script src='http://elmubarok.googlecode.com/files/floating1.js' type='text/javascript'/>

http://ikkibondenkkesmas.blogspot.com/2010/03/about-me.html

Kata Rasullullah ada tiga amalan yang jika dikerjakan maka Amalnya akan mengalir meskipun yang mengamalkannya telah meninggalal dunia diantaranya adalah ILMU BERMANFAAT YANG DIAJARKAN.

Monday 2 February 2009

TETANUS

Postingan kali ini bersumber dari E-Book dengan Judul Manual Pemberantasan Penyakit Menular, by James Chin, MD, MPH Editor dan Dr, I Nyoman Kandun, MPH Edisi Ke 17 tahun 2000

TETANUS                                                                         ICD–9 037; ICD-10 A35 (Lockjaw) (Tetanus obstetrik : ICD – 10 A34) 

1. Identifikasi Tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh eksotoksin yang dikeluarkan oleh basil tetanus yang hidup secara anaerobic pada luka. Ciri khas dari tetanus adalah adanya kontraksi otot disertai rasa sakit, terutama otot leher kemudian diikuti dengan otot-otot seluruh badan. Gejala pertama yang muncul yang mengarahkan kita untuk memikirkan tetanus pada anak usia lebih tua dan orang dewasa adalah jika ditemukan adanya kaku otot pada abdomen. 512 Walaupun kaku otot abdomen bisa disebabkan oleh trauma pada daerah tersebut. Kejang seluruh tubuh dapat terjadi akibat rangsangan. Posisi yang khas pada penderita tetanus yang mengalami kejang adalah terjadinya opisthotonus dan ekspresi wajah yang disebut dengan “risus sardonicus”. Kadang-kadang riwayat adanya trauma atau riwayat port d’entre tidak diketahui dengan jelas pada penderita tetanus. CFR berkisar 10%-90%, paling tinggi pada bayi dibandingkan dengan pada penderita yang lebih dewasa. CFR juga bervariasi dan berbanding terbalik dengan masa inkubasi, tersedianya fasilitas perawatan intensif dan tenaga medis yang berpengalaman dalam perawatan intensif. Upaya untuk menemukan hasil tetanus melalui pemeriksaan laboratorium biasanya kurang berhasil. Basil jarang dapat ditemukan dari luka dan antibodi jarang terdeteksi. 2. Penyebab Infeksi: Clostridium tetani, basil tetanus. 3. Distribusi penyakit Tersebar diseluruh dunia, sporadis dan relatif jarang terjadi di AS dan negara-negara industri. Selama periode 1995-1997, terdapat 124 kasus yang dilaporkan dari 33 negara bagian di AS, 60 % diantaranya terjadi pada usia 20-59 tahun; 35 % pada usia di atas 60 tahun, dan 5 % pada usia 20 tahun. Angka CFR meningkat sebesar 2,3 % pada mereka yang berumur 20-39 tahun dan 18 % pada mereka yang berumur di atas 60 tahun. Tetanus yang terjadi dikalangan pecandu Napza suntik berkisar antara 11 % dari 124 kasus tetanus dibandingkan dengan 3,6 % yang terjadi selama tahun 1991 -1994. Rata-rata setiap tahun penderita yang di laporkan ke CDC Atlanta sebanyak 50 kasus. Tetanus pada umumnya terjadi didaerah pertanian dan daerah yang masih terbelakang, dimana orang lebih sering kontak dengan kotoran hewan dan program imunisasi tidak adekuat. Penyebab utama kematian bayi di Asia, Afrika dan Amerika Selatan, terutama di daerah pedesaan dan daerah tropis disebabkan oleh tetanus neonatorum (lihat dibawah). Pemakaian obat-obatan terlarang oleh para pecandu, terutama yang di gunakan melalui suntikan baik intramuskuler atau subkutan, dapat menimbulkan kasus individual dan KLB terbatas. 4. Reservoir Reservoir dari basil tetanus adalah usus kuda dan hewan lainnya termasuk manusia dimana kuman tersebut berbahaya bagi hospes dan merupakan flora normal dalam usus; tanah atau benda-benda yang dapat terkontaminasi dengan tinja hewan atau manusia dapat juga berperan sebagai reservoir. Spora tetanus dapat ditemukan dimana-mana dan tersebar di lingkungan sekitar kita dan dapat mengkontaminasi berbagai jenis luka. 5. Cara Penularan Spora tetanus masuk kedalam tubuh biasanya melalui luka tusuk yang tercemar dengan tanah, debu jalanan atau tinja hewan dan manusia, spora dapat juga masuk melalui luka bakar atau luka lain yang sepele atau tidak di hiraukan, atau juga dapat melalui injeksi dari jarum suntik yang tercemar yang dilakukan oleh penyuntik liar. Tetanus kadang kala sebagai kejadian ikutan pasca pembedahan termasuk setelah sirkumsisi. Adanya jaringan nekrotik atau benda asing dalam tubuh manusia mempermudah pertumbuhan bakteri anaerobik. 513 Tetanus yang terjadi setelah terjadi luka, biasanya penderita pada waktu mengalami luka menganggap lukanya tidak perlu dibawa ke dokter. 6. Masa Inkubasi Biasanya 3-21 hari, walaupun rentang waktu bisa 1 hari sampai beberapa bulan, hal ini tergantung pada ciri, kedalaman dan letak luka, rata-rata masa inkubasi adalah 10 hari. Kebanyakan kasus terjadi dalam waktu 14 hari. Pada umumnya makin pendek masa inkubasi biasanya karena luka terkontaminsi berat, akibatnya makin berat penyakitnya dan makin jelek prognosisnya. 7. Masa Penularan: Tidak ada penularan langsung dari manusia kepada manusia. 8. Kerentanan dan kekebalan Semua orang rentan terhadap tetanus. Pemberian imunisasi aktif dengan tetanus toxoid (TT) dapat menimbulkan kekebalan yang dapat bertahan paling sedikit selama 10 tahun setelah pemberian imunisasi lengkap. Kekebalan pasif sementara didapat setelah pemberian Tetanus Immunoglobin (TIG) atau setelah pemberian tetanus antitoxin (serum kuda) Bayi yang lahir dari ibu yang telah mendapatkan imunisasi TT lengkap terhindar dari tetanus neonatorum. Setelah sembuh dari tetanus tidak timbul kekebalan, orang tersebut dapat terserang untuk kedua kalinya, oleh karena itu segera setalah sembuh dari tetanus orang tersebut segera diberikan imunisasi TT dasar. 9. Cara-cara pemberantasan A. Cara-cara pencegahan 1) Beri penyuluhan kepada mesyarakat tentang manfaat pemberian imunisasi TT lengkap. Berikan juga penjelasan tentang bahayanya luka tertutup terhadap kemungkinan terkena tetanus dan perlunya pemberian profilaksi aktif maupun pasif setelah mendapatkan luka. 2) Berikan imunisasi aktif dengan TT kepada anggota masyarakat yang dapat memberikan perlindungan paling sedikit 10 tahun. Setelah seri imunisasi dasar diberikan selang beberapa lama dapat diberikan dosis booster sekali, dosis booster ini dapat menaikkan titer antibodi cukup tinggi, Tetanus Toxoid biasanya diberikan bersama-sama Diphtheria toxoid dan vaksin pertussis dalam kombinasi vaksin (DPT atau DaPT) atau dalam bentuk DT untuk anak usia dibawah 7 tahun dimana pemberian vaksin pertussis merupakan kontraindikasi atau dalam bentuk Td untuk orang dewasa. Untuk anak usia 7 tahun keatas di AS tersedia preparat vaksin yang didalamnya berisi Haemophylus influenzae “type b conjugate” (DPT – Hib), begitu juga Hib dikombinasi dengan preparat yang berisi pertussis aseluler (DaPT). Di beberapa negara ada juga vaksin DPT, DT dan T yang dikombinasikan dengan vaksin polio inaktif. Dinegara dimana program imunisasinya kurang baik semua wanita hamil harus diberikan 2 dosis TT, vaksin TT non adsorbed (“plain”) imunogenisitasnya kurang dibandingkan dengan yang adsorbed baik pada pemberian imunisasi dasar maupun pada pemberian booster. Reaksi lokal setelah pemberian TT sering terjadi namun ringan. 514 Reaksi lokal dan sistemik yang berat jarang terjadi, terutama setelah pemberian TT yang berulang kali. a) Jadwal imunisasi TT yang dianjurkan sama dengan jadwal pemberian vaksin difteri (lihat Difteria, 9A). b) Walaupun TT dianjurkan untuk diberikan kepada seluruh anggota masyarakat tanpa memandang usia; namun penting sekali untuk diberikan kepada para pekerja atau orang dengan risiko tinggi seperti mereka yang kontak dengan tanah, air limbah dan kotoran hewan; anggota militer; polisi dan mereka yang rentan terhadap trauma; dan kelompok lain yang mempunyai risiko tinggi kena tetanus. TT perlu diberikan kepada WUS dan ibu hamil untuk melindungi bayinya terkena tetanus neonatorum. c) Perlindungan aktif perlu dipertahankan dengan pemberian dosis booster Td setiap 10 tahun sekali. d) Anak-anak dan orang dewasa yang menderita HIV/AIDS atau yang mempunyai sistem kekebalan rendah, jadwal pemberian imunisasi TT sama dengan jadwal pemberian untuk orang normal walaupun dengan risiko reaksi immunitasnya suboptimal. 3). Tindakan pencegahan pada perawatan luka : Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya tetanus pada pederita luka sangat tergantung pada penilaian terhadap keadaan luka itu sendiri dan status imunisasi penderita. Penilaian harus dilakukan dengan hati-hati apakah luka itu bersih atau kotor, apakah penderita pernah mendapatkan imunisasi TT ataukah pernah mendapatkan TIG (Tetanus Immune Globulin) sebelumnya (lihat table dibawah). Bersihkan luka sebagaimana mestinya, bila diperlukan lakukan debridement luka dan berikan antibiotika yang tepat. a). Bagi mereka yang sudah pernah mendapat imunisasi TT lengkap dan hanya menderita luka ringan dan tidak terkontaminasi, dosis booster TT diberikan jika imunisasi TT terakhir yang diberikan sudah lebih dari 10 tahun yang lalu. Untuk luka yang luas dan kotor, berikan dosis tunggal booster tetanus toxoid (sebaiknya Td) pada hari itu juga, dengan catatan penderita tidak pernah mendapatkan suntikan TT selama lima tahun terakhir. b). Bagi orang yang belum mendapatkan imunisasi dasar TT secara lengkap, pada saat mengalami luka berikan dosis tunggal TT segera. TIG diberikan selain TT jika luka yang dialami cukup luas dan terkontaminasi dengan tanah dan kotoran hewan. Mengenai jenis tetanus toxoid yang dipakai seperti telah dijelaskan sebelumnya tergantung pada usia dan status imunisasi penderita, yang tujuannya adalah sekaligus melengkapi dosis imunisasi dasar dari penderita. Vaksin dapat berupa DaPT, DPT, DT atau Td. Imunisasi pasif diberikan berupa TIG sebanyak 250 1U (Catatan: IU = International Unit). Jika TIG tidak ada dapat diberikan antitoksin yang berasal dari serum binatang sebanyak 1.500 – 5.000 IU. Indikasi pemberian imunisasi pasif adalah jika lukanya kotor dan luas/dalam dan riwayat imunisasinya tidak jelas/tidak pernah diimunisasi atau imunisasi dasarnya tidak lengkap. 515 Jika TT dan TIG harus diberikan pada saat yang sama gunakanlah jarum suntik dan semprit yang berbeda, suntikan ditempat yang berbeda. Jika antitoksin yang berasal dari serum binatang (ATS) yang dipakai lakukan terlebih dulu Skin test untuk mencegah terjadinya syok anafilaksis. Skin test dilakukan dengan menyuntikkan antitoksin yang telah diencerkan dengan garam fisiologis dengan perbandingan 1 : 100, sebanyak 0,02 cc intrakutan. Pada saat yang bersamaan siapkan alat suntik yang telah diisi dengan adrenaline. Skin test dengan larutan yang lebih encer (1 : 1000) dilakukan terhadap penderita yang sebelumnya sudah pernah mendapatkan suntikan antitoksin dari serum binatang. Sebagai kontrol ditempat lain disuntikkan garam fisiologis intrakutan. Jika setelah 15 – 30 menit setelah suntikan timbul benjolan dikulit yang dikelilingi oleh warna kemerahan berupa eritema dengan ukuran 3 mm atau lebih dibandingkan dengan kontrol maka lakukan desensitisasi terhadap penderita. Pemberian penisilin selama 7 hari dapat membentuk C. Tetani didalam luka namun hal ini tidak mengurangi upaya pengobatan yang tepat dari luka, bersama-sama dengan pemberian imunisasi yang tepat. B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan terdekat. 1). Laporan ke Dinas Kesehatan setempat: di AS, tetanus wajib dilaporkan diseluruh negara bagian dan juga di banyak negara, kategori 2B (lihat pelaporan Penyakit Menular). 2). Tindakan isolasi: Tidak ada 3). Tindakan disinfeksi segera: Tidak ada 4). Tindakan karantina: Tidak ada 5). Imunisasi terhadap kontak: Tidak ada 6). Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Lakukan investigasi kasus untuk mengetahui derajat dan asal luka. 7). Pengobatan spesifik : TIG IM dengan dosis 3.000 – 6.000 I.U. Jika TIG tidak tersedia, berikan anti toxin tetanus (dari serum kuda) dengan dosis tunggal intravena setelah dilakukan uji terhadap hipersensitivitas; metronidazole intravena dalam dosis besar diberikan untuk jangka waktu 7 -14 hari. Luka dibersihkan dan dilakukan debridement yang luas dan bila memungkinkan dilakukan eksisi luka. Debridement pada potongan tali pusat neonatus tidak dilakukan. Pertahankan aliran udara yang cukup pada jalan nafas dan bila diperlukan dapat diberkan obat penenang. Berikan obat muscle relaxant, bersamaan dengan itu lakukan tracheostomy atau lakukan intubasi nasotrakeal. Pemberian nafas buatan secara mekanis membantu menyelamatkan nyawa penderita. Imunisasi aktif dapat diberikan bersamaan dengan pengobatan dan tindakan lain. C. Penanggulangan Wabah Walaupun sangat jarang, jika terjadi KLB, lakukan penyelidikan terhadap kemungkinan terjadinya kontaminasi pada penggunaan obat-obat terlarang dengan suntikan. 516 D. Dampak bencana Kerusuhan sosial (konflik militer, huru hara) dan bencana alam (banjir, badai, gempa bumi) yang mengakibatkan banyak orang yang luka pada populasi yang tidak pernah mendapatkan imunisasi sehingga pada keadaan ini ada peningkatan kebutuhan TIG atau anti toxin tetanus atau toxoid untuk mengobati penderita yang mengalami luka luka. E. Tindakan internasional Imunisasi TT dianjurkan untuk diberikan kepada wisatawan manca negara. TETANUS






 

No comments:

Post a Comment