script src='http://elmubarok.googlecode.com/files/floating1.js' type='text/javascript'/>

http://ikkibondenkkesmas.blogspot.com/2010/03/about-me.html

Kata Rasullullah ada tiga amalan yang jika dikerjakan maka Amalnya akan mengalir meskipun yang mengamalkannya telah meninggalal dunia diantaranya adalah ILMU BERMANFAAT YANG DIAJARKAN.

Monday, 2 February 2009

GASTRITIS YANG DISEBABKAN OLEH HELICOBACTER PYLORI

Postingan kali ini bersumber dari E-Book dengan Judul Manual Pemberantasan Penyakit Menular, by James Chin, MD, MPH Editor dan Dr, I Nyoman Kandun, MPH Edisi Ke 17 tahun 2000

GASTRITIS YANG DISEBABKAN OLEH HELICOBACTER PYLORI
ICD-9 535; ICD-10 K29
1. Identifikasi
Adalah infeksi bakteri yang menyebabkan gastritis kronis, terutama pada bagian antrum dari lambung dan menyebabkan terjadinya ulous pada usus dua belas jari. Pengobatan untuk menghilangkan patogen penyebab dapat menyembuhkan gastritis dan ulcus duodenum. Terjadinya adenocarcinoma dan ulcus pada lambung secara epidemiologis dikaitkan juga dengan infeksi H. pylori.
Diagnosa dibuat dengan spesimen biopsi lambung dengan kultur, pemeriksaan histologis atau dengan pemeriksaan urease dari H. pylori, menggunakan peralatan yang tersedia di pasaran. Organisme membutuhkan media makanan untuk tumbuh, seperti pada media Brain-Heart Infusion Agar dengan penambahan darah kuda. Media selektif dikembangkan untuk mencegah tumbuhnya kontaminan pada saat membiakkan spesimen biopsi lambung. Biakan harus dipanaskan pada suhu 37°C (98.7°F) pada kondisi mikroaerofilik selama 3 sampai dengan 5 hari. Pemeriksaan spesifik 13C atau 14C urea based breath tests 224
juga bisa digunakan untuk menegakkan diagnosis dan prosedur pemeriksaan ini didasarkan pada aktivitas urease yang tinggi dari organisme tersebut. Pengukuran titer antibodi spesifik juga dapat dilakukan, biasanya dengan ELISA.
2. Penyebab Penyakit
Helicobacter pylori adalah kuman Gram negatif, basil yang berbentuk kurva dan batang. Berbagai spesies yang berbeda dari Helicobacter telah ditemukan pada binatang lain; H. cinaedi dan H. fennelliae dikaitkan dengan terjadinya diare pada laki-laki homoseksual.
3. Distribusi Penyakit
H. pylori ditemukan tersebar di seluruh dunia. Hanya sebagian kecil saja orang yang terinfeksi bakteri ini akan menderita ulcus doudenum. Walaupun sebagian besar orang-orang yang terinfeksi organisme ini mempunyai bukti histologis gastritis di lambung, namun sebagian besar penderita asimtomatis. Penelitian serologis yang dilakukan secara cross-sectional memperlihatkan bertambahnya prevalensi penyakit ini sesuai dengan pertambahan usia. Kelompok dengan tingkat sosial ekonomi lemah terutama anak-anak sering terserang infeksi ini. Di negara-negara berkembang, lebih dari 75% orang dewasa terinfeksi, dan infeksi sering terjadi terutama pada anak-anak. Sekitar 20-50% orang dewasa di negara-negara maju terinfeksi H. pylori.
4. Reservoir
Hanya manusia yang menjadi reservoir H. pylori. Kebanyakan orang yang terinfeksi tidak menampakkan gejala dan apabila tidak diberi pengobatan penyakit ini akan bertahan seumur hidup. Isolasi dari H. pylori dari daerah selain lambung seperti dari ludah dan tinja pernah dilaporkan, namun jarang.
5. Cara-cara Penularan
Cara-cara penularan belum diketahui dengan jelas, namun dapat dipastikan infeksi terjadi sebagai akibat menelan organisme penyebab penyakit tersebut. Penularan diasumsikan terjadi melalui oral-oral (mulut ke mulut) dan atau fekal-oral (anus-mulut). H. pylori ditularkan melalui alat-alat gastroskopi dan elektroda pH yang tidak didekontaminasi dengan sempurna.
6. Masa Inkubasi
Data yang dikumpulkan dari 2 orang sukarelawan yang menelan 106 – 109 organisme menunjukkan bahwa gejala gastritis terjadi dalam waktu 5-10 hari. Tidak ada informasi lain tentang ukuran inoculum yang dapat menyebabkan sakit atau lamanya masa inkubasi.
7. Masa Penularan
Tidak diketahui. Karena infeksi bisa terjadi dalam waktu yang lama, maka orang yang terinfeksi secara potensial dapat menularkan penyakit ini seumur hidupnya. Tidak diketahui apakah pasien yang terinfeksi akut akan lebih infeksius dibandingkan dengan orang yang terinfeksi dalam jangka waktu lama. Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa penderita dengan kadar asam lambung rendah mungkin akan lebih infeksius. 225
8. Kerentanan dan Kekebalan
Semua orang diperkirakan rentan terinfeksi. Walaupun bertambahnya usia dan tingkat sosial-ekonomi yang lemah merupakan dua faktor risiko terpenting untuk terkena infeksi, ada sedikit data yang tidak bisa diabaikan begitu saja tentang kerentanan atau kekebalan seseorang. Diperkirakan bahwa ada berbagai faktor pendukung (cofactor) penting untuk dapat terjadinya penyakit tersebut. Tidak timbul imunitas sesudah infeksi.
9. Cara-cara Pemberantasan
A Upaya Pencegahan
1) Orang yang tinggal di lingkungan yang tidak padat penduduk dan lingkungan yang bersih akan mempunyai risiko lebih kecil untuk terkena H. pylori
2) Lakukan disinfeksi lengkap terhada alat-alat gastroskopi, elektroda pH dan alat-alat medis lain yang pengoperasiannya dimasukkan kedalam perut.

B Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan Sekitar
1) Laporan kepada petugas kesehatan setempat: Laporan resmi tidak diperlukan, Kelas 5 (lihat pelaporan tentang penyakit menular)
2) Isolasi: Tidak diperlukan.
3) Disinfeksi serentak: Disinfeksi dilakukan pada alat-alat medis yang dimasukkan kedalam lambung.
4) Karantina: Penderita yang terinfeksi H. pylori tidak perlu ditempatkan pada ruang karantina yang terpisah.
5) Imunisasi kontak: Tidak ada vaksin yang tersedia pada saat ini.
6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Tidak produktif.
7) Pengobatan spesifik: Pengobatan bagi penderita asimtomatis tetap menjadi kontroversi. Ada berbagai cara pengobatan yang tersedia saat ini untuk menghilangkan infeksi pada orang-orang yang menunjukkan gejala yang diperkirakan disebabkan oleh H. pylori. Pengobatan yang paling berhasil adalah penderita diberi kombinasi antimikroba selama 2 hingga 4 minggu. Tujuan dari pengobatan ini adalah untuk memusnahkan dan menghilangkan infeksi bukan untuk menghilangkan secara sementara. Contoh dari kombinasi obat-obatan ini adalah: a) Metronidazole dan Amoxycillin atau Tetracycline dengan senyawa bismuth seperti Pepto-Bismol®, atau b) Metronidazole dan Amoxycillin dengan inhibitor pemompa proton seperti omeprazole (Prilosec®). Angka eradikasi mencapai hingga 90% telah dilaporkan dengan menggunakan kombinasi tersebut. Jika infeksi tidak hilang, dengan pengobatan ini sebaiknya dilakukan pemeriksaan isolat untuk tes resistensi terhadap antibiotika. Ulcus dapat terjadi lagi pada penderita yang sebelumnya telah diobati namun bakteri penyebabnya belum musnah. Di negara-negara berkembang, infeksi ulang sesudah dilakukan eradikasi terhadap organisme penyebab jarang terjadi. Tidak ada data mengenai angka infeksi ulang di negara berkembang.

C. Penanggulangan Wabah: Tidak ada.
D. Implikasi Bencana: Tidak ada.
E. Tindakan Internasional: Tidak ada.

HEPATITIS, VIRUS ICD-9 070, ICD-10 B15-B19
Beberapa jenis infeksi oleh virus ini dikelompokkan kedalam viral hepatitides oleh karena virus tersebut merupakan virus hepatotropik dan mempunyai persamaan dalam gejala klinis, namun berbeda dalam etiologi dan dalam beberapa ciri epidemiologis, imunologis, klinis dan patologis. Upaya pencegahan dan pemberantasan terhadap masing-masing virus sangat berbeda. Sehingga masing-masing akan dibahas lebih lanjut secara terpisah. 251
I. VIRAL HEPATITIS A ICD-9 070.1; ICD-10 B15
(Infectious hepatitis, Epidemic hepatitis, Epidemic jaundice, Catarrhal jaundice, hepatitis tipe A, HA)
1. Identifikasi
Gejala hepatitis A pada orang dewasa di wilayah nonendemis biasanya ditandai dengan demam, malaise, anoreksia, nausea dan gangguan abdominal, diikuti dengan munculnya ikterus dalam beberapa hari. Di sebagain besar negara bekembang, infeksi virus hepatitsi A terjadi pada masa kanak-kanak umumnya asimtomatis atau dengan gejala sakit ringan. Infeksi yang terjadi pada usia selanjutnya hanya dapat diketahui dengan pemeriksaan laboratorium terhadap fungsi hati. Penyakit ini mempunyai gejala klinis dengan spektrum yang bervariasi mulai dari ringan yang sembuh dalam 1-2 minggu sampai dengan penyakit dengan gejala yang berat yang berlangsung sampai beberapa bulan. Lebih jauh, perjalanan penyakit yang berkepanjangan dan kambuh kembali dapat terjadi dan penyakit berlangsung lebih dari 1 tahun ditemukan pada 15% kasus; tidak ada infeksi kronis pada hepatitis A. Konvalesens sering berlangsung lebih lama. Pada umumnya, penyakit semakin berat dengan bertambahnya umur, namun penyembuhan secara sempurna tanpa gejala sisa dapat terjadi. Kematian kasus dilaporkan terjadi berkisar antara 0.1% - 0.3%, meskipun kematian meningkat menjadi 1.8% pada orang dewasa dengan usia lebih dari 50 tahun; seseorang dengan penyakit hati kronis apabila terserang hepatitis A akan meningkat risikonya untuk menjadi hepatitis A fulminan yang fatal. Pada umumnya, hepatitis A dianggap sebagai penyakit dengan case fatality rate yang relatif rendah.
Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya antibodi IgM terhadap virus hepatitis A (IgM anti-HAV) pada serum sebagai pertanda yang bersangkutan menderita penyakit akut atau penderita ini baru saja sembuh. IgM anti-HAV terdeteksi dalam waktu 5-10 hari setelah terpajan. Diagnosa juga dapat ditegakkan dengan meningkatnya titer antibodi spesifik 4 kali atau lebih dalam pasangan serum, antibodi dapat dideteksi dengan RIA atau ELISA. (Kit untuk pemeriksaan IgM dan antibodi total dari virus tersedia luas secara komersial). Apabila pemeriksaan laboratorium tidak memungkinkan untuk dilakukan, maka bukti-bukti epidemiologis sudah dapat mendukung diagnosis.
2. Penyebab Penyakit
Penyebab penyakit adalah virus hepatitis A HAV), picornavirus berukuran 27-nm (yaitu virus dengan positive strain RNA). Virus tersebut dikelompokan kedalam Hepatovirus, anggota famili Picornaviridae.
3. Distribusi Penyakit
Tersebar di seluruh dunia, muncul sporadis dan sebagai wabah, dahulu dengan kecenderungan muncul secara siklis. Di negara sedang berkembang, orang dewasa biasanya sudah kebal dan wabah hepatitis A (HA) jarang terjadi. Namun adanya perbaikan sanitasi lingkungan di sebagian besar negara di dunia ternyata membuat penduduk golongan dewasa muda menjadi lebih rentan sehingga frekuensi terjadi KLB cenderung meningkat. Di negara-negara maju, penularan penyakit sering terjadi karena kontak dalam lingkungan keluarga dan kontak seksual dengan penderita akut, dan juga muncul secara sporadis di tempat-tempat penitipan anak usia sebaya, menyerang wisatawan yang bepergian ke negara dimana penyakit tersebut endemis, menyerang pengguna suntikan 252
pecandu obat terlarang dan pria homoseksual. Didaerah dengan sanitasi lingkungan yang rendah, infeksi umumnya terjadi pada usia sangat muda. Di Amerika Serikat, 33% dari masyarakat umum terbukti secara serologis sudah pernah terinfeksi HAV.
Dinegara maju wabah sering berjalan dengan sangat lambat, biasanya meliputi wilayah geografis yang luas dan berlangsung dalam beberapa bulan; wabah dengan pola ”Common source” dapat meluas dengan cepat. Di Amerika Serikat, puncak siklus wabah secara nasional terjadi pada tahun 1961, 1971 dan 1989. Selama terjadi KLB, petugas dan para pengunjung tempat penitipan anak, pria dengan banyak pasangan seksual dan para pecandu Napza yang menggunakan suntikan mempunyai risiko lebih tinggi tertulari daripada penduduk pada umumnya. Namun, hampir separuh dari kasus, dan sumber infeksi tidak diketahui. Penyakit ini sangat umum menyerang anak-anak sekolah dan dewasa muda. Pada tahun-tahun belakangan ini, KLB yang sangat luas penularannya umumnya terjadi di masyarakat, namum KLB karena pola penularan ”Common source” berkaitan dengan makanan yang terkontaminasi oleh penjamah makanan dan produk makanan yang terkontaminasi tetap saja terjadi. KLB pernah dilaporkan terjadi diantara orang-orang yang bekerja dengan primata yang hidup liar.
4. Reservoir
Manusia berperan sebagai reservoir, jarang terjadi pada simpanse dan primata bukan manusia yang lain.
5. Cara Penularan
Dari orang ke orang melalui rute fekal-oral. Virus ditemukan pada tinja, mencapai puncak 1-2 minggu sebelum timbulnya gejala dan berkurang secara cepat setelah gejala disfungsi hati muncul bersamaan dengan munculnya sirkulasi antibodi HAV dalam darah.
Sumber KLB dengan pola ”Common source”umumnya dikaitkan dengan air yang tercemar, makanan yang tercemar oleh penjamah makanan, termasuk makanan yang tidak dimasak atau makanan matang yang tidak dikelola dengan baik sebelum dihidangkan; karena mengkonsumsi kerang (cumi) mentah atau tidak matang dari air yang tercemar dan karena mengkonsumsi produk yang tercemar seperti sla (lettuce) dan strawberi. Beberapa KLB di Amerika Serikat dan Eropa dikaitkan dengan penggunaan obat terlarang dengan jarum suntik mauoun tanpa jarum suntik dikalangan para pecandu. Meskipun jarang, pernah dilaporkan terjadi penularan melalui transfunsi darah dan faktor pembekuan darah yang berasal dari donor viremik dalam masa inkubasi.
6. Masa Inkubasi
Masa inkubasi adalah 15 sampai dengan 50 hari, rata-rata 28-30 hari
7. Masa Penularan
Dari berbagai penelitian tentang cara-cara penularan pada manusia dan dari berbagai bukti epidemiologis menunjukkan bahwa infektivitas maksimum terjadi pada hari-hari terakhir dari separuh masa inkubasi dan terus berlanjut sampai beberapa hari setelah timbulnya ikterus (atau pada puncak aktivitas aminotransferase pada kasus anicteric). Pada sebagian besar kasus kemungkinan tidak menular pada minggu pertama setelah ikterus, meskipun ekskresi virus berlangsung lebih lama (sampai 6 bulan) telah dilaporkan terjadi pada bayi dan anak-anak. Ekskresi kronis HAV dalam tinja tidak pernah dilaporkan terjadi. 253
8. Kerentanan dan Kekebalan
Semua orang rentan terhadap infeksi. Penyakit ini pada bayi dan anak-anak prasekolah jarang sekali menunjukkan gejala klinis, hal ini sebagai bukti bahwa infeksi ringan dan anicteric umum terjadi. Imunitas homologous setelah mengalami infeksi mungkin berlangsung seumur hidup.
9. Cara-cara Pemberantasan
A. Cara-cara Pencegahan
1) Berikan penyuluhan kepada masyarakat tentang sanitasi yang baik dan higiene perorangan dengan penekanan khusus tentang pentingnya untuk mencuci tangan secara benar dan pembuangan tinja pada jamban yang saniter.
2) Sediakan fasilitas pengolahan air bersih, sistem distribusi air yang baik dan sistem pembuangan air limbah yang benar.
3) Dua jenis vaksin hepatitis A inaktivasi saat ini tersedia di Amerika Serikat untuk imunisasi pra pajanan bagi anak yang berusia 2 tahun keatas. Vaksin tersebut aman dipakai, dalam uji coba ternyata cukup imunogenik dan mempunyai efikasi yang baik. Perlindungan terhadap hepatitis A klinis mungkin sudah dimulai pada sebagian besar orang 14-21 hari setelah pemberian dosis tunggal vaksin dan hampir semua orang sudah mempunyai antibodi protektif dalam 30 hari setelah pemberian dosis pertama. Dosis kedua biasanya diberikan untuk perlindungan jangka panjang. Vaksin tersebut di Amerika Serikat tidak diberi izin untuk diberikan pada anak yang berusia kurang dari 2 tahun; dosis optimal dan jadwal pemberian tepat untuk meningkatkan perlindungan pada seseorang supaya tidak terjadi interferenssi dengan antibodi yang didapat secara pasif dari ibunya belum diketahui dengan jelas.
4) Di Amerika Serikat, saat ini sedang disusun rekomendasi penggunaan vaksin hepatitis A termasuk imunisasi pra pajanan bagi orang-orang seperti yang diuraikan sebagai berikut:
a) seseorang dengan risiko tinggi terinfeksi HAV dengan segala konsekuensinya (seseorang dengan penyakit hati kronis atau kelainan faktor pembekuan darah, pria homoseksual, penggunaan suntikan pada penyalahgunaan obat-obatan, wisatawan perorangan yang bepergian ke negara endemis HAV, seseorang yang bekerja dengan primata yang terinfeksi HAV atau mereka yang bekerja di laboratorium riset HAV).
b) Anak-anak yang tinggal di lingkungan masyarakat yang secara terus-menreus mempunyai angka peningkatan risiko untuk terkena HAV.
Kontak perorangan yang terdekat (misalnya keluarga, pasangan seksual) dari pasien hepatitis A perlu diberikan pencegahan pasca pajanan dengan IG dalam 2 minggu setelah pajanan terakhir. Jika diperlukan, vaksin hepatitis A dapat diberikan secara simultan pada tempat penyuntikan yang terpisah. Efikasi vaksin hepatitis A sendiri dibandingkan dengan IG untuk pencegahan pasca pajanan belum diketahui dengan jelas.
5) Pengelolaan tempat penitipan anak dan panti-panti asuhan sebaiknya menekankan kepada upaya untuk mengurangi kemungkinan terjadi penularan melalui rute fekal-oral, termasuk dengan memberdayakan kebiasaan cuci tangan setiap saat dari toilet setelah mengganti popok dan sebelum makan.
254


Jika ditemukan satu orang penderita hepatitis A atau lebih pada suatu institusi, atau jika ditemukan penderita pada 2 atau lebih keluarga dari pengunjung institusi tersebut, maka IG harus diberikan pada para staf dan para pengunjung. Pemberian IG perlu dipertimbangkan bagi kontak anggota keluarga yang mengunjungi tempat penitipan anak dimana KLB terjadi, dan kasus tambahan ditemukan pada 3 keluarga atau lebih. Bila perlu sebagai bagian dari imunisasi rutin atau bagian dari upaya pengendalian KLB yang luas, perlu dipertimbangkan pemberian imunisasi hepatitis A kepada para pengunjung dan staf yang terlibat ataupun tidak di tempat tersebut.
6) Semua wisatawan yang bepergian ke daerah endemis tinggi atau sedang, termasuk Afrika, Timur Tengah, Asia, Eropa Timur, Amerika Tengah dan Selatan, perlu diberikan IG atau vaksin hepatitis A sebelum keberangkatan. Wisatawan diperkirakan terlindungi 4 minggu setelah pemberian vaksin dosis inisial tersebut. Vaksin hepatitis A diprioritaskan untuk diberikan kepada mereka yang merencanakan bepergian berulangkali atau bagi mereka yang akan tinggal dalam waktu yang cukup lama di daerah endemis HAV baik yang endemis tinggi maupun menengah. IG dalam dosis tunggal 0.02 ml/kg, atau 2 ml diberikan untuk orang dewasa, yang akan terpajan lebih dari 3 bulan, untuk pemajanan yang lebih lama, diberikan 0.06 ml/kg atau 5 ml dan diulang setiap 4-6 bulan apabila proses pemajanan terus berlangsung.
7) Vaksin hepatitis A harus dipetimbangkan untuk diberikan bagi masyarakat lain dengan risiko tinggi terkena hepatitis A, misalnya pria homoseksual, kepada para pemakai obat-obatan terlarang dengan suntikan dan kepada mereka yang bekerja dengan primata yang terinfeksi HAV atau bagi nereka yang bekerja di tempat-tempat riset penelitian HAV.
8) Tiram, kerang-kerangan yang berasal dari daerah tercemar harus dipanaskan pada suhu 85°- 90°C (185°-194°F) terlebih dahulu selama 4 menit atau diuapkan selama 90 detik sebelum dimakan.

B. Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan sekitar.
1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat: Laporan wajib diberikan di semua negara bagian di Amerika Serikat dan di Kanada, meskipun saat ini laporan tidak diperlukan lagi di banyak negara; Kelas 2A (lihat pelaporan tentang penyakit menular).
2) Isolasi: bagi yang terbukti positif hepatitis A, perlu dilakukan kewaspadaan enterik selama 2 minggu pertama sakit, namun tidak lebih dari 1 minggu setelah timbulnya demam dengan ikterus; pengecualian dilakukan kalau KLB terjadi di tempat pelayanan intensif neonatal dimana kewaspadaan enterik harus dilakukan secara berkelanjutan.
3) Disinfeksi serentak: pembuangan tinja, urin dan darah dilakukan dengan cara yang saniter.
4) Karantina: Tidak diperlukan.
5) Imunisasi kontak: Imunisasi pasif dengan IG (IM) 0.02 ml/kg BB, harus diberikan sesegera mungkin setelah terpajan, selama 2 minggu. Oleh karena hepatitis A tidak dapat diketahui hanya dengan melihat gejala klinis saja, maka penegakan diagnosa secara serlogis dari infeksi HAV perlu dilakukan terhadap kasus index dengan
255

pemeriksaan IgM anti-HAV, dan harus dilakukan sebelum pemberian pengobatan pasca pajanan kepada kontak. Seseorang yang sudah menerima satu dosis vaksin hepatitis A sekurang-kurangnya 1 bulan sebelum terpajan tidak memerlukan IG.
IG tidak diperlukan bagi kontak dengan penderita satu kantor, satu sekolah atau satu perusahaan. IG harus diberikan kepada mereka yang sebelumnya belum pernah diimunisasi dan yang berada dalam keadaan seperti yang diuraikan berikut ini. Jika diperlukan, vaksin hepatitis A dapat diberikan bersamaan pada tempat suntikan yang terpisah:
a) Kontak personal yang sangat dekat, termasuk anggota rumah tangga dari penderita, pasangan seksual, pengguna obat-obatan terlarang dan kontak personal dekat lainnya.
b) IG diberikan kepada mereka yang bekerja di tempat penitipan anak jika satu atau lebih kasus hepatitis A ditemukan pada anak-anak dan pekerja atau jika kasus ditemukan pada dua atau lebih keluarga yang pernah berkunjung ke tempat tersebut. IG hanya diberikan untuk kontak teman sekelas dari kasus index di tempat tersebut dimana orang tersebut tidak mengerjakan pekerjaan mengganti popok.
c) Pada KLB dengan pola ”Common source”, jika pada salah seorang penjamah makanan ditemukan menderita Hepatitis A, maka IG harus diberikan kepada seluruh penjamah makanan yang lain di tempat yang sama. Namun pemberian IG biasanya tidak diwajibkan, hal tersebut perlu dipertimbangkan jika i) penjamah makanan tersebut bertugas dalam penyiapan jenis makanan yang tidak dipanaskan; ii) terlihat bahwa penjamah makanan tersebut kebersihan perorangannya jelek atau penjamah makanan tersebut menderita diare; dan iii) IG dapat diberikan dalam 2 minggu setelah pajanan terakhir.
6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Cari kasus yang hilang dan lakukan surveilans terhadap kontak pada keluarga pasien secara terus menerus atau kalau pola KLB adalah ”Common source” maka semua penderita biasanya terpajan pada faktor risiko yang sama. Maka temukan faktor risiko yang sama tersebut.
7) Pengobatan spesifik: Tidak ada.

C. Penanganan wabah
1) Selidiki cara-cara penularan dengan teknik investigasi epidemiologis, apakah penularan terjadi dari orang ke orang atau dengan cara ”Common source” dan carilah populasi yang terpajan. Bila ditemukan musnahkan sumber infeksi “Common source”.
2) Agar pemberian vaksin hepatitis A secara efektif dalam situasi KLB yang luas di masyarakat dapat dilakukan harus mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain penentuan kelompok sasaran yang tepat untuk diberi imunisasi, kapan pemberian imunisasi awal pada kejadian KLB harus dimulai dan cakupan imunisasi dosis pertama yang tingi secara cepat harus dapat dicapai (sekitar 70% atau lebih). Upaya spesifik untuk menanggulangi KLB harus dilakukan dengan memperhatikan karakteristik epidemiologis dari hepatitis A dan ada tidaknya program imunisasi rutin hepatitis A di masyarakat. Strategi yang mungkin dapat dilakukan antara lain a) Diwilayah dimana program imunisasi hepatitis A rutin sudah ada maka lakukan percepatan pemberian imunisasi kepada anak-anak usia
256

lebih tua yang belum pernah mendapatkan imunisasi sebelumnya; b) Pada bentuk KLB yang lain, seperti KLB yang terjadi pada tempat penitipan anak, rumah sakit, lembaga dan sekolah, maka pemberian imunisasi hepatitis A rutin tidak dapat dijamin hasilnya; dan c) apabila sasaran pemberian imunisasi adalah kelompok atau wilayah (sebagai contoh: kelompok usia, kelompok risiko, wilayah cacah sensus), maka kelompok tersebut harus dipastikan dulu, kelompok mana yang mempunyai angka penyakit yang tertinggi, didasarkan pada surveilans setempat dan data epidemiologi. Dilain pihak, program imunisasi tersebut mungkin dapat mengurangi insidens penyakit hanya pada kelompok sasasaran imunisasi saja; efektivitas strategi ini untuk menghentikan KLB pada kelompok masyarakat tertentu belum diketahui dengan jelas. Penilaian terhadap efektivitas stretegi ini harus merupakan bagian dari upaya penangulangan KLB. Pemberian IG tetap merupakan strategi pokok dalam penanggulangan KLB dalam situasi tersebut diatas. Akan tetapi, apabila ada indikasi sebagai bagian dari pemberian imunisasi rutin atau sebagai bagian dari program penanggulangan KLB yang luas maka imunisasi hepatitis A dapat dipertimbangkan untuk diberikan sama dengan IG.
3) Lakukan upaya secara khusus untuk meningkatkan sanitasi lingkungan dan kebersihan perorangan untuk mengurangi kontaminasi makanan dan air dengan tinja.
4) Apabila KLB terjadi pada institusi, maka perlu dilakukan upaya pencegahan massal dengan pemberian IG dan dipertimbangkan juga pemberian imunisasi.

D. Implikasi bencana: Masalah potensial pada kelompok masyarakat dengan kepadatan hunian, sanitasi dan suplai air yang buruk; apabila ditemukan penderita maka lakukan upaya untuk memperbaiki sanitasi lingkungan dan memenuhi kebutuhan air bersih yang aman. Pemberian IG secara massal tidak dapat menggantikan upaya penanganan lingkungan.
E. Tindakan Internasional: Tidak ada.
II. HEPATITIS B AKIBAT VIRUS ICD-9 070; ICD-10 B16
(Hepatitis tipe B, serum hepatitis, homologous serum jaundice, Australia antigen hepatitis, HB)
1. Identifikasi
Hanya sedikit saja dari mereka yang terinfeksi hepatitis B (HBV) akut yang menunjukkan gejala klinis; kurang dari 10% pada anak-anak dan 30%-50% pada orang dewasa dengan infeksi virus hepatitis b (HBV) akut akan berkembang menjadi penyakit dengan icteric. Pada penderita yang menunjukkan gejala klinis, timbulnya gejala biasanya insidious, dengan anorexia, gangguan abdominal yang samar-samar, mual dan muntah, kadang-kadang disertai arthralgia dan rash, dan sering berkembang menjadi jaundice. Demam mungkin tidak ada atau ringan. Spektrum penyakit dari kasus tanpa gejala klinis yang jelas dan hanya diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati sampai dengan kasus hepatitis fulminan yaitu kasus fatal dengan nekrosis hati akut. CFR pada pasien yang dirawat 257
sekitar 1%; lebih tinggi pada mereka yang berusia 40 tahun keatas. Infeksi HBV fulminan juga pernah terjadi pada wanita hamil dan pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi.
Infeksi HBV kronis ditemukan pada sekitar 0,5% dari orang dewasa di Amerika Utara dan sekitar 0,1%-20% penduduk dari bagian lain di dunia. Setelah terjadi infeksi HBV akut, maka risiko akan berkembang menjadi infeksi kronis berbanding terbalik dengan usia; infeksi kronis HBV terjadi sekitar 90% pada bayi yang terinfeksi waktu proses kelahiran, 0%-50% pada anak-anak yang terinfeksi pada usia 1-5 tahun dan sekitar 1%-10% pada orang yang terinfeksi pada anak-anak usia yang lebih tua dan dewasa. Infeksi HBV kronis juga dapat terjadi pada orang dengan imunodefisiensi. Mereka yang mengalami infeksi HBV kronis mungkin saja tidak ada riwayat hepatitis secara klinis. Sekitar 1/3 dari penderita menunjukkan adanya peningkatan aminotransferase, biopsi yang dilakukan menunjukkan hasil normal sampai dengan hepatitis aktif kronis, dengan atau tanpa cirrhosis. Prognosa penyakit hati berbeda untuk tiap individu. Diperkirakan 15%-25% orang dengan infeksi HBV kronis akan meninggal lebih awal dengan cirrhosis atau carcinoma hepatocellular. HBV mungkin sebagai akibat sampai 80% dari semua kasus carcinoma hepatocellular didunia, merupakan urutan kedua penyebab kanker pada manusia sebagai akibat tembakau.
Diagnosa ditegakkan dengan ditemukannya antigen dan atau antibodi spesifik pada serum. Ada tiga bentuk sistem antigen-antibodi yang sangat bermanfaat secara klinis yang ditemukan pada infeksi hepatitis B yaitu : 1) antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) dan antibodi terhadap HBsAg (anti-HBs); 2) antigen core hepatitis B(HBcAg) dan antibodi terhadap HBcAg (anti-HBc); dan 3) antigen e hepatitis B (HBeAg) dan atibodi terhadap HBeAg (anti-HBe). Perangkat komersial (RIA dan ELISA) tersedia dipasaran untuk pemeriksaan semua hep. B marker tersebut kecuali HBcAg. HBsAg dapat ditemukan pada serum beberapa minggu sebelum timbulnya gejala sampai dengan beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan setelah timbulnya gejala; pada penderita infeksi kronis bertahan seumur hidup. Anti-HBc muncul pada saat timbul gejala sakit dan lamanya bertahan tidak diketahui. Ditemukannya anti-HBc dalam serum sebagai pertanda bahwa infeksi HBV terjadi pada saat ini atau pada masa lalu; IgM anti-HBc muncul dengan titer yang tinggi selama infeksi akut dan biasanya menghilang setelah 6 bulan, meskipun IgM anti HBc ini bertahan pada sebagian kasus hepatitis kronis; oleh karena itu, pemeriksaan marker ini cukup dapat dipercaya untuk menegakkan diagnosa infeksi HBV akut. HBsAg muncul dalam serum selama infeksi akut dan tetap ditemukan selama infeksi kronis. Ditemukannya HBsAg dalam darah menunjukkan bahwa orang tersebut potensial untuk menularkan. Ditemukannya HBeAg artinya orang tersebut sangat menular.
2. Penyebab Penyakit
Virus hepatitis b (HVB), termasuk hepadnavirus, berukuran 42-nm double stranded DNA virus dengan terdiri dari nucleocapsid core (HBc Ag) berukuran 27 mm, dikelilingi oleh lapisan lipoprotein di bagian luarnya yang berisi antigen permukaan (HBsAg). HBsAg adalah antigen heterogen dengan suatu common antigen yang disebut a, dan dua pasang antigen yang mutually exclusive yaitu antigen d, y, dan w (termasuk beberapa subdeterminan) dan r, yang menghasilkan 4 subtipe utama: adw, ayw, adr dan ayr. Penyebaran subtipe-subtipe ini bervariasi secara geografis; dikarenakan oleh perbedaan a determinan common antigen, perlindungan terhadap satu subtipe muncul untuk merangsang perlindungan terhadap subtipe yang lain dan tidak ada perbedaan manifestasi gejala klinis pada subtipe yang berbeda. 258
3. Distribusi Penyakit
Tersebat di seluruh dunia; endemis dengan variasi musiman. WHO memperkirakan lebih dari 2 milyar orang terinfeksi oleh HBV (termasuk 350 juta dengan infeksi kronis). Setiap tahun sekitar 1 juta orang meningal akibat infeksi HBV dan lebih dari 4 juta kasus klinis akut terjadi. Di negara dimana HBV endemis tinggi (prevalensi HBsAg berkisar diatas 8%), infeksi biasanya terjadi pada semua golongan umur, meskipun angka infeksi kronis tinggi terutama disebabkan karena terjadi penularan selama kehamilan dan pada masa bayi dan anak-anak. Di negara-negara dengan endemisitas yang rendah (prevalensi HBsAg kurang dari 2%), sebagian besar infeksi terjadi pada dewasa muda, khususnya diantara orang yang diketahui sebagai kelompok risiko. Namun, walaupun di negara dengan endemisitas HBV rendah, proporsi infeksi kronis yang tinggi mungkin didapat selama masa anak-anak oleh karena perkembangan menjadi infeksi kronis sangat tergantung dengan umur. Sebagian besar infeksi tersebut tidak akan dapat dicegah dengan program imunisasi hepatitis B perinatal oleh karena infeksi terjadi pada anak-anak yang ibunya mempunyai HBsAg negatif.
Di Amerika Serikat dan Kanada, dari hasil pemeriksaan serologis terbukti bahwa infeksi sebelumnya sangat bervariasi dan tergantung pada umur dan tingkat sosial ekonomi. Secara keseluruhan, 5% penduduk dewasa Amerika Serikat memiliki anti-HBc dan 0,5% dengan HBsAg positif. Pemajanan terhadap HBV sering terjadi pada kelompok risiko tinggi, antara lain para penyalahgunaan obat-obatan dengan suntikan, heteroseksual dengan banyak pasangan, homoseksual, kontak keluarga dan pasangan seksual dengan orang yang tertular HBV, petugas kesehatan dan petugas keselamatan umum yang mempunyai risiko terpajan dengan darah dalam melaksanakan tugasnya, pelanggan dan staf pada lembaga yang menangani orang cacat, pasien hemodialisa dan teman sekamar di lembaga pemasyarakatan.
Dahulu sebelum dilakukan skrining terhadap darah donor, penderita yang menerima darah dari donor carrier hepatitis B, risiko mereka tertulari sangat tinggi. Namun sekarang sebagian besar negara-negara didunia menyediakan fasilitas skrining untuk HbsAg terhadap darah donor sebelum diberikan kepada penderita yang memerlukan.
Skrining ini wajib dilakukan terhadap darah donor. Begitu pula terhadap faktor pembekuan darah (terutama faktor antihemofili) diproses terlebih dulu untuk membunuh virus sebelum di pooled untuk sewaktu waktu diberikan kepada penderita yang membutuhkan. Dengan demikian risiko penderita yang menerima darah dan produk darah dari donor tertulari virus hepatitis B boleh dikatakan tidak ada. Namun risiko ini masih tetap tinggi disebagian negara berkembang. Penggunaan semprit dan jarum suntik yang tidak steril diklinik-klinik dan rumah sakit dapat menyebabkan terjadinya KLB hepatitis B. Saat ini, penggunaan alat suntik yang tidak steril sebagai cara penularan hepatitis B yang mencemaskan didunia. Pernah juga dilaporkan penularan hepatitsi B terjadi di klinik akupungtur dan tempat-tempat tattoo.
Jarang sekali terjadi penularan dari petugas kesehatan pengidap dilaporkan terjadi pada penderita hemodialisis dipusat-pusat hemodialisis. Hal ini terjadi oleh karena standard pencegahan penularan penyakit-penyakit infeksi melalui darah dilaksanakan dengan baik. 259
4. Reservoir
Manusia berperan sebagai reservoir. Simpanse juga rentan terhadap infeksi, tetapi reservoir pada binatang di hutan tidak ditemukan. Virus yang mirip dengan hepadnavirus ditemukan pada woodchuck (sejenis marmut), itik dan binatang lainnya; tidak satupun dari virus tersebut diketahui mengakibatkan penyakit pada manusia.
5. Cara Penularan
Bagian tubuh yang memungkinkan terjadinya penularan HBV antara lain darah dan produk darah, air ludah, cairan cerebrospinal, peritoneal, pleural, cairan pericardial dan synovial; cairan amniotik, semen, cairan vagina, cairan bagian tubuh lainnya yang berisi darah, organ dan jaringan tubuh yang terlepas. Ditemukannya antigen e atau DNA virus menunjukkan bahwa titer virus dalam tubuh orang tersebut tinggi dan tingkat penularan lebih tinggi pada cairan tersebut. Penularan dapat terjadi perkutan (IV, IM, SC atau intradermal) dan terjadi pemajanan permukosal apabila terjadi pemajanan terhadap cairan tubuh yang infeksius. Oleh karena HBV dapat tahan hidup pada permukaan lingkungan paling sedikit selama 7 hari, inokulasi tidak langsung HBV dapat juga terjadi melalui obyek tersebut. Penularan fekal-oral atau melalui vector belum terbukti.
Cara penularan HBV yang paling sering terjadi antara lain meliputi kontak seksual atau kontak rumah tangga dengan seseorang yang tertular, penularan perinatal terjadi dari ibu kepada bayinya, penggunaan alat suntik pada para pecandu obat-obatan terlarang dan melalui pajanan nosokomial di rumah sakit. Penularan seksual dari pria yang terinfeksi kepada wanita sekitar 3 kali lebih cepat daripada penularan pada wanita yang terinfeksi kepada pria. Hubungan seksual melalui anal, baik penerima maupun pemberi, mempunyai risiko sama terjadinya infeksi. Penularan HBV di antara anggota rumah tangga terutama terjadi dari anak ke anak. Secara umum, kadang-kadang penggunaan pisau cukur dan sikat gigi bersama dapat sebagai perantara penularan HBV. Penularan perinatal biasa terjadi pada saat ibu pengidap HBV dengan positif HBeAg. Angka penularan dari ibu yang postif HBsAg, dan juga dengan HBeAg positif adalah lebih dari 70%, dan angka penularan untuk ibu yang positif HBsAg , dengan HBeAg negatif adalah kurang dari 10%. Penularan yang dikaitkan dengan penggunaan obat suntik para pecandu Napza dapat terjadi melalui darah yang tercemar HBV melalui alat suntik yang dipakai bersama baik secara langsung melalui alat suntik atau karena kontaminasi perlengkapan untuk menyiapkan obat. Pajanan nosokomial yang mengakibatkan terjadinya penularan HBV termasuk melalui transfusi darah atau poduk darah, hemodialisa, akupunktur dan karena tertusuk jarum suntik secara tidak sengaja atau luka lain yang disebabkan karena tertusuk peralatan yang tajam adalah cara-cara penularan yang dilakukan oleh petugas rumah sakit. IG, fraksi protein plasma yang dilakukan pemanasan, albumin dan fibrinolisin dianggap aman untuk diberikan.
6. Masa Inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 45 – 180 hari, rata-rata 60-90 hari. Paling sedikit diperlukan waktu selama 2 minggu untuk bisa menentukan HbsAg dalam darah, dan jarang sekali sampai selama 6-9 bulan; perbedaan masa inkubasi tersebut dikaitkan dengan berbagai faktor antara lain jumlah virus dalam inoculum, cara-cara penularan dan faktor pejamu. 260
7. Masa Penularan
Semua orang dengan HBsAg positif berpotensi untuk menular. Darah dari sukarelawan yang diinfeksi secara sengaja menjadi infektif beberapa minggu sebelum timbulnya gejala pertama dan tetap infektif selama perjalanan klinis akut dari penyakit tersebut. Tingkat penularan pada sesorang yang mengalami infeksi kronis berbeda mulai dari sangat menular (positif HBeAg) sampai dengan infeksius ringan (positif anti-HBe).
8. Kerentanan dan Kekebalan
Semua orang rentan terhadap infeksi umum. Biasanya penyakit lebih ringan dan sering anicteric pada anak-anak, dan pada bayi biasanya asimtomatis. Kekebalan protektif terbentuk setelah terjadi infeksi apabila terbentuk antibodi terhadap HBsAg (anti-HBs) dan HBsAg negatif. Seseorang dengan sindroma Down, penyakit lymphoproliferative, infeksi HIV dan mereka yang sedang menunjukkan hemodialisis lebih mudah menderita infeksi kronis.
9. Cara-cara Pmberantasan
A. Cara-cara Pencegahan
1) Vaksin hepatitis B yang efektif sudah ada sejak tahun 1982. Ada dua jenis vaksin hepatitis B yan diberi lisensi untuk dipakai di Amerika Serikat dan Kanada. Kedua jenis vaksin tersebut aman dan mempunyai daya perlindungan tinggi terhadap semua jenis subtipe HBV. Tipe pertama dibuat dari plasma seseorang dengan HBsAg positif, tidak lagi diproduksi di Amerika Serikat tetapi masih digunakan secara luas. Tipe kedua dibuat dengan teknologi rekombinan DNA (rDNA); vaksin ini dibuat dengan menggunakan sintesa HBsAg dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae (ragi yang biasa dipakai untuk membuat kue), kedalam ragi ini di insersi plasmida yang berisi gen HBsAg. Kombinasi imunoprofilaksis pasif-aktif antara hepatitis B immunoglobulin (HBIG) dengan vaksin terbukti dapat merangsang terbentuknya anti-HBs sebanding dengan vaksin yang diberikan sendiri.
a) Di semua negara, imunisasi bayi secara rutin hendaknya menjadi strategi utama untuk pencegahan infeksi HBV. Imunisasi pada cohort bayi secara berkesinambungan akan menghasilkan herd immunity (kekekabalan penduduk) yang cukup tinggi untuk dapat memutuskan rantai penularan. Di negara-negara endemis HBV tinggi, imunisasi bayi secara rutin akan dengan cepat dapat menghilangkan penularan oleh karena semua infeksi kronis yang muncul penularannya terjadi pada waktu anak-anak. Sedangkan dinegara-negara dengan tingkat endemisitas HBV menengah dan rendah, pemberian imunisasi saja kepada bayi tidak akan menurunkan insidensi penyakit oleh karena sebagian besar infeksi terjadi pada orang dewasa dan anak-anak usia muda. Oleh karena itu di negara-negara tersebut, vaksinasi sangat tepat jika diberikan kepada anak-anak yang berusia lebih tua, dewasa remaja dan dewasa. Strategi tersebut yang ditujukan untuk meningkatkan cakupan vaksinasi pada cohort kelompok umur yang berkesinambungan akan lebih efektif dalam upaya memutuskan rantai penularan HBV. Sebagai tambahan, satu strategi imunisasi lagi dapat dibuat yang ditujukan kepada kelompok risiko tinggi, yaitu
261

kelompok yang terhitung paling banyak menyumbangkan terjadinya kasus diantara remaja dan dewasa.
b) Pemeriksaan darah untuk mengeluarkan orang orang yang telah mempunyai anti-HBs atau anti-HBc sebelum dilakukan imunisasi tidak praktis dan tidak dilakukan, tetapi mungkin untuk menghemat biaya skrining darah ini dapat dilakukan pada masyarakat dengan tingkat infeksi yang sangat tinggi.
c) Kekebalan terhadap HBV dipercaya akan bertahan paling sedikit selama 15 tahun setelah pemberian imunisasi lengkap.
d) Vaksin yang diizinkan beredar diberbagai negara di dunia ini kemungkinan berbeda dalam dosis dan jadwal pemberiannya; vaksin yang beredar saat ini di Amerika Serikat biasanya diberikan dalam 3 dosis IM: setelah dosis pertama diberikan maka dosis kedua diberikan dengan interval 1-2 bulan, dan dosis ketiga dengan interval 6 – 18 bulan; untuk bayi, dosis awal diberikan segera setelah kelahiran atau pada usia 1-2 bulan. Untuk bayi yang dilahirkan dari wanita dengan HbsAg positif, jadwal pemberian imunisasi harus diberikan segera setelah kelahiran, dosis berikutnya pada usia 1-2 dan 6 bulan. Bayi-bayi yang lahir dari ibu pengidap hepatitis B tersebut juga harus diberikan 0,5 ml HBIG (lihat pada seksi 9B5a, di bawah). Dosis vaksin dapat berbeda tergantung dari perusahaan yang memproduksinya, bacalah petunjuk yang tertulis pad brosur kemasan vaksin. Pada pertengahan tahun 1999, diketahui bahwa sangat sedikit bayi yang telah menerima dosis vaksin secara berulang yang berisi thimerosal ternyata bisa menerima pajanan terhadap mercury melebihi batas yang diijinkan apabila didasarkan pada standar yang berlaku saat ini. Disarankan untuk melakukan pengurangan atau pemusnahan thimerosal pada vaksin secepat mungkin. Sejak pertengahan tahun 1999, beberapa jenis vaksin inaktivasi dan semua jenis vaksin hidup sudah bebas dari thimerosal. Pada pertengahan tahun 1999, diketahui bahwa hanya vaksin hepatitis B yang digunakan untuk bayi baru lahir yang berisi thimerosal. Oleh karena itu disarankan untuk menunda pemberian imunisasi hepatitis B sampai usia 2-6 bulan bagi bayi yang lahir dari ibu yang HBsAgnya negatif kecuali tersedia vaksin hepatitis B yang tidak mengandung thimerosal. Untuk bayi yang dilahirkan dari ibu yang positif HbsAg dan ibu yang tidak diskrining selama kehamilan, saran tersebut semua dan vaksin harus diberikan segera pada saat lahir. Vaksin hepatitis B antigen tunggal yang bebas dari bahan pengawet telah tersedia di Amerika Serikat pada pertengahan bulan September 1999.
e) Kehamilan bukan merupakan kontraindikasi untuk diberikan vaksin hepatitis B.

2) Strategi pencegahan hepatitis B yang saat ini berlaku di Amerika Serikat meliputi kegiatan sebagai berikut: a) Malakukan skrining terhadap semua wanita hamil untuk menemukan HbsAg, memberikan HBIG dan vaksinasi hepatitis B pada bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg positif, dan memberikan vaksinasi hepatitis B untuk kontak anggota keluarga yang rentan (lihat 9B5, di bawah); b) memberikan imunisasi hepatitis B rutin untuk semua bayi; c) memberikan imunisasi susulan (catch-up) untuk anak-anak yang berada didalam kelompok dengan prevalensi infeksi HBV kronis tinggi (penduduk asli Alaska, penduduk Pacific Island dan
262

anak-anak para pendatang generasi pertama dari negara-negara dengan prevalensi infeksi HBV kronis tinggi); d) imunisasi susulan (catch-up) pada anak-anak dan remaja yang sebelumnya tidak diimunisasi, dengan prioritas utama pada anak-anak berumur 11-12 tahun; dan e) dan melakukan upaya yang intensif untuk memberikan imunisasi kepada remaja dan orang dewasa pada kelompok risiko tinggi tertentu (lihat penjelasan pada seksi 9A3, berikutnya).
3) Orang-orang dengan risiko tinggi yang harus menerima imunisasi pra pajanan hepatitis B secara berkala adalah : a) pria dan wanita yang secara aktif melakukan hubungan seks secara heteroseksual, yaitu mereka yang ditemukan sedang menderita penyakit kelamin jenis lain dan mereka yang mempunyai riwayat melakukan hubungan seksual lebih dari satu orang pasangan dalam 6 bulan terakhir; b) Pria homoseksual; c) pasangan seksual dan kontak anggota keluarga yang HbsAg positif; d) Teman satu ruangan di lembaga pemasyarakatan, termasuk lembaga pemasyarakatan untuk anak-anak, penjara dan ruang tahanan; e) petugas kesehatan dan petugas pelayanan umum yang karena tugsnya memounyai risiko kontak dengan darah atau cairan darah yang terkontaminasi; f) Penghuni, klien dan staf dari lembaga yang merawat orang cacat; g) penderita hemodialisis; h) penderita dengan penyakit perdarahan yang menerima produk darah; dan i) wisatawan asing yang merencanakan tinggal selama lebih dari 6 bulan di daerah dengan angka prevalensi infeksi HBV kronis yang tinggi (2% atau lebih) dan terhadap mereka yang akan kontak dengan penduduk setempat.
4) Lakukan sterilisasi dengan baik terhadap semua alat suntik dan jarum (termasuk jarum akupunktur) dan alat tusuk jari, atau lebih baik menggunakan peralatan yang sekali pakai (disposable) jika memungkinkan. Pemakaian alat suntik dan jarum yang steril sangat penting bagi orang yang akan dilakukan Skin test, inokulasi parenteral atau venipuncture. Kurangi kegiataan tattoo; lakukan tattoo secara aseptic dan saniter diruangan tattoo.
5) Pada bank darah, semua darah yang akan didonorkan harus dilakukan pemeriksaan dengan teknik yang sensitif untuk melihat adanya HbsAg dalam darah donor (RIA atau EIA); tolak darah dari seseorang dengan riwayat mempunyai hepatitis akibat virus; mereka yang memiliki riwayat penyalahgunaan obat-obatan terlarang atau yang menunjukkan bukti ketergantungan obat atau dari mereka yang menerima transfunsi darah atau tattoo selama 6 bulan terakhir. Donor bayaran diterima hanya pada saat yang sangat mendesak.
6) Batasi pemberian darah yang tidak diseleksi atau produk darah yang potensial berbahaya untuk pasien yang jelas sangat membutuhkannya dengan segera sebagai upaya pengobatan.
7) Lakukan surveilans berkala untuk semua kasus yang menderita hepatitis pasca transfusi, simpan catatan semua orang yang pernah mendonorkan darah untuk setiap kasus. Baritahukan petugas bank darah mereka yang berpotensi menjadi carrier sehingga di masa yang akan datang apabila mereka akan menjadi donor sudah dapat dikenal dengan baik.
8) Tenaga medis dan dokter gigi yang tertular oleh HBV dan kemudian positif HbeAg tidak boleh melakukan tindakan invasif kecuali mereka sudah mendapat clearance dari review panel dari para pakar tindakan invesif apa saja yang boleh mereka lakukan.
263
B. Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan sekitar
1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat: Laporan wajib dilakukan di Amerika Serikat, meskipun saat ini diwajibkan di banyak negara didunia; Kelas 2A (lihat pelaporan tentan penyakit menular).
2) Isolasi; Kewaspadaan universal untuk mencegah pajanan pada darah dan cairan tubuh.
3) Disinfeksi serentak: Dilakukan disinfeksi pada semua peralatan yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh yang dapat menularkan.
4) Karantina: Tidak ada.
5) Imunisasi kontak: tersedia produk untuk pencegahan pasca pajanan seperti HBIG dan vaksin hepatitis B. HBIG mempunyai titer tinggi anti-HBs (lebih dari 1: 100.000). Apabila diperlukan, berikan HBIG sesegera mungkin setelah terjadi pajanan. Dibawah ini dapat dipakai sebagai pedoman pemberian vaksinasi dan HBIG :
a) Bayi yang terlahir dari ibu yang positif HbsAg harus diberikan dosis tunggal HBIG (0,5 ml IM) dan lakukan vaksinasi dalam waktu 12 jam setelah kelahiran. Dosis pertama vaksin harus diberikan bersamaan dengan HBIG sesaat setelah bayi lahir pada tempat yang berbeda. Pemberian vaksin dosis kedua dan ketiga (tanpa HBIG) dengan interval 1-2 dan 6 bulan kemudian. Disarankan agar dilakukan pemeriksaan HbsAg dan anti-HBs pada bayi pada saat berumur 9-15 bulan untuk memantau keberhasilan atau kegagalan pengobatan. Bayi yang positif anti-HBs dan negatif HbsAg telah terlindungi dan tidak memerlukan dosis vaksin lebih lanjut. Bayi yang pada pemeriksaan didapatkan anti-HBs negatif dan HBsAg negatif harus diberikan imunisasi ulang.
b) Setelah terjadi pemajanan melaui membrana mukosa atau per kutan (contohnya karena tertusuk jarum) akan terpajan dengan darah yang mengandung atau mungkin mengandung HbsAg, pertimbangan untuk memberikan pencegahan pasca pajanan harus dengan memperhatikan beberapa faktor: i) apakah sumber pemajanan adalah dari darah; ii) harus dilihat status HbsAg sumber pemajanan; dan iii) bagaimana status imunisasi hepatitis B seseorang yang terpajan. Untuk mereka yang tidak diimunisasi sebelumnya dan terpajan dengan darah dari sumber yang positif HbsAg, maka berikan dosis tunggal HBIG (0,06 ml/kg, atau 5 ml untuk dewasa) dan harus diberikan sesegera mungkin, yaitu dalam waktu paling sedikit 24 jam setelah pajanan dengan jarum suntik risiko tinggi, dan pemberian seri vaksin hepatitis B harus segera dimulai. Apabila imunisasi aktif tidak dapat diberikan, maka dosis kedua HBIG harus diberikan 1 bulan setelah pemberian pertama. HBIG tidak harus diberikan kepada mereka yang mengalami pajanan dengan jarum suntik pada darah yang tidak diketahui atau kemungkinan besar tersangka positif HBSAg, oleh karena risiko infeksi dalam keadaan seperti ini rendah; akan tetapi, pemberian imunisasi hepatitis B awal disarankan apabila orang tersebut tidak pernah diimunisasi sebelumnya. Untuk mereka yang sudah pernah diimunisasi dan terpajan dengan sumber yang positif HbsAg, pencegahan pasca pajanan tidak diperlukan apabila mereka telah memiliki titer antibodi protektif yaitu (10 mili-IU/ml anti-HBs atau lebih).
264


Bagi orang yang responsnya terhadap imunisasi tidak diketahui dengan jelas, maka vaksin hepatitis B dan atau HBIG harus segera diberikan.
c) Setelah terjadi pajanan secara seksual dengan seseorang yang terinfeksi HBV akut, maka dosis tunggal HBIG (0,06 ml/kg) disarankan untuk diberikan dalam 14 hari setelah hubungan seksual terakhir. Terhadap mereka semua yang terpajan melalui kontak seksual dengan orang yang terinfeksi HBV akut dan kronis, pemberian vaksin harus dilakukan.
6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: lihat 9C di bawah.
7) Pengobatan spesifik: Tidak ada Pengobatan spesifik tersedia untuk hepatitis B akut. Alpha interferon dan lamivudine diijinkan beredar untuk pengobatan hepatitis B kronis di Amerika Serikat. Para calon yang akan menerima pengobatan sebaiknya sudah terbukti menderita hepatitis B kronis yaitu dengan melihat hasil biopsi; pengobatan dengan interferon dan lamividine ini paling efektif jika diberikan pada seseorang dengan infeksi pada fase replikasi tinggi (positif HbeAg) karena mereka paling sering simtomatis, infeksius dan risiko tinggi terjadi gejala sisa dalam jangka waktu lama. Penelitian menunjukkan bahwa alpha interferon telah berhasil menghentikan perkembangan virus sekitar 25% - 40% dari pasien yang diobati. Rata-rata 10% dari pasien memberi respons lenyapnya HbsAg dalam waktu 6 bulan setelah pengobatan. Uji klinis pengobatan jangka panjang dengan lamivudine memperlihatkan terjadinya pengurangan DNA HBV secara berkelanjutanpada serum, diikuti dengan perbaikan kadar serum aminotransferase dan terjadi perbaikan histologis.

C. Penanggulangan wabah
Apabila ditemukan dua atau lebih kasus yang timbul karena pola penularan Common source maka lakukan investigasi untuk menemukan kasus tambahan. Terapkan teknik aseptik yang ketat setiap melakukan tindakan yang berisiko terjadi penularan. Apabila derivat plasma seperti faktor antihemofili, fibrinogen pooled plasma atau thrombin diduga sebagai sumber infeksi tarik semua produk darah tersebut dengan segera. Segera lakukan pelacakan terhadap semua resipien yang tela menerima derivat plasma dati lot yang sama, cari dan temukan kasus tambahan pada resipien tersebut.
D. Implikasi bencana
Apabila kewaspadaan terhadap konsep aseptik dikendorkan dan pemakaian darah tanpa skrining meningkat maka akan terjadi peningkatan jumlah kasus.
E. Tindakan Internasional: Tidak ada. III.HEPATITIS C KARENA VIRUS ICD-9 070.5; ICD-10 B17.1 (Hepatitis non-A dan non-B yang ditularkan secara parenteral [PT-NANB], hepatitis non- B yang berkaitan dengan transfusi, hepatitis non-A dan non-B pasca transfusi, infeksi HCV). 265 1. Identifikasi Perjalanan penyakit ini biasanya insidious, gejalanya biasanya disertai dengan anoreksia, gangguan abdominal tidak jelas, mual dan muntah-muntah, berlanjut menjadi icterus (jaundice) lebih jarang jika dibandingkan dengan hepatitis B. Meskipun infeksi pertama mungkin asimtomatis (lebih dari 90% kasus) atau ringan, namun sebagian besar (diantara 50% dan 80%) akan menjadi kronis. Pada orang yang mengalami infeksi kronis, sekitar separuh dapat berkembang menjadi cirrhosis atau kanker hati. Diagnosa ditegakkan dengan ditemukannya antibodi virus hepatitis C (anti-HCV). Pada akhir tahun 1990, hanya ada satu cara pemeriksaan untuk penegakan diagnosis infeksi HCV yang diizinkan di Amerika Serikat yaitu cara pemeriksaan untuk melihat titer anti- HVC. Cara pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya anti-HCV pada lebih dari 97% pasien yang terinfeksi, namun teknik pemeriksaan ini tidak dapat membedakan antara infeksi akut, kronis atau dalam proses penyembuhan. Sebagaimana halnya suatu tes skrining maka nilai prediktif positif daripada EIA untuk mendeteksi anti-HCV sangat bervariasi tergantung pada prevalensi infeksi di masyarakat, apabila prevalensi HCV lebih rendah dari 10% maka nilai produktifnya rendah. Pemeriksaan lain yang lebih spesifik adalah dengan RIBATM (Recombinant Immunoblot assay) dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang pada pemeriksaan spesimen dengan EIA dengan hasil positif terbatas pada spesimen dengan hasil positif semu. Dengan pemeriksaan tambahan (supplemental test) ini hasilnya bisa positif, negatif atau meragukan. Orang dikatakan anti HCV positif apabila hasil tes serologis EIAnya positif dan tes supplement juga positif. Orang dengan hasil tes EIA negatif atau EIA positif tetapi hasil tes suplement negatif, orang ini dianggap tidak terinfeksi kecuali kalau ada bukti-bukti lain yang menjadi indikasi bahwa orang tersebut terinfeksi HCV (misalnya kadar ALT abnormal pada orang dengan immunocompromised atau pada orang dengan penyakit hati tanpa sebab yang jelas). 2. Sumber Infeksi Virus hepatitis C adalah virus RNA dengan amplop, diklasifikasikan kedalam genus berbeda (Hepacavirus) dari familia Flaviviridae. Paling sedikit ada 6 genotipe yang berbeda dan lebih dari 90 subtipe HCV yang diketahui saat ini. Tidak banyak yang diketahui mengenai perbedaan gejala klinis, perjalanan penyakit sampai terjadi sirosis atau terjadi kanker hati pada orang yang terinfeksi oleh genotipe yang berbeda. Namun yang diketahui berbeda adalah respons dari HCV dengan genotipe yang berbeda terhadap terapi antiviral. 3. Distribusi Penyakit Tersebar diseluruh dunia. Prevalensi HCV berhubungan langsung dengan prevalensi orang yang menggunakan jarum suntik bersama dikalangan para pecandu obat terlarang dan prevalensi kebiasaan penggunaan alat suntik yang tidak steril ditempat pelayanan kesehatan. Menurut WHO, pada akhir tahun 1990 an diperkirakan 1% penduduk dunia terinfeksi oleh HCV. Di Eropa dan Amerika Utara prevalensi hepatiis C sekitar 0,5% sampai dengan 2,4%; dibeberapa tempat di Afrika prevalensinya mencapai 4%. Hampir 1,5 juta orang terinfeksi oleh HCV di Eropa dan sekitar 4 juta orang di Amerika Serikat. 266 4. Reservoir Manusia berperan sebagai reservoir; hasil penelitian eksperimen tes ternyata virus dapat ditularkan pada simpanse. 5. Cara Penularan Cara penularan HCV yang paling umum adalah secara parenteral. Penularan melalui hubungan seksual pernah dilaporkan terjadi, namum kurang efisien jika dibandingkan dengan penularan melalui cara parenteral. 6. Masa Inkubasi Berkisar antara 2 minggu sampai dengan 6 bulan; biasanya 6-9 minggu. Infeksi kronis dapat berlangsung lama sampai dengan 20 tahun sebelum timbulnya gejala cirrhosis atau hepatoma. 7. Masa Penularan Penularan terjadi dalam seminggu atau lebih sebelum timbulnya gejala klinis pertama, penularan dapat berlangsung lama pada kebanyakan orang. Puncak konsentrasi virus dalam darah mempunyai koreksi dengan puncak aktivitas ALT. 8. Kerentanan dan Kekebalan Semua orang rentan terhadap infeksi. Tingkat kekebalan yang timbul setelah infeksi tidak diketahui; infeksi ulang oleh HCV ditemukan pada model dengan binatang percobaan simpanse. 9. Cara-cara pemberantasan A. Upaya Pencegahan Langkah-langkah penanggulangan secara umum terhadap infeksi HBV berlaku juga untuk HCV (lihat bagian II, 9A). Pemberian IG profilaksis tidak efektif. Pada kegiatan operasional di bank darah, seluruh darah donor harus diskrining secara rutin terhadap anti-HCV. Selanjutnya, semua donor dengan kadar enzyme hati yang meningkat dan orang-orang yang positif anti-HBC tidak boleh menjadi donor. Lakukan inaktivasi virus terhadap produk dari plasma, berikan konseling cara-cara mengurangi risiko untuk orang yang belum tertulari tetapi berisiko tinggi (sebagai contoh petugas pada pelayanan kesehatan) dan pertahankan kegiatan pengendalian infeksi nosokomial. B. Pananganan penderita, Kontak dan Lingkungan sekitar Upaya pemberantasan yang dilakukan terhadap HBV berlaku juga untuk HCV. Data yang ada menunjukkan bahwa tindakan profilaksis pasca pajanan dengan IG tidak efektif dalam pencegahan infeksi. Pengobatan dengan alpha interferon memberi hasil yang baik pada sekitar 25% kasus hepatitis C kronis; pemberian kortikosteroid dan acyclovir tidak efektif. Penelitian yang dilakukan pada penderita yang diberi kombinasi ribavirin dan interferon memberikan hasil yang baik secara bermakna dengan angka response berkelanjutan mencapai 40% -50%. Namun, kedua cara pengobatan tersebut menimbulkan efek samping cukup signifikan yang memerlukan monitoring secara ketat. Ribavirin bersifat teratogenik; sehingga seorang ibu tidak boleh hamil selama dilakukan pengobatan. 267 C. Upaya penanggulangan wabah: sama seperti upaya penanggulangan wabah untuk hepatitis B. D. Implikasi menjadi bencana: sama dengan hepatitis B. E. Tindakan Internasional: Lakukan pengawasan agar terhadap semua produk-produk biologis yang diperdagangkan secara internasional telah dilakukan inaktivasi terhadap virus. IV. HEPATITIS DELTA ICD-9 070.5; ICD-10 B17.0 (Hepatitis D karena virus, Virus hepatitis Delta, ? hepatitis, Delta agent hepatitis, hepatitis yang berkaitan dengan Delta) 1. Identifikasi Biasanya timbul mendadak, dengan tanda dan gejala yang mirip dengan hepatitis B; gejalanya mungkin parah dan selalu dikaitkan bersamaan dengan infeksi virus hepatitis B. Hepatitis delta mungkin dapat sembuh dengan sendirinya atau dapat berkembang menjadi hepatitis kronis. Penderita anak-anak mungkin menunjukkan gejala klinis yang berat dan selalu berlanjut menjadi hepatitis kronis aktif. Virus hepatitis Delta (HDV) dan virus hepatitis B (HBV) kemungkinan menyerang secara bersamaan, atau infeksi virus delta menyerang orang dengan infeksi HBV kronis. Pada keadaan yang disebut terakhir, hepatitis delta dapat dikelirukan sebagai hepatitis B kronis yang eksaserbasi. Pada berbagai penelitian yang dilakukan di Eropa dan Amerika Serikat, 25% – 50% kasus hepatitis fulminan diperkirakan disebabkan oleh HBV saja, ternyata disertai dengan infeksi HDV. Ternyata sebagian besar kasus hepatitis fulminan terjadi pada orang dengan super infeksi daripada hanya dengan koinfeksi; infeksi kronis lebih sering terjadi pada orang dengan super infeksi. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya antibodi total HDV (anti-HDV) dengan menggunakan RIA atau EIA. Apabila titer IgM positif berati virus sedang replikasi. RT - PCR merupakan cara pemeriksaan yang paling sensitive untuk mendeteksi viremia HDV. 2. Penyebab Infeksi HDV merupakan partikel menyerupai virus yang berukuran 35-37 nm terdiri dari satu lapisan pelindung seperti HbsAg dan antigen internal yang khas yang dinamakan antigen delta. Dalam satu kapsul dibungkus dengan antigen delta adalah genome, a single stranded RNA yang dapat berbentuk konformasi garis linear atau konformasi lingkaran. RNA tidak dicangkokkan dengan DNA HBV. HDV tidak dapat menginfeksi suatu sel sendiri dan memerlukan koinfeksi bersama dengan HBV untuk dapat melangsungkan siklus replikasi yang lengkap. Sintesis HDV akhirnya mengakibatkan terjadinya supresi temporer sintesis komponen HBV. HDV dengan demikian paling baik dianggap sebagai famili ”satelit” baru dari subvirion, satu diantaranya pathogen terhadap tanaman yang lebih tinggi. Hepatitis D satu-satunya dari familia ini yang menyerang spesies binatang. Ada tiga jenis genotipe HDV yang ditemukan yaitu : Genotipe I adalah yang paling prevalen dan 268 tersebar luas, Genotipe II diwakili oleh dua isolat dari Jepang dan Taiwan, dan Genotipe III ditemukan hanya di lembah Amazon, yang dapat menyebabkan hepatitis fulminan berat dengan steatosis mikrovesikuler (spongiositosis). 3. Distribusi Penyakit Tersebar di seluruh dunia, dengan prevalensi yang sangat bervariasi. Diperkirakan ada 10 juta penduduk terinfeksi oleh virus hepatitis D dan dibantu oleh virus HBV. Dapat muncul secara endemis atau dalam bentuk KLB pada populasi yang mempunyai risiko tinggi terinfeksi HBV, misalnya pada populasi dimana hepatitis B endemis (tertinggi di Rusia, Romania, Italia sebelah selatan, Afrika dan Amerika Selatan) yaitu; pada hemophiliacs, pecandu obat-obatan terlarang dan lainnya yaitu mereka yang lebih sering kontak dengan darah; di institusi untuk merawat penyandang cacat, dan pada laki-laki homoseksual. Beberapa KLB yang cukup besar terjadi di Amerika selatan tropis (Brasilia, Venezuela, Kolombia), di Republik Afrika Tengah dan diantara para pecandu obat-obatan terlarang di Worcester, Massachusetts (Amerika Serikat). 4. Reservoir Manusia berperan sebagai reservoirnya. Virus dapat ditularkan secara eksperimental pada simpanse dan pada woodchuck sejenis marmut yang terinfeksi oleh HBV dan virus hepatitis woodchuck secara bersamaan. 5. Cara Penularan Diperkirakan cara penularannya mempunyai kesamaan dengan HBV – yaitu oleh karena pajanan dengan darah yang terinfeksi dan cairan serous tubuh, jarum semprit yang terkontaminasi, turunan plasma yang terinfeksi seperti faktor antihemofili dan penularan melalui hubungan seksual. 6. Masa Inkubasi - Rata-rata 2-8 minggu. 7. Masa Penularan Darah potensial sangat menular selama semua fase aktif infeksi hepatitis delta. Puncak penularan mungkin terjadi terutama pada saat sakit akut yaitu pada saat partikel yang berisi antigen delta sudah terdeteksi didalam darah. Saat berikutnya, viremia mungkin menurun secara cepat sampai pada tingkat terendah atau sampai tidak terdekteksi sama sekali. HDV ditularkan pada simpanse dengan bahan yang berasal dari darah pasien kronis dimana partikel yang berisi antigen delta tidak dapat dideteksi. 8. Kerentanan dan kekebalan Semua orang rentan terhadap infeksi HBV atau orang dengan HBV kronis dapat tertulari HDV. Penyakit berat dapat terjadi meskipun pada usia anak-anak. 9. Cara-cara Pemberantasan A. Cara Pencegahan Untuk orang yang rentan terhadap infeksi HBV, upaya pencegahannya sama dengan untuk hepatitis B seperti yang diuraikandi atas. Pencegahan infeksi HBV dengan vaksin hepatitis B dapat mencegah infeksi oleh HDV. 269 Bagi orang-orang dengan HBV kronis, maka upaya pencegahan yang paling efektif adalah hanya dengan menjauhkan diri dari pemajaman dengan sumber potensial HDV. HBIG, IG dan vaksin hepatitis B tidak dapat melindungi seseorang dengan HBV kronis untuk terkena infeksi HDV. Penelitian di Taiwan menunjukkan bahwa Upaya yang dilakukan dengan cara mengurangi pemajanan seksual dan penggunaan jarum suntik bersama menyebabkan terjadinya penurunan insisdens infeksi HDV. B, C, D dan E. Penanganan penderita, kontak dan lingkungan sekitar; Pengendalian wabah; Implikasi bencana dan Tindakan Internasional: Sama seperti halnya yang sudah diuraikan dan untuk hepatitis B di atas. V. HEPATITIS E AKIBAT VIRUS ICD-9 070.5; ICD-10 B17.2 (Hepatitis non-A non-B yang ditularkan secara enteric [ET-NANB], hepatitis non-A non- B Epidemika, hepatitis non-A non-B fekal-oral) 1. Identifikasi Gejala klinis penyakit ini mirip dengan hepatitis A, tidak ditemukan bentuk kronis. Case fatality rate penyakit ini mirip dengan hepatitis A kecuali pada wanita hamil, dimana angkanya dapat mencapai 20% dari ibu-ibu hamil yang terinfeksi selama trimester ketiga kehamilan. Kasus muncul secara sporadis dan dalam bentuk wabah. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan gambaran epidemiologis serta dengan cara menyingkirkan etiologi lain dari hepatitis, khususnya hepatitis A dengan pemeriksaan serologis. Pemeriksaan serologis sedang dikembangkan saat ini untuk mendeteksi antibodi HEV, tetapi belum tersedia secara komersial di Amerika Serikat. Meskipun demikian, beberapa jenis tes diagnostik tersedia di berbagai laboratorium riset antara lain : enzyme immunoassay dan Western blot assay untuk mendeteksi IgM dan IgG anti HEV dalam serum; tes PCR untuk mendeteksi HEV RNA dalam serum darah dan tinja, dan immunofluorescent antibody blocking assay untuk mendeteksi antibodi terhdap HEV antigen didalam serum darah dan hati. 2. Penyebab Penyakit Penyebab penyakit adalah Virus hepatitis E (HEV), berbentuk sferis, tidak bersampul, single stranded RNA virus yang berdiameter 32 sampai dengan 34 nm. HEV dikelompokkan kedalam famili Caliciviridae. Meskipun demikian, organisasi/struktur genome HEV berbeda secara mendasar dengan calicivirus yang lain dan HEV seharusnya dikelompokkan kedalam famili tersendiri. 3. Distribusi Penyakit HEV merupakan penyebab utama hepatitis non-A non-B enterik di seluruh dunia. KLB hepatitis E dan kasus sporadis telah terjadi meliputi wilayah yang sangat luas, terutama timbul di negara-negara dengan sanitasi lingkungan yang kurang baik. KLB sering muncul sebagai wabah yang ditularkan melalui air, tetapi pernah dilaporkan terjadi kasus sporadis dan wabah tidak jelas kaitannya dengan air. Angka tertinggi Distribusi Penyakit adalah pada anak muda sampai dengan usia pertengahan; angka lebih rendah ditemukan pada kelompok umur yang lebih muda sebagai akibat dari infeksi anicteric dan atau 270 infeksi subklinis HEV. Di Amerika Serikat dan sebagian besar negara maju lainnya, kasus hepatitis E dilaporkan terjadi diantara wisatawan yang kembali dari daerah endemis HEV. KLB ditemukan di India, Myanmar (Burma), Iran, Bangladesh, Ethiopia, Nepal, Pakistan, Republik Asia Tengah dari bekas Uni Soviet, Algeria, Libya, Somalia, Meksiko, Indonesia dan China. KLB akibat penularan melalui air yang luas dengan korban 3,682 penderita terjadi pada tahun 1993 di Uttar Pradesh. 4. Reservoir Dari sejumlah penelitian yang dilakukan saat ini menunjukkan bahwa yang kemungkinan menjadi reservoir adalah binatang domestik, termasuk babi; namun, belum terbukti. HEV dapat ditularkan kepada simpanse, cynomolgus macaque, tamarin dan babi. 5. Cara Penularan HEV terutama ditularkan melalui jalur fekal-oral; air minum yang tercemar tinja merupakan media penularan yang paling sering terjadi. Penularan mungkin juga terjadi dari orang ke orang dengan jalur fekal-oral, namun kasus sekunder dilingkungan rumah tangga jarang terjadi selama KLB. Dari berbagai penelitian yang dilakukan saat ini menunjukkan bahwa hepatitis E kemungkinan merupakan infeksi zoonotic yang secara kebetulan menyebar dengan manusia secara cepat. 6. Masa Inkubasi Berkisar antara 15 sampai dengan 64 hari.; masa inkubasi rata-rata bervariasi dari 26 sampai dengan 42 hari pada KLB yang berbeda. 7. Masa Penularan Tidak diketahui. Namun demikian, HEV ditemukan dalam tinja 14 hari setelah timbulnya gejala icterus (jaundice) dan rata-rata 4 minggu setelah mengkonsumsi makanan atau air yang tercemar dan bertahan selama sekitar 2 minggu. 8. Kerentanan dan Kekebalan Tingkat kerentanan seseorang tidak diketahui. Lebih 50% dari infeksi HEV mungkin anicteric, gejala icterus meningkat dengan bertambahnya usia. Wanita pada kehamilan trimester ketiga sangat rentan untuk terjadinya penyakit fulminan. Terjadinya beberapa KLB besar yang pernah terjadi pada kelompok usia dewasa muda di beberapa daerah dimana virus enterik yang lain endemis tinggi diwilayah itu dan sebagian besar penduduk mendapatkan infeksi pada masa bayi, belum dapat dijelaskan secara tuntas. 9. Cara-cara Pemberantasan A. Cara-cara Pencegahan Berikan penyuluhan kesehatan kepada masayarakat dengan menekankan pada perlunya pembuangan tinja secara saniter dan mencuci tangan dengan benar setelah buang air besar dan sebelum menjamah makanan; ikuti cara-cara prosedur dasar untuk mencegah terjadinya penularan fekal-oral, sebagaimana telah dijelaskan pada bab demam typhoid, 9 A. Nampaknya belum bisa dipercaya bahwa IG yang dibuat dari serum donor di Amerika Serikat atau Eropa dapat melindungi seseorang terhadap hepatitis E. 271 B. Penanganan penderita, Kontak dan Lingkungan sekitar 1), 2) dan 3) Laporan kepada Instansi kesehatan setempat, Isolasi dan Disinfeksi serentak: sama seperti yang telah diuraikan untuk hepatitis A, di atas. 4) Karantina: tidak diperlukan. 5) Imunisasi kontak: Tidak ada produk vaksin yang tersedia untuk mencegah hepatitis E. IG yang disiapkan dari plasma yang dikumpulkan dari daerah non-endemik HEV tidak efektif untuk mencegah seseorang jatuh sakit selama terjadi KLB hepatitis E, dan efikasi IG yang berasal dari plasma yang dikumpulkan dari daerah endemis tidak jelas. Pada penelitian yang dilakukan dengan menggunakan prototipe vaksin pada binatang, vaksin tersebut dapat merangsang pembentukan antibodi yang melemahkan infeksi HEV tetapi tidak dapat mencegah ekskresi virus dalam tinja. 6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Sama seperti yang diuraikan untuk hepatitis A di atas. 7) Pengobatan spesifik: Tidak ada. C. Cara-cara penanggulangan wabah Lakukan penyelidikan Epidemiologis terhadap cara-cara penularan; selidiki persediaan air dan lakukan pemetaan penduduk dengan risiko tinggi untuk terinfeksi. Lakukan upaya khusus untuk meningkatkan sanitasi dan membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat untuk mencegah terjadinya pencemaran pada makanan dan air. D. Implikasi bencana Bahaya penularan terjadi pada bencana, kerusuhan, dimana terjadi pengungsian, oleh karena sanitasi yang jelek dan persediaan air yang tidak mencukupi. Jika kasus terjadi, tingkatkan upaya mendesak untuk memperbaiki sanitasi lingkungan dan penyediaan air bersih dalam jumlah yang mencukupi. E. Tindakan Internasional: Tidak ada. HERPES SIMPLEX ICD-9 054; ICD-10 B00 INFEKSI VIRUS HERPES ANOGENITAL ICD-10 A60 (Penyakit virus alphaherpes, herpesvirus hominis, virus herpes pada manusia 1 dan 2) 1. Identifikasi Herpes simpleks merupakan infeksi virus yang ditandai dengan lesi primer terlokalisir, laten dan adanya kecendurangan untuk kambuh kembali. Ada 2 jenis virus – yaitu virus herpes simpleks (HSV) tipe 1 dan 2 pada umumnya menimbulkan gejala klinis yang berbeda, tergantung pada jalan masuknya. Dapat menyerang alat-alat genital atau mukosa mulut. Infeksi primer dengan HSV 1 mungkin ringan tanpa gejala, terjadi pada awal masa kanak-kanak. 272 Kira-kira 10% dari infeksi primer, muncul sebagai suatu penyakit dengan spektrum gejala klinis yang beragam, ditandai dengan panas dan malaise sampai 1 minggu atau lebih, mungkin disertai dengan gingivostomatitis yang berat diikuti dengan lesi vesikuler pada orofaring, keratoconjunctivitis berat, dan disertai munculnya gejala dan komplikasi kulit menyerupai eczema kronis, meningoencephalitis atau beberapa infeksi fatal yang terjadi pada bayi baru lahir (congenital herpes simplex, ICD-9 771.2; ICD-10 P35.2). HSV 1 sebagai penyebab sekitar 2% faringotonsilitis akut, biasanya sebagai infeksi primer. Reaktivasi infeksi laten biasanya menyebabkan herpes labialis (demam blister atau cold sores) ditandai dengan munculnya vesikula superfisial yang jelas dengan dasar erythematous, biasanya pada muka atau bibir, mengelupas dan akan sembuh dalam beberapa hari. Reaktivasi dipercepat oleh berbagai macam trauma, demam, perubahan psikologis atau penyakit kambuhan dan mungkin juga menyerang jaringan tubuh yang lain; hal ini terjadi karena adanya circulating antibodies, dan antibodi ini jarang sekali meningkat oleh karena reaktivasi. Penyebaran infeksi yang luas dan mungkin terjadi pada orang-orang dengan immunosuppressed. Dapat menyerang SSP bisa disebabkan oleh infeksi primer ataupun karena terjadi recrudescence. HSV 1 adalah penyebab utama dari meningoencephalitis. Dapat timbul gejala panas, sakit kepala, leukositosis, iritasi selaput otak, drowsiness, bingung, stupor, koma dan tanda-tanda neurologis fokal, dan sering dikaitkan dengan satu atau wilayah temporal lain. Gejala-gejala ini mungkin dikacaukan dengan berbagai lesi intracranial lain seperti absespada otak dan meningitis TB. Karena terapi antiviral dapat menurunkan angka kematian yang tinggi, maka pemeriksaan PCR untuk DNA virus herpes pada LCS atau biopsi dari jaringan otak seharusnya segera dilakukan pada tersangka untuk menegakkan diagnosa pasti. Genital herpes, biasanya disebabkan oleh HSV2 terjadi terutama pada orang dewasa dan penderita penyakit menular seksual. Infeksi pertama dan infeksi ulang terjadi dengan atau tanpa gejala. Pada wanita cervix dan vulva. Infeksi ulang umumnya menyerang vulva, kulit daerah perineum, kaki dan pantat. Pada laki-laki, lesi muncul pada glans penis atau daerah preputium, dan pada anus dan rectum pada orang yang melakukan anal seks. Daerah lain yang terkena selain alat kelamin dan daerah perineal, antara lain adalah mulut, terjadi pada kedua jenis kelamin, tergantung dari kebiasaan hubungan seksual yang dilakukan oleh orang tersebut. Infeksi oleh HSV 2 lebih sering menyebabkan meningitis aseptik dan radikulitis daripada meningoencephalitis. Infeksi neonatal dapat dibagi menjadi 3 jenis gejala klinis yaitu: infeksi yang menyebar dan umumnya menyerang hati, encephalitis dan infeksi yang terbatas pada kulit, mata dan mulut. Bentuk pertama dan kedua sering menyebabkan kematian. Infeksi umumnya disebabkan oleh HSV 2 tetapi infeksi yang disebabkan oleh HSV1 juga sering terjadi. Risiko terjadinya infeksi pada anak-anak tergantung kepada 2 faktor utama pada ibu; yaitu usia kehamilan pad saat ibu hamil tersebut mengeluarkan HSV dan tergantung juga kepada apakah infeksi yang dialami infeksi sekunder atau infeksi primer. Hanya ekskresi yang mengandung HSV yang dikeluarkan saat persalinan yang berbahaya bagi bayi yang baru lahir dengan pengecualian walaupun jarang infeksi intrauterine dapat terjadi. Infeksi primer pada ibu dapat meningkatkan risiko infeksi pada bayi dari 3% menjadi 30% diperkirakan karena imunitas pada ibu dapat memberikan perlindungan.Diagnosa ditegakkan berdasarkan terjadinya perubahan sitologis yang khas 273 (multinucleated giant cell dengan intranuclear inclusion pada kerokan jaringan atau biopsi), tetapi harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan FA secara langsung atau dengan isolasi virus dari lesi mulut atau lesi alat kelamin atau dari biopsi otak pada kasus-kasus encephalitis atau dengan ditemukannya DNA HSV pada lesi atau cairan LCS dengan PCR. Diagnosis pada infeksi primer dipastikan dengan adanya kenaikan 4 kali pada titer paired sera dengan berbagai macam tes serologis; adanya imunoglobulin spesifik IgM untuk herpes mengarah pada suspek tetapi antibodi konklusif terhadap infeksi primer. Teknik-teknik yang dapat diandalkan untuk membedakan antibodi tipe 1 dan tipe 2 saat ini tersedia diberbagai laboratorium diagnostik; isolat virus dapat dibedakan dari yang lain dengan analisis DNA. Tes serologis yang spesifik belum tersedia secara luas. 2. Penyebab Infeksi Penyebab infeksi adalah Virus herpes simpleks termasuk dalam famili herpesviridae, subfamili alphaherpesvirinae. HSV tipe 1 dan tipe 2 dapat dibedakan secara imunologis (terutama kalau digunakan antibody spesifik atau antibody monoclonal). Dan HSV tipe 1 dan tipe 2 juga berbeda kalau dilihat dari pola pertumbuhan dari virus tersebut pada kultur sel, embryo telur dan pada binatang percobaan. 3. Distribusi Penyakit Tersebar di seluruh dunia. Hamapir 50%-90% orang dewasa memiliki antibodi terhadap HSV 1. Infeksi awal HSV 1 biasanya terjadi sebelum usia 5 tahun, namun saat ini banyak infeksi primer ditemukan terjadi pada orang dewasa. Infeksi HSV 2 biasanya dimulai karena aktivitas seksual dan jarang terjadi sebelum menginjak dewasa, kecuali kalau terjadi sexual abused pada anak-anak. Antibodi HSV 2 ditemukan sekitar 20%-30% pada orang Amerika dewasa. Prevalensi antibodi HSV 2 meningkat (lebih dari 60%) pada kelompok sosial ekonomi rendah dan pada orang-orang yang berganti-ganti pasangan. 4. Reservoir – Manusia berperan sebagai reservoir. 5. Cara-cara Penularan Kontak dengan virus HSV 1 pada saliva dari carrier mungkin cara yang paling penting dalam penyebaran penyakit ini. Infeksi dapat terjadi melalui perantaraan petugas pelayanan kesehatan (seperti dokter gigi) yaitu dari pasien HSV mengakibatkan lesi herpes bernanah (herpetic whitlow). Penularan HSV2 biasanya melalui hubungan seksual. Kedua tipe baik tipe 1 dan tipe 2 mungkin ditularkan keberbagai lokasi dalam tubuh melalui kontak oral-genital, oral-anal, atau anal-genital. Penularan kepada neonatas biasanya terjadi melalui jalan lahir yang terinfeksi, jarang terjadi didalam uterus atau postpartum. 6. Masa Inkubasi Masa inkubasi berlangsung dari 2 sampai dengan 12 hari. 7. Masa Penularan HSV dapat diisolasi dalam 2 minggu dan kadang-kadang lebih dari 7 minggu setelah muncul stomatitis primer atau muncul lesi genital primer. Keduanya, yaitu baik infeksi primer maupun infeksi ulang mungkin terjadi tanpa gejala. Setelah itu, HSV mungkin 274 ditemukan secara intermittent pada mukosal selama bertahun-tahun dan bahkan mungkin seumur hidup, dengan atau tanpa gejala klinis. Pada lesi yang berulang, infektivitis lebih pendek dibandingkan infeksi primer dan biasanya virus tidak bisa ditemukan lagi setelah 5 hari. 8. Kerentanan dan Kekebalan Manusia pada umumnya rentan. 9. Cara-cara Pemberantasan A. Upaya Pencegahan 1). Berikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat dan tentang kebersihan perorangan yang bertujuan untuk mengurangi perpindahan bahan-bahan infeksius. 2). Mencegah kontaminasi kulit dengan penderita eksim melalui bahan-bahan infeksius. 3). Petugas kesehatan harus menggunakan sarung tangan pada saat berhubungan langsung dengan lesi yang berpotensi untuk menular. 4). Disarankan untuk melakukan operasi Cesar sebelum ketuban pecah pada ibu dengan infeksi herpes genital primer yang terjadi pada kehamilan trimester akhir, karena risiko yang tinggi terjadinya infeksi neonatal (30-50%). Penggunaan elektrida pada kepala merupakan kontra indikasi. Risiko dari infeksi neonatal yang fatal setelah infeksi berulang lebih rendah (3-5%) dan operasi Cesar disarankan hanya jika terjadi lesi aktif pada saat persalinan. 5). Menggunakan kondom lateks saat melakukan hubungan seksual mengurangi risiko infeksi; belum ada anti virus yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi primer meskipun acyclovir mungkin dapat digunakan untuk pencegahan untuk menurunkan insidensi kekambuhan, dan untuk mencegah infeksi herpes pada pasien dengan defisiensi imunitas. B. Pengawasan penderita, Kontak dan Lingkungan sekitar 1) Laporan kepada Instansi kesehatan setempat; laporan resmi penderita dewasa biasanya tidak diwajibkan, tetapi beberapa negara bagian mengharuskan laporan untuk herpes genital, kelas 5; infeksi neonatal di beberapa negara bagian wajib dilaporkan, kelas 3 B (lihat pelaporan tentang penyakit menular). 2) Isolasi: Lakukan isolasi kontak terhadap infeksi neonatal dan terhadao lesi yang menyebar atau lesi primer yang berat; untuk lesi yang berulang, perlu dilakukan kewaspadaan terhadap discharge dn sekret. Pasien dengan lesi herpetic dilarang berhubungan dengan bayi baru lahir, anak-anak dengan eksim atau anak dengan luka bakar atau pasien dengan immunosuppresed. 3) Disinfeksi serentak: tidak dilakukan. 4) Karantina: Tidak dilakukan. 5) Imunisasi kontak: Tidak ada. 6) Penyelidikan kontak dan sumber infeksi: Jarang dilakukan karena tidak praktis. 7) Pengobatan spesifik: Gejala akut dari herpetic keratitis dan stadium awal dendritic ulcers diobati dengan trifluridin atau adenine arabisonide (vidarabine, via-A® atau Ara-A®) dalam bentuk ophthalmic ointment atau solution. Corticosteroid jangan digunakan untuk herpes mata kecuali dilakukan oleh seorang ahli mata yang 275 sangat berpengalaman. Acyclovir IV sangat bermanfaat untuk mengobati herpes simpleks encephalitis tetapi mungkin tidak dapat mencegah terjadinya gejala sisa neurologis. Acyclovir (zovirax®) digunakan secara oral, intravena atau topical untuk mengurangi menyebarnya virus, mengurangi rasa sakit dan mempercepat waktu penyembuhan pada infeksi genital primer dan infeksi herpes berulang, rectal herpes dan herpeticwhitrow (lesi pada sudut mulut bernanah). Preparat oral paling nyaman digunakan dan mungkin sangat bermanfaat bagi pasien dengan infeksi ekstensif berulang. Namun, telah dilaporkan adanya mutasi strain virus herpes yang resosten terhadap acyclovir. Valacyclovir dan famciclovir baru-baru ini diberi lisensi untuk beredar sebagai pasangan acyclovir dengan efikasi yang sama. Pemberian profilaksis harian obat tersebut dapat menurunkan frekuensi infeksi HSV berulang pada orang dewasa. Infeksi neonatal seharusnya diobati dengan acyclovir intravena. C. Penanggulangan wabah: Tidak dilakukan. D. Implikasi bencana: Tidak ada. E. Tindakan Internasional: Tidak ada.







 

No comments:

Post a Comment