script src='http://elmubarok.googlecode.com/files/floating1.js' type='text/javascript'/>

http://ikkibondenkkesmas.blogspot.com/2010/03/about-me.html

Kata Rasullullah ada tiga amalan yang jika dikerjakan maka Amalnya akan mengalir meskipun yang mengamalkannya telah meninggalal dunia diantaranya adalah ILMU BERMANFAAT YANG DIAJARKAN.

Monday, 2 February 2009

AMOEBIASIS

Postingan kali ini bersumber dari E-Book dengan Judul Manual Pemberantasan Penyakit Menular, by James Chin, MD, MPH Editor dan Dr, I Nyoman Kandun, MPH Edisi Ke 17 tahun 2000

AMOEBIASIS = ICD – 9 006; ICD-10 A06
(Amebiasis).

1. Identifikasi
Infeksi oleh protozoa ada dalam 2 bentuk; dalam bentuk kista yang infektif dan bentuk lain yang lebih rapuh, berupa trofosoit yang patogen. Parasit bisa menjadi komensal atau menyerang jaringan dan naik ke saluran pencernaan atau menjadi penyakit ekstraintestinal. Kebanyakan infeksi tidak memberikan gejala, namun muncul gejala klinis pada kondisi tertentu. Penyakit pada saluran pencernaan bervariasi mulai dari akut atau berupa disenteri fulminan dengan gejala demam, menggigil, diare dengan darah atau diare mukoid (disenteri amoeba), hingga hanya berupa perasaan tidak nyaman pada abdomen dengan diare yang mengandung darah atau lendir dengan periode konstipasi atau remisi. Amoeba granulomata (ameboma), kadang-kadang dikira sebagai kanker, bisa muncul di dinding usur besar pada penderita dengan disenteri intermiten atau pada kolitis kronis. Luka pada kulit, di daerah perianal, sangat jarang terjadi sebagai perluasan langsung dari lesi saluran pencernaan atau abses hati yang disebabkan oleh amoeba, lesi pada penis bisa terjadi pada orang dengan perilaku homoseksual aktif. Penyebaran melalui aliran darah mengakibatkan abses di hati, atau yang lebih jarang di paru-paru atau di otak.
Kolitis yang disebabkan oleh amoeba sering dikelirukan dengan berbagai bentuk penyakit radang usus seperti kolitis ulserativa; harus hati-hati dalam membedakan kedua penyakit ini karena pemberian kortikosteroid bisa memperburuk kolitis oleh amoeba. Amoebiasis juga mirip dengan berbagai penyakit saluran pencernaan non-infeksi dan infeksi. Sebaliknya, ditemukannya amoeba dalam tinja bisa dikira sebagai penyebab diare pada orang yang penyakit saluran pencernaannya disebabkan oleh sebab lain.
Diagnosa dibuat dengan ditemukannya trofosoit atau kista pada spesimen tinja segar, atau preparat apus dari aspirat atau kerokan jaringan yang didapat dari proctoscopy atau aspirat dari abses atau dari potongan jaringan. Adanya trofosoit yang mengandung eritrosit mengindikasikan adanya invasive amoebiasis.
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada spesimen segar oleh seorang yang terlatih karena organisme ini harus di bedakan dari amoeba non patogen dan makrofag. Tes deteksi antigen pada tinja saat ini telah tersedia; tetapi tes ini tidak dapat membedakan organisme patogen dari organisme non-patogen. Diharapkan kelak dikemudian hari, pengujian spesifik terhadap Entamoeba histolityca telah tersedia. Diperlukan adanya laboratorium rujukan. Banyak tes serologis yang tersedia sebagai tes tambahan untuk mendiagnosa amoebiasis ekstraintestinal, seperti abses hati dimana pemeriksaan tinja kadang-kadang hasilnya negatif. Tes serologis terutama imunodifusi HIA dan ELISA, sangat bermanfaat untuk mendiagnosa penyakit invasif. Scintillography, USG dan pemindaian CAT sangat membantu menemukan dan menentukan lokasi dari abses hati amoeba dan sebagai penegakan diagnosa apabila disertai dengan ditemukannya antibodi spesifik terhadap Entamoeba histolityca.

2. Penyebab penyakit.
Entamoeba histolityca adalah parasit yang berbeda dengan E. hartmanni, Escherishia coli atau protozoa saluran pencernaan lainnya. Membedakan E. histolityca patogen dengan organisme non-patogen yang secara morfologis sama yaitu E. dispar didasarkan pada perbedaan imunologis dan pola isoenzim nya. Ada 9 patogen dan 13 nonpatogen zymodemes (yang di klasifikasikan sebagai E. dispar) telah diidentifikasi dan di isolasi dari 5 benua. Kebanyakan kista yang ditemukan dalam tinja orang tanpa gejala adalah E. dispar.
3. Distribusi penyakit.
Amoebiasis ada dimana-mana. Invasive amoebiasis biasanya terjadi pada dewasa muda. Abses hati terjadi terutama pada pria. Amoebiasis jarang terjadi pada usia dibawah 5 tahun dan terutama di bawah 2 tahun, pada usia ini disenteri biasanya karena shigella. Angka prevalensi kista yang di publikasikan, biasanya didasarkan pada bentuk morfologi dari kista, sangat bervariasi dari satu tempat ketempat lain. Pada umumnya, angka ini lebih tinggi di tempat dengan sanitasi buruk (sebagian besar daerah tropis), di institusi perawatan mental dan diantara para homoseksual pria, (kemungkinan kista dari E. dispar). Di daerah dengan sanitasi yang baik, infeksi amoeba cenderung terjadi di rumah tangga dan institusi. Proporsi dari pembawa kista yang menunjukkan gejala klinis biasanya rendah.
4. Reservoir : Manusia; biasanya penderita kronis atau pembawa kista yang tidak menampakkan gejala.
5. Cara penularan.
Penularan terjadi terutama dengan mengkonsumsi makanan atau air yang terkontaminasi tinja dan mengandung kista amoeba yang relatif resisten terhadap klorin. Penularan mungkin terjadi secara seksual melalui kontak oral-anal. Penderita dengan disentri amoeba akut mungkin tidak akan membahayakan orang lain karena tidak adanya kista dan trofosoit pada kotoran.
6. Masa inkubasi : Bervariasi, mulai dari beberapa hari hingga beberapa bulan atau tahun, biasanya 2 – 4 minggu.
7. Masa penularan : Selama ada E. histolytica, kista dikeluarkan melalui tinja dan ini bisa berlangsung selama bertahun-tahun.
8. Kekebalan dan kerentanan.
Semua orang rentan tertulari, orang-orang yang terinfeksi E. dispar tidak akan menjadi sakit. Infeksi ulang mungkin tejadi tetapi sangat jarang.
9. Cara pemberantasan.
A. Tindakan pencegahan.
1) Memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang kebersihan perorangan, terutama pembuangan tinja yang saniter, dan mencuci tangan sesudah buang air besar dan sebelum memasak atau menjamah makanan. Menyebarkan informasi tentang risiko mengkonsumsi buah atau sayuan mentah atau yang tidak dimasak dan minum air yang tidak terjamin kebersihannya.
2) Membuang tinja dengan cara yang saniter.
3) Melindungi sumber air umum dari kontaminasi tinja. Saringan air dari pasir menghilangkan hampir semua kista dan filter tanah diatomaceous menghilangkan semua kista. Klorinasi air yang biasanya dilakukan pada pengolahan air untuk umum tidak selalu membunuh kista; air dalam jumlah sedikit seperti di kantin atau kantong Lyster sangat baik bila di olah dengan yodium dalam kadar tertentu, apakah itu dalam bentuk cairan (8 tetes larutan yodium tincture 2% per quart air atau 12,5 ml/ltr larutan jenuh kristal yodium) atau sebagai tablet pemurni air (satu tablet tetraglycin hydroperiodide, Globaline ®, per quart air). Biarkan lebih kurang selama 10 menit (30 menit jika dingin) sebelum air bisa diminum. Filter yang mudah dibawa dengan ukuran pori kurang dari 1,0 µm efektif untuk digunakan. Air yang kualitasnya diragukan dapat digunakan dengan aman bila di rebus selama 1 menit.
4) Mengobati orang yang diketahui sebagai “carriers”; perlu ditekankan pentingnya mencuci tangan dengan baik sesudah buang air besar untuk menghindari infeksi ulang dari tetangga atau anggota keluarga yang terinfeksi.
5) Memberi penyuluhan kepada orang dengan risiko tinggi untuk menghindari hubungan seksual oral yang dapat menyebabkan penularan fekal-oral.
6) Instansi kesehatan sebaiknya membudayakan perilaku bersih dan sehat bagi orang-orang yang menyiapkan dan mengolah makanan untuk umum dan menjaga kebersihan dapur dan tempat-tempat makan umum. Pemeriksaan rutin bagi penjamah makanan sebagai tindakan pencegahan sangat tidak praktis. Supervisi yang ketat perlu dilakukan terhadap pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat ini.
7) Disinfeksi dengan cara merendam buah dan sayuran dengan disinfektan adalah cara yang belum terbukti dapat mencegah penularan E. histolytica. Mencuci tangan dengan baik dengan air bersih dan menjaga sayuran dan buah tetap kering bisa membantu upaya pencegahan; kista akan terbunuh dengan pengawetan, yaitu dengan suhu diatas 50oC dan dengan iradiasi.
8) Penggunaan kemopropilaktik tidak dianjurkan.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar.
1). Laporan kepada instansi kesehatan setempat; pada daerah endemis tertentu; di sebagian besar negara bagian di AS dan sebagian besar negara didunia penyakit ini tidak wajib dilaporkan, Kelas 3C (lihat tentang pelaporan penyakit menular).
2). Isolasi : Untuk penderita yang di rawat di rumah sakit, tindakan kewaspadaan enterik dilakukan pada penanganan tinja, baju yang terkontaminasi dan sprei. Mereka yang terinfeksi dengan E. histolityca dijauhkan dari kegiatan pengolahan makanan dan tidak diizinkan merawat pasien secara langsung. Ijinkan mereka kembali bekerja sesudah kemoterapi selesai.
3). Disinfeksi serentak : Pembuangan tinja yang saniter.
4). Karantina : Tidak diperlukan.
5). Imunisasi kontak : Tidak dilakukan.
6). Investigasi kontak dan sumber infeksi : Terhadap anggota rumah tangga dan kontak lain yang dicurigai sebaiknya dilakukan pemeriksaan tinja secara mikroskopis.
7). Pengobatan spesifik : Disentri amoebik akut dan amoebiasis ekstraintestinal sebaiknya diobati dengan metronidazole (Flagyl), diikuti dengan iodoquinol (Diodoquin), paromomycin (Humatin®) atau diloxanide furoate (Furamide®). Dehydroemetine (Mebadin®), diikuti dengan iodoquinol, paromomycin atau diloxanide furoate, adalah pengobatan alternatif yang cocok untuk penyakit saluran pencernaan yang sukar disembuhkan atau yang berat. Pada penderita dengan abses hati dengan demam yang berlanjut 72 jam sesudah terapi dengan metronidazole, aspirasi non-bedah bisa dilakukan. Kadang-kadang klorokuin ditambahkan pada terapi dengan metronidazole atau dehydroemetine untuk pengobatan abses hati yang sulit disembuhkan. Kadang-kadang abses hati membutuhkan tindakan aspirasi bedah jika ada risiko pecah atau abses yang semakin melebar walaupun sudah diobati. Pembawa kista yang tidak mempunyai gejala diobati dengan iodoquinol, paromomycin atau diloxanide furoate. Metronidazole tidak direkomendasikan untuk digunakan selama kehamilan trimester pertama, namun belum ada bukti adanya teratogenisitas pada manusia. Dehydroemetin merupakan kontraindikasi selama kehamilan. Diloxanide furoate dan dehydroemetin tersedia di CDC Drug Service, CDC, Atlanta, telp 404-639-3670.

C. Penanggulangan Wabah:
Terhadap mereka yang diduga terinfeksi sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menghindari “false positive” dari E. histolityca atau oleh etiologi lain. Investigasi epidemiologis dilakukan untuk mengetahui sumber dan cara penularan. Jika sumber penularan bersifat “common source”, misalnya berasal dari air atau makanan, tindakan yang tepat perlu dilakukan untuk mencegah penularan lebih lajut.
D. Implikasi bencana :
Buruknya fasilitas sanitasi dan fasilitas pengolahan makanan memudahkan timbulnya KLB amoebiasis, terutama pada kelompok masyarakat yang sebagian besar adalah pembawa kista.
E. Tindakan internasional : tidak ada.

No comments:

Post a Comment