel. Diagnosa presumptive dapat ditegakkan dengan teknik pewarnaan FA spesifik dari potongan kulit yang dibekukan diambil dari kuduk kepaa bagian yang berambut. Diagnosa serologis didasarkan pada tes neutralisasi pada mencit atau kultur sel. 2. Penyebab penyakit Virus rabies, rhabdovirus dari genus Lyssavirus. Semua anggota genus ini mempunyai persamaan antigen, namun dengan teknik antibodi monoklonal dan nucleotide sequencing dari virus menunjukkan adanya perbedaan tergantung spesies binatang atau lokasi geografis darimana mereka berasal. Virus yang mirip dengan rabies yang ditemukan di Afrika (Mokola dan Duvenhage) jarang menyebabkan kesakitan pada manusia mirip seperti rabies dan jarang yang fatal. Lyssavirus baru telah ditemukan pertama kali pada tahun 1996, pada beberapa spesies dari Flying fox dan kelelawar di Australia dan telah menyebabkan dua kematian pada manusia dengan gejala penyakit seperti rabies. Virus ini untuk sementara diberi nama ”Lyssavirus kelelawar Australia”. Virus ini mirip dengan virus rabies namun tidak identik dengan virus rabies klasik. Sebagian penderita penyakit yang disebabkan oleh virus yang mirip rabies inim dengan teknik pemeriksaan standard FA test kemungkinan didiagnosa sebagai rabies. 3. Distribusi penyakit Tersebar di seluruh dunia, dengan perkiraan 35.000 – 40.000 kematian per tahun, hampir semuanya terjadi di negara berkembang. Dari tahun 1980 sampai dengan 1997, di Amerika Serikat, 36 kematian pada manusia oleh karena rabies telah dilaporkan; 12 diantaranya kemungkinan didapat di luar Amerika Serikat. Dari mereka yang diduga terinfeksi di Amerika Serikat, lebih dari separuh meninggal karena rabies yang dikaitkan dengan kelelawar. Sejak tahun 1950 kematian manusia karena rabies secara bertahap menurun, sebagai hasil dari pemberian imunisasi rabies secara rutin kepada anjing dan kucing dan meningkatnya efektivitas pengobatan prophylaxis pasca paparan. Rabies adalah penyakit yang terutama menyerang binatang. Daerah dengan populasi binatang yang sat ini bebas dari rabies hanyalah Australia, New Zaeland, Papua Nugini, Jepang, Hawaii, Taiwan, Oceania, United Kingdom, Irlandia, Iceland, Norwegia, Swedia, Finlandia, Portugal, Yunani, India bagian Barat dan Kepulauan Atlantik. Urban (atau Canine) rabies ditularkan oleh anjing, sedangkan sylvatic rabies adalah penyakit carnivora liar dan kelelawar, yang menular secara sporadis kepada anjing, kucing dan ternak. Di Eropa, rabies rubah menyebar luas, namun telah menurun sejak tahun 1978 pada saat imunisasi dengan vaksin rabies oral dimulai; Di Eropa Barat, jumlah kasus rabies menurun drastis sejak tahun 1992, kecuali rabies pada kelelawar. Sejak tahun 1986 kasus rabies kelelawar telah dilaorkan dari Denmark, Belanda dan Jerman Barat. Di Amerika Serikat dan Kanada rabies liar sering melibatkan racoon, musang (skunk), rubah, coyotes dan kelelawar. Telah terjadi epizootik progresif diantara racoon di Amerika Serikat bagian Tenggara sejak lebih dari satu dekade dan sekarang telah mencapai New Enland, dan saat ini diantara coyotes dan anjing di Texas Selatan telah terjadi penyebaran virus ke binatang domestik dan umumnya adalah kepada kucing. 429 4. Reservoir Berbagai Canidae domestik dan liar, seperti anjing, serigala, coyotes, rubah, serigala serta jackal; juga skunks, arcoon, mongoose dan mamalia menggigit lainnya. Populasi vampire yang terinfeksi, kelelawar frugivorous (pemakan buah) dan insectivorous (pemakan serangga) ditemukan di Amerika Serikat, Kanada dan sekarang bahkan di Eropa. Di negara berkembang, anjing tetap merupakan reservoir utama, kelinci, opposums, bajing, chipmunk, tikus dan mencit jarang terinfeksi, dan kasus gigitan pada manusia juga jarang terjadi. Bila terjadi gigitan maka hubungi fasilitas kesehatan untuk profilaksis rabies. 5. Cara-cara penularan Ar liur binatang sakit yang mengandung virus menularkan virus melalui gigitan atau cakaran (dan sangat jarang sekali melalui luka baru di kulit atau melalui selaput lendir yang utuh). Penularan dari orang ke orang secara teoritis dimungkinkan oleh karena liur dari orang yang terinfeksi dapat mengandung virus, namun hal ini belum pernah didokumentasikan. Transplantasi organ (cornea) dari orang yang meninggal karena penyakit sistem saraf pusat yang tidak terdiagnosa dapat menularkan rabies kepada penerima organ tadi. Penyebaran melalui udara telah dibuktikan terjadi di suatu gua dimana terdapat banyak kelelawar yang hinggap dan pernah juga terjadi di laboratorium, namun kejadiannya sangat jarang. Di Amerika Latin, penularan melalui kelelawar vampire yang terinfeksi kepada binatang domestik sering terjadi. Di Amerika Serikat kelelawar pemakan serangga jarang menularkan rabies kepada binatang di darat baik kepada binatang domestik maupun binatang liar. 6. Masa inkubasi Biasanya berlangsung 3-8 mingu, jarang sekali sependek 9 hari atau sepanjang 7 tahun; masa inkubasi sangat tergantung pada tingkat keparahan luka, lokasi luka yang erat kaitannya dengan keadatan jaringan saraf di lokasi luka dan jarak luka dari otak, dan tergantung pula dengan jumah dan strain virus yang masuk, serta tergantung dari perlindungan oleh pakaian dan faktor-faktor lain. Masa inkubasi yang panjang terjadi pada individu prepubertal. 7. Masa penularan Pada anjing dan kucing, biasanya 3-7 hari sebelum munclnya gejala klinis (jarang lebih dari 4 hari) dan selama periode sakit. Masa penularan yang lebih panjang sebelum munculnya gejala klinis (yaitu 14 hari) telah diamati di Ethiopia pada strain virus rabies pada anjing. Pada satu studi diketahui kelelawar mengeluarkan virus melali tinjanya 12 hari sebelum sakit, pada studi yang lain skunk mengeluarkan virus melalui tinjanya untuk palng sedikit 8 hari sebelum munculnya gejala klinis. Skunk mungkin mengeluarkan virus sampai 18 hari sebelum mati. 8. Kerentanan dan kekebalan Semua mamalia rentan terhadap rabies dengan berbagai tingkatan yang sangat dipengaruhi oleh strain virus. Manusia paling resisten terhadap infeksi dibandingkan dengan banyak spesies binatang, hanya sekitar 40% dari orang Iran yang dipastikan digigit binatang yang menderita rabies berkembang menjadi sakit. 430 9. Cara-cara pemberantasan A. Cara-cara pencegahan 1) Lakukan pendaftaran, berikan lisensi dan imunisasi kepada semua anjing di negara-negara enzootik; tangkap dan bunuh binatang yang tidak ada pemiliknya dan berkeliaran di jalanan. Imunisasi semua kucing. Berikan penyuluhan kepada pemilik binatang peliharaan dan kepada masyarakat tentang pentingnya pemberantasan terhadap kucing dan anjing (bahwa hewan peliharaan harus diikat bila berada di tempat ramai kalau tidak bisa dikandangkan, bahwa kalau ada hewan yang berkelakuan aneh atau yang sakit baik hewan domestik maupun hewan liar, hewan ini mungkin berbahaya dan sebaiknya tidak diambil atau disentuh. Kalau ditemukan anjing atau binatang berperilaku aneh dan binatang yang menggigit manusia atau menggigit binatang lainnya segera laporkan kepada polisi dan atau kepada petugas kesehatan setempat. Binatang tersebut harus ditangkap, dikandangkan untuk diobservasi sebagai upaya pencegahan terhadap rabies; dan binatang liar tadi jangan dipelihara sebagai binatang peliharaan. Oleh karena upaya memberantas dan mengurangi populasi anjing secara terus-menerus merupakan upaya yang efektif. 2) Pertahankan kegiatan surveilans aktif terhadap rabies pada binatang. Kapasitas laboratorium harus dikembangkan untuk dapat melakukan pemeriksaan FA pada semua jenis binatang liar yang terpajan dengan manusia atau terpajan dengan binatang peliharaan dan pemeriksaan terhadap semua binatang peliharaan yang secara klinis diduga mengidap rabies. Berikan penyuluhan kepada dokter, dokter hewan dan petugas pengawasan binatang agar menangkap atau membunuh atau melakukan pemeriksaan laboratorium pada binatang yang terpajan dengan manusia atau terpajan dengan binatang peliharaan. 3) Penahanan dan observasi klinis selama 10 hari dlakukan terhadap anjing atau kucing yang walaupun tampak sehat dan diketahui telah menggigit orang (sedangkan anjing atau kucing yang tidak ada pemiliknya dapat langsung dibunuh dan diperiksa untuk rabies dengan mikroskop fluorescence); anjing dan kucing yang menunjukkan gejala mencurigakan teradap kemungkinan rabies harus dibunuh dan diperiksa untuk rabies. Bila binatang yang menggigit terinfeksi pada waktu menggigit, gejala rabies akan muncul dalam waktu 4-7 hari, dengan timbulnya perubahan perlaku dan eksitabilitas atau terjadi kelumpuhan dan diikuti dengan kematian. Semua binatang liar yang telah menggigit manusia harus dibunuh segera dan otaknya diambil dan diperiksa untuk pembuktian rabies. Pada kasus gigitan oleh binatang peliharaan yang berperilaku normal atau oleh binatang yang sangat mahal atau oleh binatang di kebun binatang maka lebih tepat untuk dipertimbangkan pemberian profilaksis pasca pajanan keada korban gigitan dan sebagai ganti pemusnahan binatang dilakukan karantina selama 3-12 minggu. 4) Segera kirim ke laboratorium, kepala utuh dari binatang yang mati dan kepada yang dicurigai rabies, dikemas dalam es (tidak beku), untuk dilakukan pemeriksaan antigen viral dengan pewarnaan FA, atau bila pemeriksaan ini tidak tersedia, dengan pemeriksaan mikroskopis untuk badan Negri, diikuti dengan inokulasi pada tikus. 5) Segera bunuh anjing atau kucing yang tidak diimunisasi dan yang telah digigit oleh binatang liar, apabila pilihannya adalah mengurung maka kurunglah binatang 431 tersebut pada kandang atau kurungan yang terbukti aman untuk paling sedikit 6 bulan dibawah supervisi dokter hewan dan diimunisasi dengan vaksin rabies 30 hari sebelum dilepas. Bila binatang tersebut sudah pernah diimunisasi, lakukan imunisasi ulang dan tahan (diikat atau dikurung) binatang tersebut paling sedikit selama 45 hari. 6) Imunisasi dengan vaksin oral untuk reservoir binatang liar yaitu vaksin yang berisi virus yang telah dilemahkan atau vaksin vektor recombinant telah terbukti efektif dapat mengeliminasi rabies pada rubah di sebagian Eropa dan Kanada. Teknik ini sedang dievaluasi di Amerika Serikat dengan menggunakan droping dari udara dengan umpan yang berisi vaksin recombinant. 7) Koordinasikan program pemberantasan rabies dengan bekerja sama dengan otoritas suaka binatang liar untuk mengurangi populasi rubah, skunk, racoon, dan binatang darat liar lainnya yang merupakan host dari sylvatic rabies di daerah enzootik yang mengitari daerah perkemahan atau daerah hunian manusia. Apabila kegiatan depopulasi terhadap binatang tersebut secara lokal telah dilakukan, harus dipertahankan untuk menahan terjadinya peningkatan kembali populasi binatang tadi dari daerah sekitarnya. 8) Oran yang berisiko tinggi (dokter hewan, petugas suaka alam dan petugas keamanan taman di daerah enzootik atau epizootik, petugas pada karantina, laboratorium dan petugas lapangan yang bekerja dengan rabies dan wisatawan yang berkunjung dalam waktu yang lama ke daerah endemis rabies) harus diberi imunisasi prapajanan. Ada 3 jenis vaksin rabies yang beredar di pasaran di Amerika Serikat yaitu Human Diploid Cell Rabies Vaccine (HDCV), satu jenis vaksin inaktivasi yang dibuat dari virus yang ditumbuhkan pada kultur sel diploid manusia; kemudian Rabies Vaccine Adsorbed (RVA), yaitu jenis vaksin inaktivasi yang ditumbuhkan pada sel diploid rhesus; dan jenis vaksin yang ketiga adalah Purified Chick Embryo Cell Vaccine (PCBC), vaksin inaktivasi yang ditumbuhkan pada kultur primer dari firboblast ayam. (Vaksin kultur sel yang poten dari jenis lain tersedia di negara lain). Setiap jenis vaksin dapat diberikan dalam tiga dosis masing-masing 1,0 cc (IM) pada hari 0, 7 dan hari ke-21 atau ke-28. Regimen ini cukup memuaskan sehingga pemeriksaan serologis pasca imunisasi tidak dilakukan secara rutin kecuali pada kelompok tertentu yang berisiko tinggi atau orang yang mengalami immunodeficiency. Bila risiko pajanan berlanjut, maka pemberian booster dosis tunggal atau pemeriksaan serum untuk melihat antibodi neutralizing dilakukan setiap 2 tahun, dengan dosis booster kalau ada indikasi. HCDV juga telah disetujui untuk dipakai untuk imunisasi prapajanan dengan pemberian intradermal (ID) sebesar 0,1 cc diberikan pada hari ke-0, 7 dan 21 atau 28. Bila imunisasi diberikan untuk persiapan perjalanan ke daerah endemis rabies, 30 hari atau lebih harus dilewati terlebih dahulu setelah dosis ketiga diberikan sebelum berangkat, kalau tidak maka pemberian imunisasi harus IM. Imunisasi ID, secara umum memberikan hasil yang sangat bagus di Amerika Serikat, namun respons antibodi rata-rata agak rendah dan durasinya mungkn lebih pendek dibandingkan dengan dosis 1 cc IM. Namun respons antibodi untuk imunisasi ID berubah-ubah pada beberapa kelompok yang sedang mendapatkan pengobatan chloroquine sebagai chemoprophylaxis antimalaria, sehingga pemakaian ID tidak dianjurkan pada situasi ini kecuali di 432 tempat tersebut tersedia fasilitas untuk pemeriksaan sera untuk melihat titer antibodi neutralizing. Walaupun respons kekebalan tidak pernah dievaluasi secara struktural untuk antimalaria sejenis chloroquine (mefloquine, hydroxychloroquine), maka kewaspadaan serupa bagi individu yang menrima obat ini harus dilakukan. RVA dan PCBC jangan diberikan intradermal. 9) Pencegahan rabies setelah gigitan binatang (profilaksis pasca pajanan) seperti berikut: a. Pengobatan luka gigitan Cara yang paling efektif untuk mencegah rabies adalah dengan segera dan dengan secara seksama membersihkan luka gigitan atau cakaran binatang dengan sabun atau detergen lalu dibasuh dengan air. Luka sebaiknya tidak dijahit kecuali dengan alasan kosmetik yang tidak dapat dihindarkan atau untuk alasan dukungan jaringan. Bila diperlukan jahitan, dilakukan setelah pemberian infiltrasi lokal antiserum (lihat 9b di bawah); jahitan tidak boleh terlalu erat dan tidak menghalangi pendarahan dan drainase. b. Proteksi imunologi spesifik Pencegahan imunologis terhadap rabies pada manusia adalah dengan memberikan Human Rabies Immunoglobulin (HRIG) secepat mungkin setelah terpajan untuk menetralisir virus pada luka gigitan, kemudian berikan vaksin pada tempat yang berbeda untuk mendapatkan imunitas aktif. Hanya HRIG yang diijinkan di Amerika Serikat, sedangkan Immunoglobulin (IG) equine murni (ERIG) tersedia di negara-negara lain. Dari hasil studi pada binatang didapatkan bahwa penyakit pada manusia yang disebabkan Lyssavirus kelelawar Australia dapat dicegah dengan pemberian vaksin rabies dan imunoglobulin rabies, dan profilaksis pasca paparan direkomendasikan untuk orang yang digigit atau dicakar oleh semua jenis kelelawar di Australia, sebaliknya vaksin rabies tidak efektif untuk pengobatan lyssavirus kelelawar Afrika. Imunisasi pasif: HRIG digunakan dengan dosis tunggal 200 IU/kg BB; setengahnya disuntikkan kedalam dan sekitar luka jika memungkinkan, dan sisanya diberikan IM. Bila serum binatang yang digunakan, maka intradermal atau subkutan harus dilakukan terlebih dahulu untuk mendeteksi sensitivitas alergi dan dosisnya harus dinaikkan sampai dengan sebesar 40 IU/kg. Vaksin: Sebaiknya yang dipakai adalah HDCV (atau RVA) dalam 5 dosis 1,0 cc IM pada daerah deltoid. Dosis pertama diberikan segera setelah gigitan (pada saat yang sama diberikan dosis tunggal HRIG, dan dosis lainnya pada hari ke-3, 7, 14 dan 28-35 hari setelah dosis pertama. (Rute intradermal pada banyak tempat selama ini telah banyak digunakan di banyak negara untuk tujuan profilaksis pasca paparan, namun cara ini tidak diijinkan di Amerika Serikat). Pada individu dengan kemungkinan imunodefisiensi, spesimen serum darah harus diambil setelah pemberian dosis terakhir vaksin dan diperiksa untuk melihat titer antibodi rabies. Apabila muncl reaksi sensitisasi setelah imunisasi, konsulkan ke Departemen Kesehatan atau Konsultan Penyakit Infeksi untuk petunjuk selanjutnya. Bila orang tersebut sebelumnya telah mendapatkan dosis lengkap imunisasi rabies dengan vaksin yang telah 433 mendapat lisensi, atau timbul antibodi neutralisasi setelah imunisasi prapajanan (liat 9 AB di atas), atau setelah pemberian regimen pasca pajanan, maka hanya 2 dosis vaksin yang diperlukan, satu dosis diberikan segera dan satu dosis lagi diberikan 3 hari kemudian. Dengan pajanan yang hebat (misalnya gigitan di kepala) dosis ketiga diberikan pada hari ke-7. HRIG tidak digunakan dalam regimen ini. c. Hal-hal yang diuraikan berikut ini adalah sebagai petunjuk umum yang harus dilakukan dalam upaya profilaksis terhadap rabies dalam berbagai situasi yang berbeda: - Apabila seseorang digigit binatang/anjing dan bukan karena provokasi, dan binatang tersebut tidak tertangkap dan di daerah tersebut rabies menyerang spesies binatang tersebut, maka kepada korban gigitan diberikan HRIG dan vaksin. Gigitan oleh karnivora liar dan kelelawar orang tersebut dianggap potensial terpajan dengan rabies, kecuali dibuktikan negatif dengan pemeriksaan laboratorium. - Apabila fasilitas pemeriksaan laboratorium tersedia, maka anjing yang menggigigt tersebut harus dibunuh segera (dihadiri oleh pemilik dan petugas kesehatan) dan diambil otaknya untuk diperiksa dengan teknik FA. Hasil pemeriksaan laboratorium ini akan menentukan apakah seseorang memerlukan pengobatan anti rabies ataukah tidak. - Keputusan untuk memberikan HRIG atau vaksin segera setelah terpajan dengan anjing atau kucing, atau selama dilakukan pengawasan terhadap binatang tersebut (lihat uraian pada seksi 9A3 di atas) didasarkan kepada: perilaku binatang tersebut selama dilakukan observasi; apakah di daerah tersebut ada rabies dan kondisi gigitan (lihat penjelasan di bawah). d. Pemberian imunisasi dengan vaksin rabies yang beredar saat ini risiko terkena ensefalitis pasca imunisasi sangat kecil sekali; selama ini hanya ada 2 kasus transient neuroparalytic yang dlaporkan terjadi di Amerika Serikat. Timbulnya reaksi lokal seperti rasa sakit, eritema dan pembengkakan atau gatal di daerah swuntikan dilaporkan terjadi pada 25% dari mereka yang menerima 5 dosis vaksin1,0 cc. Dan reaksi sistemik sedang seperti sakit kepala, mual, sakit pada otot, pusing dan sakit perut dilaporkan terjadi pada 20% penerima vaksin. Reaksi ”serum sickness” seperti urtikaria primer gatal di seluruh tubuh dan dengan ronchi pada paru-paru jarang dilaporkan terjadi. Namun dilaporkan 6% dari orang yang menerima dosis booster profilaksis prapajanan timbul reaksi hipersensitivitas 2-21 hari setelah pemberian HDCV. Gejala hipersensitivitas tersebut berupa timbul ruam seluruh tubuh disertai gatal, urtikaria, arthralgia, arthritis, angiodema, nausea, muntah, demam dan malaise. Gejala-gejala ini dapat diatasi dengan pemberian antihistamin, responsnya cukup baik; namun beberapa kasus memerlukan corticosteroid atau epinephrine. Mereka yang terpajan dengan rabies dan menunjukkan reaksi hipersensitivitas seperti tersebut di atas, pemberian imunisasi harus diteruskan sampai dosis lengkap dengan catatan reaksi hipersensitivitas tersebut dapat diobati. Hanya 1% dari mereka yang menerima dosis booster RVA yang menunjukkan reaksi alergi sistemik. Belum pernah dilaporkan adanya reaksi hipersensitivitas yang bermakna setelah pemberian HRIG (berasal dari manusia), namun 5-40% dari 434 mereka yang diberikan antisera yang berasal dari serum binatang menunjukkan reaksi hipersensitivitas berupa ”serum sickness”. Globulin imun yang telah dimurnikan dan yang beredar saat ini terutama yang dibuat dari serum kuda, hanya 1% dari orang yang menerima globulin imun yang menunjukkan reaksi hipersensitivitas. Seluruh risiko terhadap kemungkinan timbulnya reaksi hipersensitivitas seperti yang diuraikan di atas harus dipertimbangkan dengan risiko kemungkinan terkena rabies. e. Tatalaksana terhadap luka gigitan binatang diambil dari ”the Eight Report of the WHO Expert Committee on Rabies” , tahun 1992 dan dari USPHS Advisory Committee on Immunization Practice (MMWR, Rabies Prevention-United States, 1999;48 No. RR-1; Januari 1999. Tatalaksana terhadap luka gigitan binatang seperti yang diuraikan berikut ini: Check list untuk Pengobatan terhadap Gigitan Binatang: 1) Bersihkan dan basuh luka dengan segera (pertolongan pertama). 2) Bersihkan luka dengan seksama dibawah supervisi medis. 3) Berikan rabies immunoglobulin dan atau vaksin anti rabies sesuai dengan indikasi. 4) Berikan profilaksis terhadap tetanus dan berikan pengobatan antibakterial bila diperlukan. 5) Luka jangan dijahit atau ditutup kecuali kalau tidak dapat dihindari. B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekiarnya 1) Laporan ke instansi kesehatan setempat: Kasus wajib dilaporkan di hampir seluruh negara bagian dan negara-negara di dunia Kelas 2 A (lihat laporan tentang penyakit menular). 2) Isolasi: Lakukan isolasi kontak terhadap sekret saluran pernafasan selama sakit. 3) Disinfeksi serentak: Lakukan disinfeksi terhadap saliva dan barang-barang yang tercemar saliva. Walaupun penularan dari penderita kepada petugas yang merawat belum pernah dilaporkan terjadi, namun petugas tersebut perlu diberikan peringatan tentang bahaya penularan dari liur dan pada saat bertugas harus memakai sarung tangan karet, pakaian pelindung dan proteksi muka untuk menghindari pajanan dari penderita yang batuk ke muka petugas. 4) Karantina: Tidak perlu. 5) Imunisasi kontak: Kontak dengan luka terbuka atau mereka yang terpajan dengan liur penderita terutama kalau yang terpajan adalah selaput lendir, harus menerima pengobatan khusus anti rabies (lihat 9A, 9B, di atas). 6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Cari dan temukan binatang yang menderita rabies serta orang atau binatang lain yang digigit oleh binatang tersebut. 7) Pengobatan spesifik: Untuk penderita rabies klinis, dilakukan perawatan suportif yang intensif. C. Upaya Penanggulangan Wabah (Epizootic): Prosedur penanggulangan wabah hanya diterapkan pada binatang dan pada kasus sporadic pada manusia: 1) Membentuk wilayah penanggulangan dibawah otoritas hukum setempat, peraturan kesehatan masyarakat serta peraturan daerah, bekerja sama secara lintas sektoral dengan otoritas suaka binatang liar dan otoritas yang mengurusi kesehatan hewan. 435 2) Lakukan imunisasi terhadap anjing dan kucing dengan biaya dan digerakkan oleh pemerintah, intensifikasikan program imunisasi massal pada pos-pos imunisasi sementara atau darurat. Untuk memberi perlindungan terhadap binatang domestik lainnya, harus digunakan vaksin yang tepat untuk setiap jenis binatang. 3) Di daerah perkotaan di Amerika Serikat dan di negara-negara maju lainnya, penerapan peraturan yang ketat diberlakukan untuk melakukan penangkapan, penahanan serta pembunuhan terhadap anjing-anjing tana pemilik yang berkeliaran di jalanan dan terhadap anjing yang tidak diimunisasi dan ditemukan keluar dari halaman pemiliknya. Pembatasan populasi anjing dengan pengibiran, sterilisasi atau dengan racun terbukti sangat efektif dalam memutus rantai penularan. 4) Imunisasi terhadap binatang liar dengan menggunakan umpan berisi vaksin telah berhasil menanggulangi rabies pada populasi rubah di Eropa Barat dan Kanada dan saat ini masih dalam tahap uji klinis di Amerika Serikat; uji coba ini diharapkan dapat membuktikan efektivitas cara ini dalam menanggulangi penyebaran penyakit rabies di area epizootik. D. Implikasi bencana: Akan menjadi masalah besar apabila rabies pertama kali muncul di suatu wilayah yang belum pernah melaporkan kasus rabies. Dan juga menjadi masalah apabila rabies merupakan penyait enzootik di daerah dimana banyak binatang liar dan anjing liar. E. Tindakan Internasional 1) Di negara-negara bebas rabies, peraturan yang ketat diterapkan kepada angkutan umum dan terhadap wisatawan dengan hukum yang berlaku di negara tersebut. Peraturan tersebut mewajibkan antara lain dilakukan karantina selama 4-6 bulan, pemberian imunisasi terhadap hewan, sertifikasi kesehatan dan sertifikasi asal dari hewan, identifikasi mikrochip dari hewan yang diangkut. 2) Manfaatkan Pusat-pusat Kerja sama WHO. 436 PETUNJUK PROFILAKSIS PASCA PAJANAN TERHADAP RABIES1) Rekomendasi yang diuraikan di bawah ini hanyalah merupakan pegangan umum saja. Dalam menerapkan petunjuk ini, pertimbangkan spesies binatang yang terlibat, keadaan luka gigitan dan kondisi pajanan jenis lain, status imunisasi dari binatang dan adanya rabies di wilayah tersebut. Apabila ada pertanyaan tentang perlu tidaknya dilakukan tindakan profilaksis, lakukan konsultasi dengan petugas kesehatan setempat, propinsi atau petugas kesehatan Pusat. Jenis Binatang Penilaian terhadap Sifat/Keadaan Binatang Rekomendasi Profilaksis Pasca Pajanan Anjing, kucing dan berang-berang Sehat dan memungkinkan untuk dilakukan observasi selama 10 hari Menderita rabies atau diduga rabies Tidak diketahui Pemberian profilaksis kepada manusia jangan dimulai sebelum binatang menunjukkan gejala klinis rabies. *) Imunisasi segera Konsul petugas kesehatan Skunks, racoon, rubah dan karniora pemakan daging lainnya; kelelawar Dianggap menderita rabies kecuali dengan pemeriksaan labratorium terbukti negatif **) Pertimbangkan pemberian imunisasi segera Ternak, tikus kecil, lagomorphs (kelinci), rodentia besar (woodchucks dan beaver) dan binatang menyusui lainnya. Pertimbangkan secara individual. Konsultasi dengan petugas kesehatan. Gigitan oleh bajing, hamster, marmut, gerbils, chipmunk, tikus, mencit, binatang pengerat kecil lainnya, kelinci, hamir tidak pernah membutuhkan profilaksis pasca pajanan dengan anti rabies. *) Selama 10 hari masa observasi, segera berikan profilaksis pasca pajanan pada saat terlihat tanda-tanda awal rabies pada anjing, kucing dan berang-berang yang telah menggigit seseorang. Apabla binatang tersebut menunjukkan tandatanda klinis rabies, binatang tersebut harus segera dibunuh dan dilakukan pemeriksaan laboratorium. **) Binatang harus secepat mungkin dibunuh dan dilakukan pemeriksaan laboratorium. Memperpanjang masa observasi tidak dibenarkan. Hentikan pemberian imunisasi apabila tes immunofluorescence memberikan hasil negatif. 1) Diadaptasi dari Rekomendasi pada Immunization Practice Advisory Committee (ACIP), MMWR Recommendations and Reports, Vol. 48/No. RR-1; 1999.




 

No comments:

Post a Comment