Kematian menurut United Nation (UN) dan WHO didefenisikan sebagai menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. (Juriati, 2005).
Kematian neonatal didefenisikan sebagai kematian bayi lahir hidup yang terjadi pada masa kelahiran sampai 28 hari setelah kelahirannya (bayi umur 1 bulan). Kematian neonatal dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu kematian neonatal awal dimana kematian bayi lahir yang pada masa kelahirannya sampai 7 hari setelah kelahirannya (minggu pertama) dan kematian neonatal akhir dimana kematian bayi lahir hidup yang terjadi pada masa 8 sampai 28 hari setelah kelahirannya (minggu II, III, IV). (Muchtar,1998).
Kematian bayi dan anak umur 5 tahun relatif tinggi. Dari hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 angka kematian bayi kurang dari 1 tahun adalah 35 per 1000 kelahiran hidup, yang berarti ada 157.080 bayi meninggal setiap tahunnya. Angka kematian bayi yang baru lahir (neonatal) adalah 20 per 1000 kelahiran hidup, ini berarti dalam setahun ada 89.760 bayi beruumur 0- 28 hari yang meninggal atau 10 kematian setiap jam. Sedangkan kematian balita yaitu 46 per 1000 kelahiran hidup yang artinya ada 206.448 balita meninggal setiap tahunnya atau 24 balita meninggal setiap jam. (http://www.tempointeraktif.com).
Kemungkinan kematian bayi pada usia terlalu dini yang cenderung dilupakan perlu dipertimbangkan sebagai salah satu penyebab rendahnya pelaporan kasus kematian. Rasio kematian postnatal dan neonatal sangat dipengaruhi oleh keberhasilan program imunisasi dan manajemen penanggulangan bayi sakit. Apabila program berhasil, maka proporsi kematian postnatal dan neonatal akan menurun. (http://www.digilib.litbang.depkes.go.id). Karena itu pemerintah berencana merevitalisasi Gerakan Sayang Ibu, yang juga bertujuan untuk meminimalkan angka kematian ibu dan bayi. Gerakan Sayang Ibu, merupakan suatu gerakan yang dilaksanakan masyarakat bekerja sama dengan pemerintah untuk peningkatan perbaikan kualitas hidup perempuan melalui berbagai kegiatan yang mempunyai dampak terhadap upaya penurunan angka kematian ibu karena hamil, melahirkan dan nifas, serta penurunan angka kematian bayi (http://www.suarapembaruan.com).
Menurut Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan Azrul Azwar ada dua faktor yang menyebabkan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia tinggi. Kedua faktor itu adalah faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung ini terkait dengan ilmu pengatahuan dan teknologi dibidang kedokteran, seperti pada angka kematian ibu berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, faktor langsung tersebut adalah perdarahan, hipertensi atau tekanan darah tinggi saat kehamilan (eklampsia), infeksi, partus lama, dan komplikasi keguguran. Sementara faktor langsung penyebab angka kematian bayi baru lahir (neonatal) terutama disebabkan oleh asfiksia, infeksi, dan berat badan lahir rendah (BBLR). (http://www.suarapembaruan.com).
Pada periode neonatal bayi dalam proses adaptasi dengan dunia luar yang jauh berbeda dengan keadaan di dalam rahim. Perubahan yang paling besar dan paling dirasakan oleh bayi adalah perubahan suhu lingkungan yang menurun drastis yang dikenal dengan hipotermia yaitu suhu bayi kurang dari 36,5 (http://www.sehat2010.com)
Perubahan suhu yang sangat drastis ini merupakan trauma pertama yang dia rasakan dan untuk menghadapinya ,dia harus kehilangan panas tubuh akibat perpindahan panas, sehingga bila bayi baru lahir tidak segera dihangatkan dapat mengalami keadaan hipotermia yang irreversible (tidak dapat dipulihkan) dan menimbulkan gangguan metabolisme serta kematian.(Jumiarni,1995 dalam Laba,2004) Oleh karena angka kematian ibu dan perinatal terbesar di Negara berkembang maka WHO dan UNICEF mencetuskan ide health for all by the years 2000, dengan harapan setiap orang mendapatkan pelayanan kesehatan pada tahun 2000. Konsep pelaksanaan health for all by the years 2000 menjadi pelayanan kesehatan utama. Unsur pelayanan kesehatan utama (Manuaba,1998) mencakup:
a. Pengawasan kehamilan.
b. Meningkatkan gizi ibu hamil.
c. Pelaksanaan program keluarga berencana.
d. Imunisasi ibu.
e. Meningkatkan sistem rujukan.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian neonatal yaitu:
1. Umur ibu saat melahirkan.
2. Paritas ibu.
3. Jarak kelahiran.
4. Berat badan lahir bayi rendah.
5. Pemanfaatan pelayanan antenatal / pemeriksaan kehamilan.
6. Status gizi ibu dan janin.
7. Sosial ekonomi keluarga
8. Pendidikan ibu.
9. Penyakit, cacat dan kelainan bawaan dari ibu.
Kematian neonatal sangat tergantung pada tindakan pencegahan, pemeriksaan antenatal serta pengobatan yang dilakukan terhadap segala macam penyakit sebagai akibat dari beberapa faktor risiko yang terjadi selama kehamilan dan pada saat persalinan. (Juriati,2005).
Upaya pencegahan yang dilakukan dalam usaha untuk mengurangi/menurunkan kejadian kematian neonatal antara lain :
1. Pemberian kekebalan pada bayi baru lahir terhadap tetanus melalui imunisasi tetanus toxoid pada ibu hamil, calon pengantin dan wanita usia subur.
2. Upaya pertolongan persalinan yang bersih dan aman melalui pelatihan atau pembinaan dukun bayi dan pemanfaatan tenaga bidan di desa.
3. Memasyarakatkan perilaku kehidupan keluarga sehat melalui dasawisma dan posyandu.
Pola penyebab kematian menunjukkan bahwa proporsi penyebab kematian neonatal kelompok umur 0-7 hari tertinggi adalah premature dan berat badan lahir rendah sebesar 35 %, kemudian asfiksia 33,6 %. Penyebab kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari tertinggi adalah infeksi sebesar 57,1 % (termasuk tetanus, sepsis, pneumonia,dan diare). Dari gambaran penyakit penyebab kematian neonatal di Indonesia dan permasalahan kesehatan neonatal yang kompleks dimana dipengaruhi oleh faktor medis, sosial dan budaya (sama dengan permasalahan kesehatan maternal) maka : (http://www.digilib.litbang.depkes.go.id)
1. Bidan di desa atau petugas kesehatan harus mampu melakukan :
a. Perawatan terhadap bayi neonatal.
b. Promosi perawatan bayi neonatal kepada ibunya.
c. Pertolongan pertama pada bayi neonatal yang mengalami gangguan atau sakit.
2. Kepala Puskesmas dan jajarannya mempunyai komitmen yang tinggi dalam melaksanakan :
a. Deteksi dini penanganan bayi neonatal sakit.
b. Persalinan yang ditolong / didampingi oleh tenaga kesehatan.
c. Pembinaan bidan di desa dan pondok bersalin desa.
d. Organisasi transportasi untuk kasus rujukan.
3. Kepala Dinkes Dati II dan atau rumah sakit Dati II dan jajarannya mempunyai komitmen yang tinggi dalam melaksanakan :
a. Fungsi Rumah Sakit sebagai pelayanan 24 jam.
b. Sistem yang tertata sehingga memberi kesempatan kepada keluarga bayi neonatal dari golongan tidak mampu untuk memberikan pelayanan standar, termsuk pertolongan gawat darurat di Rumah Sakit Dati II dengan biaya terjangkau.
c. Pelayanan berkualitas yang berkesinambungan.
d. Pembinaan teknis profesi kebidanan untuk bidan yang bekerja di Puskesmas melalui pelatihan, penyegaran pengetahuan dan keterampilan, serta penanganan kasus rujukan.
4. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan neonatal emergency care di Puskesmas dan Rumah Sakit Dati II.
No comments:
Post a Comment