script src='http://elmubarok.googlecode.com/files/floating1.js' type='text/javascript'/>

http://ikkibondenkkesmas.blogspot.com/2010/03/about-me.html

Kata Rasullullah ada tiga amalan yang jika dikerjakan maka Amalnya akan mengalir meskipun yang mengamalkannya telah meninggalal dunia diantaranya adalah ILMU BERMANFAAT YANG DIAJARKAN.

Monday 2 February 2009

MENINGITIS I. MENINGITIS VIRAL

Postingan kali ini bersumber dari E-Book dengan Judul Manual Pemberantasan Penyakit Menular, by James Chin, MD, MPH Editor dan Dr, I Nyoman Kandun, MPH Edisi Ke 17 tahun 2000

MENINGITIS I. MENINGITIS VIRAL                                                      ICD-9 047; ICD-10 A87 (Meningitis Aseptik, Meningitis serosa, Meningitis non bakteriai atau Meningitis Abakterial) (Meningitis Nonpiogenik) ICD-9 322.0; ICD-10 G03.0 1. Identifikasi Relatif sering ditemukan namun penyakit ini jarang sekali ditemukan dengan sindroma klinis serius atau dengan penyebab virus yang multiple, ditandai dengan munculnya demam tiba-tiba dengan gejala dan tanda-tanda meningeal. Pemeriksaan likuor serebrospinal ditemukan pleositosis (biasanya mononukleosis tapi bisa juga polimorfo 353 nuklier pada tahap-tahap awal), kadar protein meningkat, gula normal dan tidak ditemukan bakteri. Ruam seperti rubella sebagai ciri infeksi yang disebabkan oleh virus echo dan virus coxsackie; ruam vesikuler dan petekie bisa juga timbul. Penyakit dapat berlangsung sampai 10 hari. Paresis sementara dan manifestasi ensefalitis dapat terjadi; sedangkan kelumpuhan jarang terjadi. Gejala-gejala sisa dapat bertahan sampai 1 tahun atau lebih, berupa kelemahan, spasme otot, insomnia dan perubahan kepribadian. Penyembuhan biasanya sempurna. Gejala pada saluran pencernaan dan saluran pernafasan biasanya karena infeksi enterovirus. Berbagai jenis penyakit lain disebabkan oleh bukan virus gejalanya dapat menyerupai meningitis aseptik; misalnya seperti pada meningitis purulenta yang tidak diobati dengan baik, meningitis karena TBC dan meningitis kriptokokus, meningitis yang disebabkan oleh jamur, sifilis serebrovaskuler dan LGV. Reaksi pasca infeksi dan pasca vaksinasi perlu dibedakan dengan meningitis aseptik antara lain gejala sisa akibat campak, mumps, varicella dan reaksi pasca imunisasi terhadap rabies dan cacar; gejala yang muncul biasanya tipe ensefalitis. Leptospirosis, listeriosis, sifilis, limfositik choriomeningitis, hepatitis, infeksi mononucleosis, influenza dan penyakit-penyakit lain dapat memperlihatkan gejala klinis yang sama dan penyakit-penyakit ini akan dibahas pada bab tersendiri. Pada kondisi optimal identifikasi spesifik penyakit ini dapat dibuat terhadap hampir separuh dari kasus-kasus yang ditemukan dengan menggunakan teknik serologis dan isolasi. Virus dapat diisolasi pada stadium awal penyakit dari bilas tenggorok dan tinja, kadang-kadang virus ditemukan dari likuor serebrospinal dan darah dengan teknik biakan jaringan dan inokulasi pada binatang. 2. Penyebab infeksi Berbagai macam organisme dapat sebagai penyebab infeksi, banyak diantaranya sebagai penyebab penyakit spesifik lainnya. Banyak sekali jenis virus yang dapat menimbulkan gejala meningeal. Separuh lebih dari kasus tidak ditemukan penyebabnya. Pada waktu terjadi KLB mumps, virus ini diketahui sebagai penyebab lebih dari 25% kasus meningitis aseptik pada populasi yang tidak diimunisasi. Di Amerika Serikat enterovirus (virus picorna) diketahui sebagi penyebab dari kasus-kasus meningitis apetik yang diketahui etiologinya. Virus coxsackie grup B tipe 1-6 sebagai penyebab dari 1/3 kasus; dan echovirus tipe 2,5,6,7,9 (kebanyakan), 10, 11, 14, 18 dan 30, kira-kira sebagai penyebab separuh kasus. Virus coxsackie grup A (tipe 2,3,4,7,9 dan 10), arbovirus, campak, herpes simplex I dan virus varicella, virus Choriomeningitis limfositik, adenovirus dan virus jenis lain bertanggungjawab terhadap terjadinya kasus-kasus sporadis. Insidensi dari tipe-tipe spesifik bervariasi menurut wilayah geografis dan waktu. Leptospira bertanggungjawab terhadap lebih dari 20% kasus-kasus meningitis aseptik di berbagai wilayah di dunia ini (lihat Leptospirosis). 3. Distribusi penyakit Tersebar di seluruh dunia, timbul sebagai kasus-kasus endemis dan sporadis. Angka insidensi yang sebenarnya tidak diketahui. Meningkatnya jumlah kasus berhubungan dengan musim, pada akhir musim panas dan awal musim semi jumlah penderita meningkat terutama yang disebabkan oleh arbovirus dan enterovirus sementara KLB meningitis aseptik yang terjadi di akhir musim dingin terutama disebabkan oleh mumps. 4., 5., 6., 7. dan 8. Reservoir, cara penularan, masa inkubasi, periode penularan, 354 kerentanan dan kekebalan – Bervariasi tergantung pada agen penyebab spesifik dari infeksi (lihat pada bab masing-masing penyakit). 9. Cara-cara Pemberantasan A. Upaya Pencegahan Upaya pencegahan tergantung pada penyebab penyakit (lihat pada bab masing-masing penyakit spesifik). B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya 1) Laporan ke kantor Instansi Kesehatan setempat: di daerah endemis tertentu penyakit ini wajib dilaporkan; di beberapa negara dan negara bagian di Amerika Serikat bukan sebagai penyakit yang harus dilaporkan, Kelas 3 B (lihat tentang pelaporan penyakit menular). Bila penyebab infeksi dapat dipastikan melalui pemeriksaan laboratorium maka didalam laporan sebutkan penyebab infeksinya; sebaliknya apabila penyebabnya tidak diketahui laporkan sebagai kasus yang tidak diketahui etiologinya. 2) Isolasi: Diagnosa pasti ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium biasanya baru didapat setelah penderita sembuh. Oleh karena itu kewaspadaan enterik sudah harus dilakukan 7 hari setelah mulai sakit, kecuali kalau diagnosa pasti sudah menyatakan bahwa penyebabnya adalah nonenterovirus. 3) Disinfeksi serentak: Tidak diperlukan kewaspadaan khusus selain menerapkan sanitasi rutin. 4) Karantina: Tidak ada. 5) Imunisasi kontak: Lihat uraian masing-masing penyakit. 6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Biasanya tidak dilakukan. 7) Pengobatan spesifik: Seperti halnya pada penyakit yang disebabkan oleh virus, tidak ada pengobatan spesifik. C. Penanggulangan KLB: Lihat pada bab masing-masing penyakit. D. Implikasi bencana: Tidak ada. E. Tindakan Internasional: Manfaatkan Kerja sama WHO. II. MENINGITIS BAKTERIAL ICD-9 320; ICD-10 G00 Angka insidensi meningitis bakterial yang dilaporkan di Amerika Serikat, 10 tahun setelah pertama kali vaksin terhadap Haemophillus influenza serotipe b (Hib) diijinkan beredar adalah 2,2/100.000/tahun dan kira-kira sepertiga penderita anak berumur 5 tahun. Hampir semua bakteri dapat menyebabkan infeksi pada semua umur, tetapi seperti yang dilaporkan pada akhir tahun 1990-an penyebab yang paling sering adalah Neisseria meningitidis dan Streptococcus pneumoniae. Sedangkan penyakit yang disebabkan oleh infeksi meningokokus, timbul secara sporadis dan kadang-kadang muncul sebagai KLB; di banyak negara meningokokus merupakan penyebab utama dari meningitis bakterial. Meningitis yang disebabkan oleh Hib, sebelumnya merupakan salah satu penyebab yang paling sering dari meningitis bakterial, namun saat ini di AS hampir telah tereliminasi. 355 Bakteri penyebab meningitis yang paling jarang adalah stafilokok, bakteri enterik, grup B streptokokus dan Listeria yang menyerang orang dengan kerentanan yang spesifik (seperti pada neonatus, penderita gangguan sistem imunitas) atau sebagai akibat trauma pada kepala.

MENINGITIS MENINGOKOKUS ICD-9 036.0; ICD-10 A39.0 (Meningococcemia, bukan Meningitis: ICD-10 A39.2-A39.4) 1. Identifikasi Penyakit bakterial akut dengan katarektistik muncul demam mendadak, nyeri kepala hebat, mual dan sering disertai muntah, kaku kuduk dan seringkali timbul ruam petekie dengan makula merah muda atau sangat jarang berupa vesikel. Sering terjadi delirium dan koma; pada kasus fulminan berat timbul gejala prostrasi mendadak, ecchymoses dan syok. Dulu angka kematian mencapai >50% namun dengan diagnosa dini, terapi modern dan tindakan suportif, angka kematian 5-15%. Lebih dari 5-15% penduduk di negara endemis merupakan carrier tanpa gejala, ditemukan koloni Neisseria meningitidis di daerah nasofaring. Sebagian kecil dari orang ini akan berkembang menjadi penyakit yang invasif dengan ditandai satu atau lebih gejala klinis seperti bakteremia, sepsis, meningitis atau pneumonia. Banyak pada penderita sepsis timbul ruam petekie, kadang-kadang disertai dengan nyeri dan radang sendi. Meningococcemia dapat timbul tanpa mengenai selaput otak dan harus dicurigai pada kasus-kasus demam akut yang tidak diketahui penyebabnya dengan ruam petekie dan lekositosis. Pada meningococcemia fulminan angka kematian tetap tinggi walaupun telah diobati dengan antibiotika yang tepat. Diagnosis pasti dibuat dengan ditemukannya meningococci pada LCS atau darah. Pada kasus dengan kultur negatif, diagnosis dibuat didukung dengan ditemukannya polisakarida terhadap grup sepesifik meningococcal pada LCS dengan teknik IA, CIE dan teknik koaglutinasi; atau ditemukannya DNA meningococcal pada LCS atau pada plasma dengan PCR. Pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan gram, sediaan yang diambil dari petekie organismenya dapat diketahui. 2. Penyebab Infeksi N. meningitidis, suatu jenis meningokokus N. meningitidis grup A, penyebab utama KLB di AS (tidak ditemukan sejak tahun 1945) dan di tempat lian; sedangkan grup B, C dan Y diakhir tahun 1990-an sebagai penyebab kebanyakan kasus di AS. Genotipe tertentu tercatat sebagai penyebab terjadinya beberapa KLB. Serogrup lainnya diketahui juga berperan sebagai patogen (misalnya grup W-135, X dan Z). Organisme dari kelompok ini kurang begitu virulen, namun kasus-kasus fatal dan infeksi sekunder pernah dilaporkan disebabkan oleh hampir semua serogroup. KLB N. meningitidis biasanya disebabkan oleh strain yang berdekatan. Untuk mengetahui strain penyebab KLB dan luasnya KLB, maka subtyping dari isolat dengan menggunakan metoda seperti disebutkan di bawah ini sangat bermanfaat: 356 - multilocus enzyme electrophoresis - pulsed-field gel electrophoresis - enzyme-restricted DNA fragments. 3. Distribusi penyakit Infeksi oleh meningokokus terjadi dimana-mana, namun puncaknya terjadi pada akhir musim dingin dan awal musim semi. Pada awalnya infeksi meningokokus terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, di banyak negara laki-laki lebih banyak terserang daripada wanita, dan sering terjadi pada pendatang baru yang berkumpul/berjejalan pada suatu tempat seperti di dalam barak dan asrama penampungan. Wilayah yang selama ini diketahui sebagai daerah yang insidensinya tinggi adalah AfrikaTengah dimana infeksi disebabkan oleh grup A. Pada tahun 1996 wabah meningokokus dilaporkan terjadi di Afrika Barat dengan total penderita yang dilaporkan adalah 150.000 penderita, terjadi di Burkina Faso, Chad, Mali, Niger dan Nigeria. Pada kurun waktu 10 tahun terakhir KLB yang disebabkan oleh grup A dilaporkan terjadi di Nepal, India, Ethiopia, Sudan dan beberapa negara Afrika lainnya. Selama tahun 1980 dan 1990-an, grup B diketahui sebagai penyebab infeksi di benua Eropa dan Amerika. Wabah yang terjadi biasanya ditandai dengan peningkatan jumlah kasus 5-10 kali dari biasanya, dan akhir-akhir ini dilaporkan terjadi di Selandia baru, daerah timur laut negara bagian Amerika Serikat yang menghadap laut Pasifik. Sejak tahun 1990-an KLB yang disebabkan oleh grup C dilaporkan terjadi di AS dan Kanada. KLB ini biasanya menyerang anak-anak usia sekolah, mahasiswa dan penularan kadang-kadang terjadi di bar dan kelab malam dimana banyak orang berkumpul di dalamnya. Pada tahun 1990-an, di AS ternyata grup Y makin sering dijumpai sebagai penyebab infeksi seperti halnya grup B dan grup C. Beredarnya strain baru dari meningokokus biasanya ditandai dengan meningkatnya insidensi infeksi meningokokus yang menyerang hampir semua kelompok umur. 4. Reservoir – Manusia. 5. Cara penularan Penularan terjadi dengan kontak langsung seperti melalui droplet dari hidung dan tenggorokan orang yang terinfeksi. Infeksi biasanya menyebabkan infeksi subklinis pada mukosa. Invasi dengan jumlah bakteri yang cukup untuk menyebabkan terjadinya penyakit sistemik sangat jarang. Prevalensi carrier yang mencapai 25% atau lebih dapat terjadi tanpa ada kasus meningitis. Selama KLB lebih dari setengah laki-laki personil militer mungkin sebagai carrier sehat kuman meningokokus. Penyebaran melalui barang dan alat-alat tidak terbukti. 6. Masa inkubasi – Bervariasi dari 2-10 hari, biasanya 3-4 hari. 7. Masa penularan Penularan dapat terus terjadi sampai kuman meningokokus tidak ditemukan lagi di hidung dan mulut. Meningokokus biasanya hilang dari nasofaring dalam waktu 24 jam setelah pengobatan dengan antibiotika trerhadap mikroba yang masih sensitif terhadap antibiotika tersebut apabila kadar obat mencapai konsentrasi yang cukup di dalam sekret orofaring. Penisilin dapat menekan jumlah organisme untuk sementara namun biasanya tidak dapat menghilangkan organisme ini dari oronasofaring. 357 8. Kerentanan dan kekebalan Kerentanan terhadap penyakit klinis rendah dan menurun sesuai dengan umur; rasio antara carrier dengan kasus sangat tinggi. Dan mereka yang di dalam darahnya kekurangan beberapa komponen komplemen sangat mudah kambuh dan terserang penyakit ini lagi. Orang yang telah diambil limpanya sangat mudah mengalami bakteriemia walaupun hanya mengalami infeksi subklinis. Dapat muncul kekebalan spesifik terhadap grup bakteri yang menginfeksi. Lamanya antibodi spesifik ini bertahan belum diketahui. 9. Cara-cara pemberantasan A. Cara-cara pencegahan 1) Berikan penyuluhan kepada masyarakat untuk mengurangi kontak langsung dan menghindari terpajan dengan droplet penderita. 2) Mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti dalam barak, sekolah, tenda dan kapal. 3) Vaksin yang mengandung polisakarida meningokokus grup A, C, Y dan W-135 telah terdaftar dan beredar di Amerika Serikat dan negara lainnya untuk digunakan pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih besar, saat ini hanya vaksin kuadrivalen yang tersedia di Amerika Serikat. Vaksin meningokokus efektif pada orang dewasa diberikan pada saat melakukan rekruitmen militer di AS sejak tahun 1972. Vaksin ini juga digunakan untuk mengendalikan KLB grup C yang terjadi di masyarakat dan di sekolah pada tahun 1990-an. Vaksin ini harus diberikan kepada kelompok risiko tinggi tertentu yaitu anak-anak pada usia di atas 2 tahun yang rentan terhadap infeksi berat meningokokus termasuk harus diberikan kepada penderita yang limpanya sudah diambil, orang dengan defisiensi komplemen terminal, staf laboratorium yang terpajan secara rutin dengan N. meningitidis. Sayang sekali komponen C mempunyai imunogenisitas rendah dan tidak efektif bila diberikan bagi anak di bawah usia 2 tahun. Vaksin serogroup A mungkin efektif bila diberikan kepada anak usia lebih muda, 3 bulan sampai 2 tahun, pada usia ini diberikan 2 dosis vaksin dengan interval 3 bulan. Sedangkan untuk anak usia di atas 2 tahun hanya diberi dosis tunggal. Waktu perlindungan sangat terbatas, terutama pada anak usia kurang dari 5 tahun. Imunisasi rutin bagi masyarakat umum di Amerika Serikat tidak dianjurkan. Pemberian imunisasi kepada para pelancong akan mengurangi risiko tertulari apabila mereka berkunjung ke negara yang pernah mengalami wabah meningokokus grup A atau C. Imunisasi ulang dapat dipertimbangkan untuk diberikan dalam jangka waktu 3- 5 tahun apabila tidak ada indikasi untuk mendapatkan vaksinasi. Tidak ada vaksin yang terdaftar saat ini di AS efektif terhadap infeksi grup B, walaupun beberapa jenis vaksin telah dikembangkan dan telah diujicoba menunjukkan efikasi yang lumayan bila diberikan kepada anak-anak yang lebih besar dan kepada orang dewasa. Vaksin konyugat terhadap serogroup A dan C masih dalam proses uji coba klinis, namun efikasinya sampai tahun 1999 belum dievaluasi. Untuk bayi dan anak-anak, vaksin meningokokus konyugat serogroup A, C, Y dan W-135 telah dikembangkan dengan metoda yang sama dengan metoda pembuatan vaksin konyugat untuk Haemophilus influenzae tipe b. Vaksin-vaksin ini diharapkan sudah dapat digunakan rutin di Inggris mulai tahun 2000 dan di Amerika Serikat dalam waktu 2-4 tahun kemudian. 358 B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar 1) Laporan ke instansi kesehatan setempat: Wajib dilaporkan di banyak negara bagian (di Amerika) dan di beberapa negara di dunia, Kelas 2 A (lihat pelaporan penyakit menular). 2) Isolasi: Lakukan isolasi saluran nafas selama 24 jam setelah dimulai pemberian chemotherapy. 3) Disinfeksi serentak: lakukan desinfeksi terhadap discharge yang berasal dari sekret hidung dan tenggorokan, dan barang-barang yang terkontaminasi. Pembersihan menyeluruh. 4) Karantina: Tidak dilakukan. 5) Perlindungan kontak: Lakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan penderita secara dini, khususnya terhadap mereka yang demam agar segera dilakukan pengobatan yang tepat secara dini; pemberian profilaktik, kemoterapi yang efektif untuk melindungi kontak (kontak diantara anggota keluarga satu rumah, personil militer yang berbagi tempat tidur dan orang-orang yang secara sosial sangat dekat untuk saling bertukar peralatan makan seperti teman dekat di sekolah, tapi bukan seluruh kelas. Anak-anak di tempat penitipan merupakan pengecualian dan walaupun bukan teman dekat maka semua harus diberikan pengobatan profilaksis setelah ditemukan satu kasus indeks. Pilihan antibiotika profilaksis adalah rifampisin, diberikan 2 kali sehari selama 2 hari: orang dewasa 600 mg per dosis; bayi di atas 1 tahun 10 mg/kg BB; anak umur kurang dari 1 bulan 5 mg/kg BB. Rifampisin harus dihindari untuk diberikan bagi wanita hamil. Rifampisin dapat mengurangi efektivitas kontrasepsi oral. Untuk orang dewasa, ceftriaxone 250 mg IM dapat diberikan sebagai dosis tunggal dan terbukti cukup efektif; 125 mg IM untuk anak di bawah umur 15 tahun. Ciprofloxacin 500 mg per oral dosis tunggal dapat juga diberikan untuk orang dewasa. Bila kuman sensitif terhadap sulfadiazine, dapat diberikan pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih besar dengan dosis 1 gram setiap 12 jam, dalam 4 dosis; untuk bayi dan anak-anak dosisnya adalah 125-150 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis, setiap 2 hari sekali. Pada tahun 1993 sulfadiazine tidak lagi diproduksi di Amerika Serikat dan diperlukan bantuan dari CDC Atlanta untuk mendapatkan obat ini. Petugas kesehatan jarang sekali berada dalam risiko tertulari sekalipun dia merawat penderita, hanya mereka yang kontak erat dengan sekret nasofaring (seperti pada waktu resusitasi mulut ke mulut) yang memerlukan pengobatan profilaksis. Pemberian imunisasi kepada kontak dalam lingkungan keluarga kurang bermanfaat karena tidak cukup waktu. 6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Kultur dari tenggorokan dan nasofaring tidak bermanfaat untuk menentukan siapa saja yang harus menerima pengobatan profilaksis karena pembawa kuman sangat bervariasi dan tidak ada hubungan yang konsisten antara koloni yang ditemukan secara normal pada populasi umum dengan koloni yang ditemukan pada saat terjadi KLB. 7) Pengobatan spesifik: Penisilin yang diberikan parenteral dalam dosis yang adekuat merupakan obat pilihan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi meningokokus; ampisilin dan kloramfenikol juga efektif. Telah dilaporkan ada strain yang resisten terhadap penisilin di banyak negara di Spanyol, Inggris dan 359 Amerika; strain yang resisten terhadap kloramfenikol dilaporkan di Vietnam dan Perancis. Pengobatan harus segera dimulai bila diagnosa terhadap tersangka telah ditegakkan, bahkan sebelum kuman meningokokus dapat diidentifikasi. Pada penderita anak-anak sambil menunggu agen penyebab spesifik dapat diidentifikasi, pengobatan harus segera diberikan dengan obat yang efektif terhadap Haemophilus influenzae tipe B (Hib) dan terhadap Streptococcus pneumonia. Ampisilin merupakan obat pilihan untuk kedua bakteri tersebut selama mereka masih sensitif terhadap ampisilin. Ampisilin harus dikombinasikan dengan generasi ketiga cephaloposporin, atau dengan kloramfenikol, atau dengan vancomycin sebagai subsitusi di wilayah dimana ditemukan H. influenzae dan S. pneumoniae yang resisten terhadap ampisilin. Pasien dengan infeksi meningokokus atau Hib harus diberi rifampisin sebelum dipulangkan dari rumah sakit apabila sebelumnya tidak diberikan obat generasi ketiga cephalosporin atau ciprofloxacin. Hal ini dilakukan agar ada kepastian bahwa organisme telah terbasmi. C. Penanggulangan KLB 1) Bila terjadi KLB, upaya paling penting yang harus dilakukan adalah meningkatkan kegiatan surveilans, diagnosa dan pengobatan dini dari kasus-kasus yang dicurigai. Kepanikan dan kecurigaan yang terlalu tinggi tidak bermanfaat. 2) Pisahkan orang-orang yang pernah terpajan dengan penderita dan berikan ventilasi yang cukup terhadap tempat tinggal dan ruang tidur bagi orang-orang yang terpajan dengan kuman yang disebabkan karena kepadatan (misalnya: barak dan asrama tentara, pekerja tambang dan tahanan). 3) Pengobatan pencegahan masal biasanya tidak efektif untuk mengatasi KLB. Pada KLB yang terjadi pada sekelompok kecil penduduk (misalnya di suatu sekolah), pemberian pengobatan pencegahan pada semua orang dikelompok itu dapat dipertimbangkan terutama apabila KLB tersebut disebabkan oleh serogrup yang tidak termasuk dalam vaksin yang ada. Bila dilakukan pengobatan masal harus diberikan pada seluruh anggota masyarakat pada saat yang sama. Semua kontak dekat harus dipertimbangkan untuk mendapat pengobatan profilaksis, tanpa melihat apakah seluruh anggota masyarakat sudah diobati (lihat 9B5 di atas). 4) Pemberian vaksin pada semua kelompok umur yang terkena seharusnya dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh apabila terjadi KLB di suatu institusi yang besar atau di masyarakat dimana kasus disebabkan oleh infeksi grup A, C, W-135 dan Y (lihat 9A3 di atas). Vaksin meningokokus sangat efektif untuk menghentikan wabah yang disebabkan oleh serogrup A dan C. Hal-hal yang diuraikan berikut ini dapat membantu apakah kita perlu memberikan imunisasi kepada orang-orang yang berisiko pada saat terjadi KLB yang diduga disebabkan oleh grup C: a) Pastikan terlebih dahulu bahwa telah terjadi KLB dan deskripsikan secara epidemiologis untuk menemukan kelompok umur yang terkena dan denominator sosial lainnya (misalnya: sekolah, tempat penitipan anak, organisasi kemasyarakatan, kelab malam, kota) dari orang-orang yang terkena; b) hitung attack rate strain bakteri yang menyebabkan KLB pada populasi yang berisiko; c) bila mungkin, lakukan isolasi subtipe N. meningotidis penyebab KLB menggunakan metoda molekuler. Bila paling tidak ditemukan tiga kasus yang disebabkan oleh grup C dengan subtipe yang sama selama 3 bulan dan kasus baru 360 tetap muncul dan attack rate meningkat menjadi 10 kasus grup C per 100.000 penduduk, maka pemberian imunisasi kepada kelompok masyarakat yang berisiko tersebut harus dipertimbangkan. D. Implikasi bencana: KLB dapat timbul dalam situasi dimana orang harus tinggal dalam kondisi berdesak-desakan. E. Penanganan Internasional: Manfaatkan Pusat Kerja sama WHO. Walaupun tidak diwajibkan dalam International Health Regulation, sertifikat imunisasi yang masih berlaku untuk meningitis meningokokus diwajibkan oleh beberapa negara seperti Arab Saudi bagi jemaah yang datang untuk ibadah haji. II.B. HAEMOPHILUS MENINGITIS ICD-9 320.0; ICD-10 G00.0 (Meningitis yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae) 1. Identifikasi Di masa vaksin konyugat Haemophilus b belum dipakai secara luas, H. influenzae merupakan penyebab meningitis bakterial yang paling utama pada anak-anak umur 2 bulan sampai dengan 5 tahun di Amerika. Biasanya disebabkan oleh karena terjadi bakteriemia. Timbulnya gejala dapat subakut tetapi biasanya muncul mendadak; gejalanya berupa demam, muntah, letargi dan iritasi meningeal, dengan ubun-ubun menonjol pada bayi atau kaku kuduk dan kaku punggung pada anak yang lebih besar. Sering cepat terjadi stupor atau koma. Biasanya didahului dengan demam ringan selama beberapa hari dengan gejala SSP yang samar. Diagnosis dibuat dengan melakukan isolasi organisme penyebab dari darah atau cairan serebro spinal. Polisakarida kapsular spesifik dapat diidentifikasi dengan menggunakan teknik CIE atau LA. 2. Penyebab infeksi Penyebab paling sering adalah H. influenzae serotipe b (Hib). Organisme ini dapat juga menyebabkan epiglottitis, pneumonia, septic arthritis, cellulites, pericarditis, empyema dan osteomyelitis. Serotipe lainnya jarang sekali menyebabkan meningitis. 3. Distribusi penyakit Tersebar di seluruh dunia; paling prevalens diantara amak umur 2 bulan sampai 3 tahun; jarang terjadi pada usia 5 tahun. Di negara berkembang, puncak insidensi adalah pada anak usia kurang dari 6 bulan; di Amerika Serikat pada anak usia 6-12 bulan. Sebelum adanya vaksin untuk Hib di Amerika Serikat, kira-kira 12.000 kasus meningitis Hib dilaporkan terjadi pada anak umur kurang dari 5 tahun dibandingkan dengan hanya 25 kasus pada tahun 1998. Sejak tahun 1990-an, dengan penggunaan vaksin secara luas pada anak-anak, meningitis yang disebabkan Hib boleh dikatakan telah menghilang; sekarang banyak kasus terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak. Kasus sekunder dapat terjadi di lingkungan dan tempat penitipan anak. 361 4. Reservoir – Manusia. 5. Cara penularan Melalui droplet, sekret hidung dan tenggorokan selama periode infeksius. Tempat masuknya kuman seringkali adalah nasofaring. 6. Masa inkubasi – Tidak diketahui, mungkin sekitar 2-4 hari. 7. Masa penularan Selama masih ada kuman di tenggorokan selama itu orang tersebut dapat menularkan kepada orang lain; berlangsung cukup lama, walaupun tidak ada discharge hidung. Penderita tidak lagi menular dalam waktu 24-48 jam setelah dimulainya pengobatan dengan antibiotika yang efektif. 8. Kerentanan dan kekebalan Semua orang rentan terhadap infeksi. Imunitas timbul ditandai dengan adanya antibodi bakterisidal dan atau antibodi antikapsul di dalam darah baik yang didapat secara transplacental maupun karena terinfeksi sebelumnya atau karena imunisasi. 9. Cara-cara pemberantasan A. Upaya pencegahan 1) Melalui program imunisasi pada anak-anak. Beberapa jenis vaksin yang berisi konyugat protein polisakarida dapat melindungi anak-anak dari meningitis pada umur lebih dari 2 bulan dan vaksin ini telah terdaftar di AS sebagai vaksin tunggal atau sebagai vaksin kombinasi dengan lainnya. Imunisasi dianjurkan mulai diberikan sejak usia 2 bulan, diikuti dengan dosis berikutnya diberikan setelah 2 bulan, jumlah dosis bervariasi tergantung jenis vaksin yang digunakan. Semua jenis vaksin membutuhkan booster pada usia 12-25 bulan. Imunisasi rutin tidak dianjurkan pada anak usia di atas 5 tahun. 2) Lakukan pengamatan kasus yang mungkin timbul pada populasi yang rentan seperti pada tempat-tempat penitipan anak dan rumah yatim piatu. 3) Berikan penyuluhan kepada orang tua tentang kemungkinan timbulnya kasus sekunder pada saudara penderita yang berumur kurang dari 4 tahun dan perlu dilakukan evaluasi dan pengobatan bila ditemukan penderita dengan demam atau kaku kuduk. B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar 1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat; di daerah endemis tertentu di Amerika Serikat wajib dilaporkan, kelas 3 B (lihat pelaporan tentang penyakit menular). 2) Isolasi: Isolasi saluran nafas selama 24 jam setelah dimulainya pengobatan. 3) Disinfeksi serentak: Tidak dilakukan. 4) Karantina: Tidak dilakukan. 5) Perlindungan kontak: Pengobatan profilaksis dengan rifampin (diberikan oral sehari sekali selama 4 hari dengan dosis 20 mg/kg BB, dosis maksimal 600 mg/hari), diberikan kepada semua kontak serumah (termasuk orang dewasa) 362 dimana di dalam rumah tersebut ada satu atau lebih bayi (selain dari kasus indeks) yang berumur kurang dari 12 bulan atau di rumah tersebut ada anak berumur 1-3 tahun yang tidak mendapatkan imunisasi secara adekuat. Apabila dua atau lebih kasus invasive ditemukan dalam waktu 60 hari, anak-anak yang tidak diimunisasi atau diimunisasi tidak lengkap berkunjung ke tempat penitipan anak tersebut, maka dilakukan pemberian rifampin kepada semua pengunjung dan petugas perawatan anak. Bila hanya timbul satu kasus saja, pemberian pengobatan profilaksis dengan rifampin masih diperdebatkan. 6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: lakukan pengamatan kontak bagi mereka yang berusia di bawah 6 tahun khususnya terhadap bayi yang ada di rumah, yang berada pada pusat perawatan anak untuk melihat kalau ada tanda-tanda sakit khususnya demam. 7) Pengobatan spesifik: Ampisilin merupakan obat pilihan (dalam bentuk suntikan 200-400 mg/kg BB/hari). Oleh karena 30% dari strain yang ada sudah resisten terhadap ampisilin oleh karena bakteri tersebut memproduksi beta laktamase, maka dianjurkan untuk menggunakan ceftriaxione, cefotaxime atau chloramphenicol bersama dengan ampisilin atau tersendiri sampai saat hasil tes sensitivitas terhadap antibiotika diperoleh. Pasien harus diberi rifampin, sebelum dipulangkan dari rumah sakit untuk memastikan eliminasi kuman. C. Penanganan KLB: Tidak dilakukan. D. Implikasi bencana: Tidak ada. E. Penanganan Internasional: Tidak ada. II.C. PNEUMOCOCCAL MENINGITIS ICD-9 320.1; ICD-10 G00.1 Meningitis pneumokokus mempunyai angka kematian yang sangat tinggi. Dapat muncul dalam bentuk fulminan dan timbul bakterimia tanpa harus ada infeksi di tempat lain, walaupun mungkin terjadi otitis media atau mastoiditis pada saat yang sama. Biasanya penyakit muncul tiba-tiba berupa demam tinggi, kelemahan umum atau koma dan tanda-tanda iritasi meningeal. Pneumococcal meningitis dapat muncul sebagai penyakit sporadis pada neonatus, pada orang usia lebih tua dan kelompok tertentu yang berisiko seperti pasien tanpa limpa dan pada penderita dengan hipogamaglobulinemia. Fraktur pada basioscranii menyebabkan terjadi hubungan yang menetap dengan nasofaring diketahui sebagai faktor predisposisi. 363

PNEUMONIA I. PNEUMOCOCCAL PNEUMONIA ICD-9 481; ICD-10 J13 1. Identifikasi Merupakan infeksi bakteri akut ditandai dengan serangan mendadak dengan demam menggigil, nyeri pleural, dyspnea, tachypnea, batuk produktif dengan dahak kemerahan serta lekositosis. Serangan ini biasanya tidak begitu mendadak, khususnya pada orang tua dan hasil foto toraks mungkin memberi gambaran awal adanya pneumonia. Pada bayi dan anak kecil, demam, muntah dan kejang dapat merupakan gejala awal penyakit. Konsolidasi yang terjadi mungkin berupa bronchopneumonia, khususnya pada anak dan orang tua, bukan pneumonia segmental atau lober. Pneumoni pneumokokus sebagai 404 penyebab kematian utama pada bayi dan orang tua. CFR sebelumnya mencapai 20-40% diantara penderita yang dirawat di rumah sakit dan telah menurun 5-10% dengan terapi antimicrobial dan tetap sekitar 20-40% pada penderita yang mempunyai latar belakang penyakit lain atau pada pecandu alcohol. Di Negara berkembang CFR pada anak-anak sering mencapai lebih dari 10% dan bahkan mencapai 60% pada bayi usia dibawah 6 bulan. Diagnosa etiologis secara dini sangat penting untuk mengarahkan pemberian terapi spesifik. Diagnosa pneumoni pneumokokus dapat diduga apabila ditemukannya diplococci gram positif pada sputum bersamaan dengan ditemukannya lekosit polymorphonuclear. Diagnosa dapat dipastikan dengan isolasi pneumococci dari spesimen darah atau sekret yang diambil dari saluran pernafasan baian bawah orang dewasa yang diperoleh dengan asprasi percutaneous transtracheal. 2. Penyebab penyakit: Streptococcus pneumoniae (pneumococcus). Dari 83 tipe kapsula yang diketahui, 23 diperkirakan menyebabkan 90% infesi yang terjadi di AS. 3. Distribusi penyakit Merupakan penyakit yang endemisitasnya berkelanjutan,khususnya menyerang bayi dan usia lanjut serta orang-orang yang menderita penyakit tertentu; lebih sering menyerang kelompok dengan tingkat sosial ekonomi rendah di negara berkembang. Penyakit ini muncul pada semua iklim dan musim, tapi insidensi paling tinggi pada musim dingin dan musim semi. Biasanya sporadis di AS, bisa terjadi KLB pada penduduk yang padat dan pada urbanisasi yang cepat. KLB yang berulang pernah terjadi pada kelompok pekerja tambang di Afrika Selatan; insidensi yang tinggi ditemukan pada daerah geografis tertentu (misalnya Papua Nugini) dan di banyak negara berkembang; menyerang anak-anak dan merupakan penyebab kematian terbesar pada anak. Peningkatan insidensi biasanya mengikuti KLB influenza. Tingkat resistensi yang tinggi terhadap penisilin dan kadang-kadang terhadap generasi ketiga cephalosporin semakin meningkat di seluruh dunia. 4. Reservoir: Manusia. Pneumococci umum ditemukan pada saluran pernafasan bagian atas dari orang yang sehat di seluruh dunia. 5. Cara penularan Melalui percikan ludah, kontak langsung lewat mulut atau kontak tidak langsung melalui peralatan yang terkontaminasi discharge saluran pernafasan. Biasanya penularan organisme terjadi dari orang ke orang, namun penularan melalui kontak sesaat jarang terjadi. 6. Masa inkubasi: Tidak diketahui dengan pasti, mungkin hanya 1-3 hari. 7. Masa penularan Diperkirakan penularan berlangsung sampai dengan saat dimana liur dan ingus dari hidung tidak lagi mengandung pneumococci yang virulen dalam jumlah yang bermakna. Apabila bakteri masih sensitif terhadap penisilin maka pemberian penisilin akan membunuh bakteri dalam waktu 24-48 jam sehinga penderita tidak menjadi infeksius lagi. 405 8. Kerentanan dan kekebalan Orang akan semakin rentan terhadap infeksi pneumokokus apabila integritas struktur anatomi dan fisiologi dari saluran pernafasan bagian bawah terganggu. Gangguan ini bisa disebabkan oleh influenza, edema paru oleh berbagai sebab, aspirasi pada pecandu alkohol atau sebab lain, penyakit paru kronis, atau karena terpajan bahan kimia yang iritatif dari udara. Orang tua dan orang-orang dengan penyakit-penyakit seperti yang disebutkan berikut berisiko tinggi terserang infeksi: asplenia, penyakit sickle cell, penyakit kardiovaskuler kronis, diabetes mellitus, sirosis hati, penyakit Hodgkins,limfoma, multiple myeloma, gagal ginjal kronis, sindroma nefrotik, infeksi HIV dan transplantasi organ. Kekebalan spesifik terhadap serotipe kapsul bakteri dapat terbentuk setelah mengalami infeksi dan kekebalan ini daat bertahan sampai bertahun-tahun. Di negara berkembang penyebab penting sebagai kofaktor timbulnya pneumonia pada bai dan anak-anak adalah malnutrisi dan berat badan lahir rendah. 9. Cara-cara pemberantasan A. Cara-cara pencegahan 1) Hindari kepadatan hunian bila mungkin, khususnya pada institusi, barak-barak dan kapal. 2) Berikan vaksin polivalen kepada orang dengan risiko tinggi. Vaksin ini berisi polisakarida dari 23 tipe pneumokokus penyebab 90% dari semua infeksi pneumokokus di AS. Vaksin ini tidak efektif apabila diberikan pada anak umur kurang dari 2 tahun. Mereka yang berisiko tinggi terhadap infeksi fatal adalah orang yang berumur 65 tahun keatas, mereka dengan asplenia anatomis maupun fungsional, penyakit sickel cel, infeksi HIV dan berbagai penyakit sistemik yang kronis, termasuk penyakit jantung dan paru, sirosis hati, gangguan fungsi ginjal dan diabetes mellitus. Oleh karena risiko infeksi dan CFR meningkat sejalan dengan meningkatnya umur, maka manfaat imunisasipun juga meningkat. Bagi sebagian besar orang vaksin 23 valent pneumcoccal hanya diperlukan sekali, namun imunisasi ulang pada umumnya aman dan vaksinasi sebaiknya diberikan kepada orang yang status imunisasinya tidak jelas. Reimunisasi direkomendasikan untuk diberikan kepada anak usia dua tahun yang berisiko tinggi untuk mendapatkan infeksi pneumokokus yang serius (misalnya penderita asplenik) dan diberikan kepada mereka yang mempunyai kecenderungan penurunan titer antibodi secara cepat dengan catatan sudah lima tahun atau lebih sejakpemberian dosis terakhir. Reimunisasi 3 tahun kemudian sejak dosis terakhir juga harus dipertimbangkan pada anak dengan asplenia anatomik atau fungsional (misanya penyakit sickel cell atau splenektomi). Dan reimunisasi juga perlu diberikan kepada mereka dengan kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan antibodi yang cepat setelah pemberian imunisasi inisial (misalnya sindroma nefrotik, gagal ginjal, transplantasi ginjal), mereka harus berumur 10 tahun atau lebih pada saat reimunisasi. Sebagai tambahan orang yang berusia 65 tahun keatas harus diberikan imunisasi ulangan apabila mereka imunisasi terakhir sudah lebih dari 5 tahun yang lalu, dengan catatan usia pada saat menerima imunisasi tersebut kurang dari 65 tahun. Sebagian besar tipe antigen pneumococcal pada vaksin 23- valent, imunogenitasnya rendah jika diberikan pada anak berumur kurang dari 2 tahun. Karena perbedaan daam prevalensi serotipe, maka vaksin tersebut 406 mempunyai efikasi yang rendah di negara berkembang. Pada akhir tahun 1999 vaksin pneumococcal conjugate protein sedang dievaluasi dalam satu uji klinis,dan apabila terbukti efektif maka akan diijinan untuk digunakan pada anak. B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya 1) Laporan ke institusi kesehatan setempat: Wajib dilaporkan kalau ada wabah (KLB); kasus individual tidak dilaorkan, Kelas 4 (lihat tentang Laporan penyakit menular). Beberapa negara bagian mewajibkan melaporkan isolat yang resistens terhadap penisilin. 2) Isolasi: Di rumah sakit islasi pernafasan dilakukan pada penerita infeksi yang resistens terhadap antibiotika karena penderita ini mungkin dapat menularkan ke penderita lain yang mempunyai risiko tinggi. 3) Disinfeksi serentak: Disinfeksi dilakukan terhadap discharge dari hidung dan tenggorokan. Pembersihan menyeluruh. 4) Karantina: Tidak diperlukan. 5) Imunisasi: Tidak diperlukan. 6) Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Tidak praktis. 7) Pengobatan spesifik: Apabila fasilitas diagnosa terbatas dan penundaan pengobatan bisa berakibat fatal, maka pengobatan dengan antibiotika terhadap bayi dan anak kecil harus segera dimulai dngan diagnosa presumptive berdasarkan gejala klinis, khususnya kalau terjadi trachypnea dan chest indrawing. Bayi umur 2 bulan atau kurang harus segera dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan tanpa boleh ditunda. Penicilline G parenteral adalah obat piliha, gunakan erythromycin untuk yang hypersensitive terhadap penicilline. Oleh karena pneumococci yang resisten terhadap penicilline dan antimikrobial yanglain semakin banyak ditemukan, maka tes sensitivitas terhadap strain dari siolat yang diambil dari tempat yang dalam kadaan nomral steril, seperti cairan serebrospinal darah harus dilakukan. Di AS dimana resistensi terhadap beta-lactam umum ditemukan, maka vancomycin harus dimasukkan dalam regimen awal pengobatan meningitis yang diduga disebabkan oleh pneumococci sampai hasil tes sensitivitas diketahui. Untuk pengobatan pneumonia dan infeksi pneumokokal yang lain, dengan antibiotika beta-lactam secara parenteral kemungkinan masih efektif pada sebagian besar kasus. Vancomycin jarang digunakan pada penderita infeksi pneumokokus di luar sistem saraf pusat. Untuk negara berkembang, WHO menganjurkan penggunaan salah satu dari obat-obat erikut apakah TMP-SMX, ampicillin atau amoxicillin untuk pengobatan di rumah bagi penderita pneumonia yang tidak berat (batuk dan tachypnea, tanpa chest indrawing) bagi anak berusia dibawah lima tahun. C. Penanggulangan Wabah Jika KLB terjadi di rumah sakit atau terjadi pada masyarakat yang berkelompok, maka imunisasi dengan vaksin 23-valent harus diberikan kecuali kalau sudah diketahui bahwa penyebab penyakit tidak termasuk didalam strain vaksin. D. Implikasi Bencana: Tempat-tempat penampungan pengungsi mempunyai risiko tinggi terjadi KLB, terutama dapat terjadi pada anak-anak dan orang tua. E. Tindakan internasional: Tidak ada. 407 II. MYCOPLASMAL PNEUMONIA ICD-9 483; ICD-10 J15.7 (Primary atypical pneumonia) 1. Identifikasi Infeksi ini umum menyerang saluran pernafasan bagian bawah dengan gejala febris. Walaupun sangat jarang faringitis dapat berkembang menjadi bronkhitis dan berlanjut menjadi pneumonia. Perjalanan penyakit berlangsung secara graduil berupa sakit kepala, malaise, batuk biasanya paroxysmal, sakit tenggorokan, kadang-kadang sakit didada kemungkinan pleuritis. Pada awalnya sputum sedikit lama-lama bertambah banyak. Foto toraks memberikan gambaran adanya infiltrat pada paru-paru. Infiltrat berbentuk bintik-bintik menyebar kesannya lebih berat dibandingkan dengan gejala klinis. Pada kasus yang berat, pneumonia menyebar dari satu lobus ke lobus lainnya dan dapat juga bilateral. Sepertiga dari kasus menunjukkan adanya lekositosis pada minggu pertama. Lama sakit berlangsung dari beberapa hari sampai satu bulan lebih. Infeksi sekunder oleh bakteri lain dan komplikasi lain dapat terjadi. Komplikasi lain yang bisa terjadi walaupun sangat jarang misalnya infeksi SSP, timbul Stevens-johnson syndrome, biasanya tidak fatal. Infeksi oleh Mycoplasma pneumoniae ini harus dibedakan dengan infeksi yang disebabkan oleh mikroba lain seperti: infeksi oleh bakteri lain, adenovirus, respiratory syncytial virus, parainfluenza, campak, Q-fever, psittacosis, mycosis tertentu dan TBC. Diagnosa didasarkan pada adanya peningkatan titer antibodi antara serum akut dan serum convalescent. Titer meningkat setelah beberapa minggu. ESR (erythrocite sedimentation rate) hampir selalu tinggi. Cold hemagglutinin (CA) dapat muncul pada separuh sampai dua pertiga kasus yang dirawat di rumah sakit, namun ini merupakan temuan yang tidak spesifik. Titer CA menggambarkan tingkat beratnya penyakit. Bakteri penyebab penyakit dapat ditanam pada media khusus. 2. Penyebab penyakit: Mycoplasma pneumoniae, bakteri keluarga Mycoplasmataceae. 3. Distribusi penyakit Tersebar di seluruh dunia, sporadis, endemis dan kadang-kadang muncul sebagai wabah/KLB terutama menyerang anggota militer atau institusi tertentu. Attact rate bervariasi antara 5 atau lebih dari 50 per 1.000 per tahun pada kelompok militer dan 1 sampai 3 per 1.000 per tahun pada masyarakat sipil. KLB lebih sering terjadi pada akhir musim panas dan musim gugur, penyakit endemis ini tidak mengikuti pola musiman, namun bervariasi dari tahun ketahun dan bervariasi menurut daerah geografis yang berbeda. Menyerang semua jenis kelamin dan ras. Penyakit ini dapat menyerang semua kelompok umur dan sangat ringan pada anak balita, biasanya penyakit dengan gejaa klinis yang jelas adalah pada anak usia sekolah atau dewasa muda. 4. Reservoir: Manusia. 5. Cara penularan Diperkirakan penularan terjadi melalui percikan ludah yang dihirup oleh orang lain, melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi (termasuk kontak dengan infeksi subklinis) atau dengan benda-benda yang tercemar dengan discharge hidung dan tenggorokan dari penderita akut dan penderita batuk. Sering terjadi pneumonia sekunder diantara kontak, anggota keluarga dan pengunjung pasien. 408 6. Masa inkubasi: dari 6 sampai 32 hari. 7. Masa penularan: Tidak diketahui, diperkirakan kurang dari 20 hari. Pengobatan yang diberikan tidak dapat membasmi organisme dari saluran pernafasan dan bakteri ini dapat terus betahan sampai 13 minggu. 8. Kerentanan dan kekebalan Pneumonia klinis terjadi pada 3%-30% infeksi yang disebabkan oleh M. Pneumoniae, dan sangat tergantung pada usia. Gejala klinis bervariasi mulai dari faringitis ringan tanpa demam sampai dengan penyakit dengan gejala demam sebagai akibat infeksi menyerang saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Lamanya kekebalan bertahan tidak diketahui dengan pasti. Kekebalan yang muncul setelah terjadi infeksi dikaitkan dengan terbentuknya antibodi humoral yang bertahan sampai dengan satu tahun. 9. Cara-cara pemberantasan A. Cara-cara pencegahan: Hindari kegiatan hunian dan kepadatan ruang tidur bila memungkinkan, khususnya pada panti-panti, asrama dan kapal. B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya 1) Laporan kepada institusi kesehatan setempat: Kewajiban melaporkan kalau ada wabah, kasus individual tidak dilaporkan, Kelas 4 (lihat laporan penyakit menular). 2) Isolasi: Tidak ada, sekret saluran nafas kemungkinan infeksius. 3) Disnfeksi serentak: Disinfeksi dilakukan terhadap discharge hidung dan tenggorokan, pembersihan menyeluruh. 4) Karantina: Tidak ada. 5) Imunisasi Kontak: Tidak ada. 6) Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Investigasi sangat bermanfaat dalam upaya menemukan penderita secara dini pada anggota kelarga agar dilakukan pengobatan dini. 7) Pengobatan spesifik: Erythromycin atau makrolide lainnya, atau tetracyclin. Erythromycin atau mikrolide lainnya dianjurkan untuk anak umur dibawah 8 tahun untuk mencegah terjadinya pewarnaan tetracyclin pada gigi susu. Tidak ada antibiotika yang dapat mengeliminisasi organisme dari pharynx, selama pengobatan, maka mycoplasma yang resisten teradap erythromycin dapat diketahui. C. Penanggulangan Wabah: Tidak ada cara-cara penangglangan ang efektif. D. Implikasi bencana: Tidak ada. E. Tindakan Internasional : Manfaatkan WHO Collaborating Center. 409 III. PNEUMOCYSTIS PNEUMONIA ICD-9 136.3; ICD-10 B59 (Interstitial plasma-cell pneumonia, PCP) 1. Identifikasi Adalah penyakit paru mulai dari akut sampai subakut bahkan seringkali fatal, khususnya menyerang bayi yang kurang gizi, sakit kronis dan prematur. Pada anak yang lebih tua dan dewasa, penyakit ini muncul sebagai penyakit oportunistik yang berkaitan dengan pemakaian immunosupresan dan penyakit sistem imunitas. Penyakit ini merupakan masalah yang besar bagi penderita AIDS. Secara klinis didapati gejala dyspnea yang progresif, tachypnea dan cyanosis, demam mungkin tidak muncul. Tanda-tanda auskultasi selain ronchi gejala lain biasanya minimal bahkan tidak ada. Pada foto toraks secara khas menunjukkan adanya infiltrat interstitial bilateral. Pada pemeriksaan postmortem didapati paru-paru yang berat tanpa udara, septum alveoler yang menebal dan pada ruang alveoler didapati material seperti busa yang berisi parasit. Diagnosa ditegakkan dengan ditemukannya agen penyebab dalam material yang berasal dari sikatan bronchial, biopsi paru terbuka dan aspirasi paru atau dari preparat apus lendir tracheobronchial. Otganisme yang diidentifikasi dengan pengecatan methenamine-silver, toluidine blue O, Gram-Weigert, cresyl-echt-violet atau metoda pewarnaan IFA. Sampai saat ini tidak ada metoda kultur pada media atau tes serologis yang memuaskan untuk dipakai secara rutin. 2. Penyebab penyakit: Pneumocystis carinii. Umumnya dianggap sebagai protozoa; peneltian yang dilakukan kemudian menunjukkan bahwa susunan DNA organisme tersebut mendekati kepada jamur. 3. Distribusi penyakit Penyakit ini telah dikenal di seluruh dunia; endemis dan kadang-kadang muncul sebagai KLB pada bayi yang kurang gizi, debilitas atau pada bayi yang mengalami imunosupresi. Penyakit ini menyerang hampir 60% penderita AIDS di Amerika Serikat, Eropa dan Australia sebelum dilakukan pengobatan profilaktis secara rutin. Hampir tidak ada laporan PCP pada penderita AIDS di Afrika. 4. Reservoir Manusia. Organisme dapat ditemukan pada binatang mengerat, ternak, anjing dan hewan lain, namun dengan ditemukannya organisme dimana-mana dan ditambah dengan bahwa terjadi infeksi subklinis yang bertahan pada manusia, kecil sekali kemungkinan bahwa sumber penularan pada manusia berasal dari binatang. 5. Cara penularan Penularan dari binatang ke binatang melalui udara dapat dilihat terjadi pada tikus. Cara penularan pada manusia tidak diketahui. Pada satu penelitian didapatkan sekitar 75% dari individu normal dilaporkan telah memiliki anibodi humoral terhadap P. Carinii setelah umur 4 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi sublinis umum terjadi di AS. Pneumonitis pada hospes immunocompromize sebagai akibat dari salah satu apakah telah terjadi reaktivasi dari infeksi laten atau oleh karena infeksi yang baru didapat. 410 6. Masa inkubasi: Tidak diketahui. Analisis dari data KLB yang terjadi pada panti-panti dan penelitian yang dilakukan pada binatang menunjukkan bahwa serangan penyakit biasanya terjadi 1-2 bulan setelah terbentuknya status imunosupresi. 7. Masa penularan: Tidak diketahui. 8. Kerentanan dan Kekebalan Kerentanan meningkat dengan prematuritas, penyakit kronis yang melemahkan keadaan umum dan pada penyakit-penyakit atau pengobatan yang menyebabkan mekanisme kekebalan tubuh terganggu. Infeksi HIV merupakan faktor risiko predominan untuk penyakit PCP. 9. Cara-cara pemberantasan A. Cara-cara pencegahan Pengobatan profilaksis dengan salah satu obat apakah dengan TMP-SMX atau dengan pentamidine (berupa aerosol), terbukti efektif (selama penderita dapat menerima obat ini) dalam mencegah reakivasi endogeneous pada penderita imunosupresi, khususnya mereka dengan infeksi HIV dan mereka yang mendapatkan pengobatan lymphatic leukemia dan mereka yang menerima transplantasi organ. B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya 1) Laporan kepada institusi kesehatan setempat: Laporan resmi biasanya tidak diperlukan, Kelas 5 (lihat tentang pelaporan penyakit menular). Bla PCP muncul pada orang dengan infeksi HIV, kasus ini wajib dilaporkan hampir di semua negara bagian, Kelas 2B (lihat tentang pelaporan penyakit menular). 2) Isolasi: Tidak ada. 3) Disinfeksi serentak: Tidak cukup pengetahuan tentang hal ini. 4) Karanina: Tidak dilakukan. 5) Imunisasi kontak: Tidak ada. 6) Penyelidikan terhadap kontak dan sumber infeksi: Tidak ada. 7) Pengobatan spesifik: TMP-SMX merupakan obat pilihan. Oba alternatif adalah pentamidine (IM atau IV) dan trometrexate dengan leucoviron; berbagai jenis obat saat ini sedang dalam tahap evaluasi. C. Penangulangan wabah: Pengetahuan kita tentang asal organisme ini dan cara-cara penularan sangat tidak lengkap sehingga sampai saat ini tidak ada cara penanggulangan yang dapat diterima secara umum. D. Implikasi bencana: Tidak ada. E. Penanganan Internasional: Tidak ada. 411 IV. CHLAMYDIAL PNEUMONIAS IV.A. PNEUMONIA DISEBABKAN OLEH CHLAMYDIA TRACHOMATIS ICD-9 482.8; ICD-10 P23.1 (Neonatal eosinophilic pneumonia, Congenital pneumonia yang disebabkan oleh Chlamydia) 1. Identifikasi Penyakit paru yang disebabkan oleh chlamydia bersifat subakut menyerang neonatus yang ibunya menderita infeksi pada cervix uteri. Secara klinis penyait ini ditandai dengan serangan insidius, berupa batuk (khas staccato), demam ringan, bercak-bercak infiltrat pada foto toraks dengan hiperiniltrasi, eosinophilia dan adanya peningkatan IgM dan IgG. Sekitar setengah dari kasus pada bayi mempunyai gejala prodromal berupa rhinitis dan conjunctivitis. Lama sakit umumnya 1-3 minggu, dapat memanjang sampai 2 bulan. Spektrum penyakit ini cukup luas, mulai dari rhinitis sampai kepada pneumonia berat. Banyak bayi dengan pneumonia akhirnya berkembang menjadi asthma atau penyakit paru obstruktif. Diagnosa biasanya ditegakkan dengan teknik IF langsung. Definisi dari immunotype organisme yang menginfeksi didasarkan kepada isolasi biakan sel dari agen penyebab yang didapat dari spesimen nasopharynx bagian belakang atau adanya serum antibodi spesifik dengan titer 1:32 atau lebih dengan teknik mikro IF. Titer antibodi spesifik IgG yang tinggi mendukung diagnosa. 2. Penyebab penyakit: Chlamydia trachomatis dari imunotipe D sampai K (kecuali imunotipe yang menyebabkan lymphogranuloma venereum). 3. Distribusi penyakit: Sama dengan penyebaran infeksi chlamydia genital di seluruh dunia. Penyakit ini telah lama dikenal di Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa. Belum pernah terjadi wabah penyakit ini. 4. Reservoir: Manusia. Infeksi secara eksperimental dengan C. Trachomatis dicoba dilakukan pada primata bukan manusia dan mencit; infeksi pada binatang diketahui belum pernah terjadi secara alamiah. 5. Cara penularan: Ditularkan dari cervix yang terinfeksi kepada bayi pada saat persalinan, dengan akibat terjadi infeksi nasopharynx (dan kadang-kadang conjunctivitis chlamydial). Penularan melalui saluran pernafasan belum pernah terjadi. 6. Masa inkubasi: Tidak diketahui, namun pneumonia dapat muncul pada bayi berumur 1 sampai 18 minggu (lebih sering terjadi antara 4 sampai 12 minggu). Infeksi nasopharynx biasanya tidak terjadi sebelum umur 2 minggu. 7. Masa penularan: Tidak diketahui. 8. Kerentanan dan kekebalan: Tidak diketahui. Antibodi maternal tidak mencegah bayi dari infeksi. 412 9. Cara-cara pemberantasan A. Cara-cara pencegahan: cara-cara pencegahan sama halnya seperti terhadap Chlamydial conjunctivitis (lihat Conjunctivitis, pada seksi IV). B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya 1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat: Laporan resmi biasanya tidak diperlukan, Kelas 5 (lihat tentang pelaporan penaykit menular). 2) Isolasi: Lakukan kewaspadaan universal. 3) Disinfeksi serentak: Terhadap discharge hidung dan tenggorokan. 4) Karantina: Tidak ada. 5) Imunisasi kontak: Tidak ada. 6) Penyelidikan kontak dan sumber infeksi: Pemeriksaan dilakukan pada orang tua terhadap kemungkinan infeksi dan bila ditemukan segera diobati. 7) Pengobatan spesifik: Saat ini Erythromycin oral (50 mg/kg/hari) merupakan obat pilihan untuk bayi. Sulfisoxazole merupakan alternatif yang dapat diberikan. C. Penanggulangan Wabah: Belum pernah terjadi KLB/Wabah. D. Implikasi bencana: Tidak ada. E. Tindakan Internasional: Tidak ada. IV.B. PNEUMONIA DISEBABKAN OLEH CHLAMYDIA PNEUMONIAE ICD-9 482.8; ICD-10 J16.0 1. Identifikasi Suatu penyakit saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh chlamydia dengan gejala batuk, sering disertai dengan sakit tenggorokan dan suara serak, serta demam pada saat awal serangan. Dahak sedikit, beberapa penderita mengeluh sakit dada. Ronchi paru biasanya ditemukan. Gambaran klinis serupa dengan infeksi yang disebabkan oleh mycoplasma. Berbagai derajat kelainan pada foto toraks ditemukan seperti misalnya infiltrat bilateral, pleural effusion dapat muncul, penyakit biasanya bersifat moderat, namun penyembuhannya relatif lama, dengan batuk yang menetap sampai 2-6 minggu; pada orang dewasa, bronchitis dan sinusitis dapat menjadi kronik. Kematian jarang terjadi pada kasus tanpa komplikasi. Diagnosa ditegakkan terutama dengan pemeriksaan serologis, seperti dengan Complement fixation (CF) untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen kelompok chlamydia, dengan immunofluorescence (IF) test yang spesifik untuk IgM dan IgG (pada sera yang didapat 3 minggu setelah infeksi awal). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi antibodi terhadap antigen penyebab. Pada kasus infeksi ulang, antibodi IgG muncul dini dan kemudian meningkat pada titer yang tinggi. Mereka yang diobati secara dini dengan tetracycline memberikan respons antibodi yang lemah. Organisme tersebut dapat diisolasi dari spesimen usap tenggorok dalam kuning telur yang telah berembrio dan dapat ditanam pada kultur sel khusus. 413 2. Penyebab penyakit: Chlamydia pneumoniae strain TWAR, nama spesies yang diberikan untuk organisme ini yang berbeda secara morfologis dan serologis dengan C. psittaci dan C. trachomatis. 3. Distribusi penyakit Diperkirakan tersebar di seluruh dunia. Penyakit ini ditemukan di Finlandia, Denmark, Nrwegia, Jerman, Spanyol, Kanada, Australia, Jepang, Filipina dan Amerika Serikat. Isolasi mula-mula dilakukan di Taiwan. Antibodi jarang muncul pada anak-anak dibawah usia 5 tahun; angka prevalensi meningkat pada remaja dan dewasa muda, kemudian mendatar sekitar 50% pada umur 20-30 tahun. Prevalensi tetap tinggi pada orang tua. Walaupun secara klinis penyakit ini lebih sering terjadi pada dewasa muda, penyakit ini menyerang semua umur; 8 dari 18 kasus dilaporkan dari kanada pada orang yang berusia di atas 70 tahun dan paling tua usia 90 tahun. Tidak ada variasi musiman. 4. Reservoir: Diperkirakan manusia. Tidak ada hubungannya dengan burung, tidak pernah dapat diisolasi atau tidak pernah ditemukan antibodi pada merpati dan burung lain yang ditangkap pada lokasi KLB, demikian pula tidak pernah ditemukan pada anjing atau kucing. 5. Cara-cara penularan: Tidak diketahui, kemungkinan dapat menular melalui kontak langsung dengan sekret, menyebar melalui barang-barang dan pakaian dan udara. 6. Masa inkubasi: Tidak diketahui, mungkin paling pendek 10 hari. 7. Masa penularan: Tidak jelas, namun diduga dapat memanjang berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada KLB yang terjadi pada kelompok militer, KLB berakhir setelah 8 bulan. 8. Kerentanan dan kekebalan Semua orang rentan terhadap penyakit ini. Kemungkinan timbulnya gejala klinis meningkat sejalan dengan adanya penyakit kronis yang diderita sebelumnya. Adanya antibodi spesifik dalam darah membuktikan bahwa kekebalan dapat terjadi setelah mengalami infeksi. Namun serangan kedua pneumonia ditemukan pada anggota militer dengan respons serologis tipe sekunder pada serangan kedua. 9. Cara-cara pemberantasan A. Cara-cara pencegahan 1) Hindari tempat tinggal atau tempat tidur yang berdesakan. 2) Terapkan tindakan kebersihan perorangan; tutup mulut bila batuk dan bersn, buanglah ingus dan dahak secara saniter dan cucilah tangan dengan seksama sesering mungkin. B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya 1) Laporan kepada otoritas kesehatan setempat: Wajib dilaporkan kalah ada Wabah, tidak diperlukan laporan individual, Kelas 4 (lihat tentang pelaporan penyakit menular). 414 2) Isolasi: Tidak perlu. Melaksanakan kewaspadaan umum. 3) disinfeksi serentak: terhadap discharge dari hidung dan tenggorokan. 4) Karantina: Tidak perlu. 5) Imunisasi kontak: tidak perlu. 6) Penyelidikan terhadap kontak dan sumber infeksi: Periksa semua anggota keluarga dan diobati apabila ternyata positif. 7) Pengobatan spesifik: Tetracycline atau erythromycin oral 2 g per hari untuk 10-14 hari. Macrolide jenis baru seperti azithromycin dan clarithromycin dapat juga digunakan. Fluoroquinolone yang baru juga terbukti efektif. C. Penanggulangan wabah: Penemuan kasus secara dini dan pengobatan yang tepat. D. Implikasi bencana: Tidak ada. E. Tindakan Internasional: Tidak ada. PNEUMONIA LAIN ICD-9 480, 482; ICD-10 J12, J13, J15, J16.8, J18 Diantara berbagai macam virus yang diketahui seperti adenovirus, virus syncytial pernafasan, virus parainfluenza dan mungkin juga virus yang lainnya yang belum teridentifikasi dapat menyebabkan pneumonitis. Karena agen infeksi ini menyebabkan penyakit pernafasan bagian atas lebih sering dibandingkan dengan pneumonia, maka mereka disajikan dibawah judul penyakit pernafasan, virus akut. Viral pneumonia yang terjadi pada campak, influenza dan cacar air. Infeksi chlamydia oleh C. psittaci disajikan sebagai psittacosis (q.v.). Pneumonia juga disebabkan oleh infeksi rickettsiae (lihat Q fever) dan Legionella. Pneumonia dapat pula terjadi pada fase invasif infeksi nematoda, seperti ascaris dan pada infeksi mycosis seperti aspergillosis, histoplasmosis dan coccidioidomycosis. Berbagai bakteri patogen biasanya ditemukan di mulut, hidung dan tenggorok, seperti Haemophillus influenzae, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, Streptococcus pyogenes (streptococcus hemolypticus grup A). Neisseria meningitides (tercatat grup Y), Bacteroides species, Mosarella catarrhalis dan anaerobic cocci, dapat menyebabkan pneumonia, terutama dalam hubungannya dengan influenza, sebagai super infeksi setelah terapi antibiotika spektrum luas, sebagai komplikasi penyakit paru kronis dan setelah terjadi aspirasi isi lambung atau pada tracheostomy. H. Influenzae pneumonia merupakan pneumonia kedua yang paling sering terjadi di negara berkembang dan merupakan penyebab kematian yang plaing utama pada balita. Dengan peningkatan pemakaian antibiotika dan terapi immunosupresive, maka pneumonia yang disebabkan oleh basil enterik gram negatif menjadi lebih sering terjadi terutama oleh Eschericia coli, Pseudomonas aeruginosa dan spesies Proteus. Tatalaksana kasus tergantung jenis organisme penyebab infeksi.





 

No comments:

Post a Comment